Usai pembukaan kita diarahkan ke tiga kelompok yang sudah terbentuk. Tiga ruangan sudah disediakan untuk mendengarkan presentasi para akademi menulis PLN. Antara lain adalah ruangan Teuku Umar, Imam Bonjol dan Diponegoro. Kebetulan saya bersama dengan 5 kompasianer lain menempati di ruangan Diponegoro. Suasana saya rasakan berubah menjadi agak tegang. Bagaimana tidak?? Para akademi menulis ini akan mempresentasikan hasil mereka belajar selama lima hari di kompasiana. Saya merasa bagaikan sidang skripsi mahasiswa dengan beberapa