Mohon tunggu...
anjar setyoko
anjar setyoko Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Menulis adalah caraku untuk mengeluarkan isi kepala yang susah untuk aku keluarkan kepada orang sekitar melalui lisan

Do the best

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Akademi Menulis PLN Ciptakan Hubungan Humanis PLN dengan Masyarakat

27 April 2016   14:44 Diperbarui: 28 April 2016   22:26 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Listrik Mati?? Suatu hal biasa di Indonesia. apalagi di luar kota Jakarta yang belum memiliki pasokan listrik yang memadai. Namun siapakah yang ada di benak anda ketika listrik mati atau ada pemadaman bergilir. PLN,.. Ya nama satu ini selalu melekat erat ketika ada listrik mati. Bagaikan putih telur dan kuning telur dalam satu cangkang. Bahkan saya pernah mengalami mati listrik di dalam kereta namun beberapa masyarakat bercanda sambil menyebut PLN.

Fenomena  ini  memang tidak salah karena sejatinya PLN adalah satu-satunya instansi yang menyediakan pasokan listrik di Indonesia. Jika ada sebuah gumaman atau sindiran halus mungkin itu wajar. Saya pun sering mengeluh jika ada pemadaman listrik. Namun yang membuat miris seringkali masyarakat mengkambinghitamkan PLN ketika ada pemadaman listrik. Fenomena ini membuat PLN sangat akrab di telinga saya sedari kecil. Jika ada listrik mati ya PLN yang disebut.

Ketika saya terdaftar sebagai undangan akademi menulis PLN saya sangat antusias sekali karena saya sudah membawa fakta menarik itu. mengikuti acara PLN sudah seperti membangunkan ingatan saya. 10 tahun yang lalu. Saya dengan ibu setiap bulan harus pergi ke kantor PLN untuk membayar tagihan listrik sambil mengantre di loket menunggu panggilan. Kini 25 April 2016, saya hadir sebagai undangan coverage akademi menulis PLN. Kantor PLN yang saya kunjungi kali ini berada di Usdiklat PLN jalan Letjend S. Parman Slipi Jakarta Barat. Lokasinya tidak terlalu jauh dari cempaka putih tempat saya tinggal. Hanya perlu perjalanan sekitar satu jam dengan motor.

Para Peserta Akademi Menulis PLN

img-20160425-084246-1461740310-114-121-134-214-572067897797732d07245a19.jpg
img-20160425-084246-1461740310-114-121-134-214-572067897797732d07245a19.jpg
Quote yang Ada di Usdiklat PLN 

Memasuki gedung PLN saya menemui sebuah tulisan besar terpampang rapi di dinding gedung Usdiklat PLN. Sebuah quote bertuliskan leadership and corporate academy. Sebuah kata bermakna “Kepemimpinan dan Akademi Perusahaan.” Kata yang menujukkan fungsi gedung usdiklat sebagai lembaga PLN yang berfungsi untuk memberi pelatihan, bimbingan dan pelatihan bagi pegawai PLN. Seperti halnya tajuk acara yang diusung pada hari ini yaitu Akademi Menulis PLN.

Nampaknya saya terlalu dini sampai ke lokasi. Acara yang terjadwal dimulai jam 9. Saya sudah berada di lokasi sejak jam 8. Sambil menunggu acara dimulai saya sempatkan untuk bercengkrama dengan beberapa kompasianer sambil menyeruput secangkir kopi manis.  Tak lama menunggu satu per satu para kompasianer menunjukkan batang hidungnya. Jika pada acara coverage biasanya kita berkumpul dengan semua undangan kompasianer. Duduk mendengarkan seminar diteruskan dengan tanya jawab. Maka di coverage akademi menulis ini sedikit berbeda. Kita dibagi menjadi 3 kelompok besar yang nanti akan melihat presentasi check point dari 20 peserta akademi menulis.

img-20160425-085604-1461740384-114-121-134-214-57206cd18d7e61d712f7f39e.jpg
img-20160425-085604-1461740384-114-121-134-214-57206cd18d7e61d712f7f39e.jpg
Bercengkrama dengan teman-teman Kompasianer

Akademi menulis PLN adalah satu langkah kongkrit PLN untuk mengubah persepsi negatif masyarakat tentang PLN. Sekarang PLN akan mengkombinasikan pendekatan langsung kepada masyarakat dengan memaksimalkan sebuah tulisan, foto dan video karya para pemagang untuk menjalankan fungsi humas di PLN. “Kami sangat menyadari dampak besar yang ditimbulkan dunia digital. Sebuah foto, video dan tulisan yang positif akan membangun korporasi PLN di era new media seperti sekarang ini. Terlebih wadah akademi menulis adalah kompasiana yang memiliki anggota sekitar 320.000.”  kata bapak Wisnu Satriono manajer pelatihan dan pengembangan human capital PLN ketika menyampaikan sambutan di depan para kompasianer.

Akademi menulis PLN adalah kandidat garda terdepan yang disiapkan oleh PLN demi membina hubungan yang humanis dengan masyarakat. Ke depan diharapkan para pemagang di akademi menulis ini mampu melaksanakan fungsi humas PLN menjadi suatu jembatan antara PLN dan masyarakat. Masyarakat bisa menyampaikan keluhan, aspirasi, atau pertanyaan melalui humas PLN

Peserta akademi menulis PLN merupakan seleksi dari pegawai PLN se-Nusantara. Sebelum acara magang di kompasiana selama 5 hari. Mereka sudah melewati seleksi melalui sebuah tulisan essay bertema “Komunikasi Publik”. 40 peserta yang sudah lolos seleksi essay akan menjalani serangkaian tes tulis dan publik speaking untuk kemudian disaring menjadi 20 orang yang mengikuti acara pemagangan di gedung kompasiana.

Usai pembukaan kita diarahkan ke tiga kelompok yang sudah terbentuk. Tiga ruangan sudah disediakan untuk mendengarkan presentasi para akademi menulis PLN. Antara lain adalah ruangan Teuku Umar, Imam Bonjol dan Diponegoro. Kebetulan saya bersama dengan 5 kompasianer lain menempati di ruangan Diponegoro. Suasana saya rasakan berubah menjadi agak tegang. Bagaimana tidak?? Para akademi menulis ini akan mempresentasikan hasil mereka belajar selama lima hari di kompasiana.  Saya merasa bagaikan sidang skripsi mahasiswa dengan beberapa dosen penguji, proyektor, meja dan laptop yang tersusun. Ternyata setelah memasuki presentator pertama anggapan yang semula tegang berubah menjadi enjoy. Para presentator terlihat senang dengan apa yang mereka kerjakan. Presentasi juga bersifat check poin dari hasil akademi menulis yang sudah dilaksanakan oleh pemagang. Mungkin memang perasaan saya yang tegang karena ingin menghadapi sidang tugas akhir.

img-20160425-134734-1461740429-114-121-134-214-572069aca0afbdbb07301ea5.jpg
img-20160425-134734-1461740429-114-121-134-214-572069aca0afbdbb07301ea5.jpg
Salah satu peserta akademi menulis di ruangan Diponegoro mempresentasikan Hasil Magang di Kompasiana (dokpri)

Saya dibuat takjub dengan kemampuan para akademi menulis. Dalam lima hari mereka bisa menghasilkan total 5 karya berupa artikel, video dan foto. Sudut pandang yang mereka ambil juga tidak biasa. Seperti judul “Masak Sih, Masak Nasi Cuma 500.” Judul artikel ini dibuat oleh bapak Rakhdamsayah dari PLN sektor pembangkit Medan Sumatera Utara. Beliau menceritakan bahwa untuk memasak nasi dengan menggunakan rice cooker. Hanya memerlukan listrik dengan biaya 500 perak. Sebuah hal yang tidak kita hitung dan sadari selama ini. Berhasil diangkat menjadi suatu berita yang informatif.

Beliau juga membuat sebuah video di pasar buah Palmerah. Video yang menunjukkan penjual buah tetap menggunakan lampu penerang di siang hari bolong. Mereka menggunakan sekitar 30 lampu dengan kekuatan daya total adalah sekitar 2000 watt. Judulnya pun kece badai “Kios buah berkekuatan 2000 watt.” Sungguh apresiasi tersendiri untuk bapak Rakhdamsyah yang notabene tidak memiliki background komunikasi atau ilmu menulis. Sebelumnya beliau adalah lulusan teknik listrik. Akan tetapi dengan keinginan tinggi dan terus belajar. Dia berhasil mengemas artikel, foto dan video bernilai jurnalis.

Sembari melihat peserta akademi menulis PLN mempresentasikan hasil magangnya. Sesekali saya ketikkan jari jemari ini untuk live report melalui twitter. Selain karena ada live twit competition. Saya ingin memberikan efek viral ke masyarakat luas tentang kegiatan akademi menulis PLN. Dengan begitu masyarakat turut merasakan secara langsung kegiatan yang saya ikuti melalui timeline twitter saya.

Presentasi selanjutnya adalah mbak Emmilia Tobing peserta akademi menulis yang berasal dari PLN Sumatera Barat. Dia sudah memiliki backgroundkomunikasi. Beliau menceritakan artikel berjudul “Kenikmatan di dalam pasar itu bernama salon”. Sebuah artikel yang menceritakan sebuah rasa penasaran penulis terhadap salon di dalam pasar Palmerah. Ternyata diantara beberapa salon yang berada di dalam di pasar Palmerah. Ada salon yang menyediakan kamar tidur lengkap dengan gorden dan penjaga yang berpakaian sedikit terbuka. Tentu hal ini menjadi sebuah tanda tanya besar. Ada apakah dalam salon itu??? tulisan karya mbak Emilia Tobing ini berhasil memancing rasa penasaran saya sebagai kaum hawa.

Selain beberapa karya yang mereka presentasikan. Analisis dan ilmu yang didapat selama magang juga turut dipaparkan. Peta konsep menulis, teknik membuat judul, teknik pengambilan gambar adalah segelintir ilmu yang sudah mereka kuasai selama mengikuti akademi menulis di kompasiana. Mereka juga menyampaikan testimoni menggunakan kompasiana sebagai wadah untuk menulis. Beberapa kali saya pun ikut memberikan tanggapan atas presentasi mereka. Para peserta akademi menulis kompasiana lebih memahami secara teoritis trik dan tips untuk menuliskan artikel. Saya pun turut belajar dari karya para pemagang itu

“Semua materi dan ilmu yang telah diberikan kepada para akademi menulis PLN selama 5 hari. Benar-benar dikuasai dan langsung diimplementasikan dalam bentuk karya. Semua itu di luar ekspektasi.”  kata Pepih Nugraha menanggapi para presentator. Selain kang Pepih juga turut hadir di ruangan Diponegoro bapak Adhyatmika mentor video dan foto konten.

Namun yang membuat saya terpukul dan merasa sangat berdosa adalah presentasi dari Bapak Grahita yang berasal dari PLN Jepara. Sajian materi presentasi yang dia suguhkan sungguh memukul telak hati saya yang selama ini sering menyalahkan PLN ketika ada mati lampu atau pemadaman bergilir.  Bahkan saya juga sering menemukan sebuah meme-meme yang sifatnya kasar dan makian untuk PLN. Bapak grahita memperlihatkan beberapa foto perjuangan pegawai lapangan PLN.

listrik-pln130509b-572067e32f7a619f06b2e695.jpg
listrik-pln130509b-572067e32f7a619f06b2e695.jpg
Perjuangan PLN di dekat arus bertega 40.000 megawatt (Sumber : PLN)

img-20160425-141449-1461740818-114-121-134-214-57206860ec96732505ee06ec.jpg
img-20160425-141449-1461740818-114-121-134-214-57206860ec96732505ee06ec.jpg
Pegawai PLN menerjang Bencana Merapi (Sumber : PLN)

Mereka harus menjadi orang pertama di suatu daerah pasca bencana untuk memulihkan listrik yang padam. Jika listrik tidak cepat mengalir tentu akan berdampak kepada semua sektor seperti sektor kesehatan, perbankan pemerintahan dll. Meskipun masih ada potensi bencana susulan seperti gempa atau letusan gunung. Mereka tetap menembus tantangan itu demi memberi pasokan listrik ke masyarakat pasca bencana.

Para pegawai PLN juga harus bercengkrama dengan aliran tegangan tinggi sekitar 40.000 mega watt. Sedikit saja ceroboh melakukan pekerjaan. Dengan sekejap listrik itu akan menghanguskan badan mereka. Ketinggian tower SUTET (Saluran Tegangan Ekstra Tinggi) 70 sampai 80 meter. Para pegawai PLN rela bertaruh nyawa di ketinggian untuk memberi aliran listrik bagi masyarakat. 

Perjuangan pegawai lapangan PLN ini baru saya sadari ketika mendengarkan Bapak Grahita mempresentasikan check poinhasil magangnya. Sebelumnya saya hanya bisa mengeluh bahkan menghujat ketika aliran listrik mati.  Ternyata mereka sudah berusaha keras untuk mewujudkan Indonesia menyala. Memang bukan sesuatu yang mudah untuk mengakomodir aliran listrik seantero negeri dengan penduduk 230.000.000 jiwa. Perlu proses dan kerja keras untuk mewujudkan Indonesia menyala. Masyarakat juga tidak lantas berdiam diri. Kita juga bisa turut andil dalam mendukung program PLN apapun kemampuan kita. Bisa lewat tulisan atau hidup hemat listrik.   

Jika anda dulu sering mengeluh sama seperti saya. Sekarang lihat perbandingan listrik menyala dan listrik mati. Jika dibandingkan dalam satu bulan mungkin hanya satu jam listrik padam. Tetapi saya lebih melihat satu jam pemadaman sebagai suatu masalah besar yang dilakukan oleh PLN dibandingkan listrik menyala selama satu bulan itu. Kita tidak memandang listrik menyala setiap hari adalah berkat kerja keras dari PLN. Sungguh peliklah pikiran saya karena hanya memandang titik hitam kecil diantara warna putih di sekeliling yang mendominasi.

ldld-572068df307a61f806388da4.jpg
ldld-572068df307a61f806388da4.jpg
Emmilia Tobing Pemenang Akademi Menulis PLN 

Acara ditutup dengan pengumuman pemenang peserta akademi menulis PLN terbaik. Jawara akademi menulis PLN jatuh kepada mbak Emmilia Tobing yang juga presentator di ruangan Diponegoro. Pulang dari acara coverage akademi menulis PLN. Saya lebih instropeksi diri. Bahwa PLN tidak berdiam diri dan terus bekerja keras all out dalam melayani masyarakat. Para peserta akademi menulis akan terus memantapkan karya tulis dan memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menyampaikan berita positif di regional PLN masing-masing. Kemajuan Humas PLN tentu menjadi bekal berharga untuk membina hubungan yang humanis dengan masyarakat melalui karya artikel, video dan foto. Dengan konten yang persuasif yang telah dipelajari selama magang bersama kompasiana. Diharapkan komunikasi bisa berjalan lebih efektif kepada masyarakat.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun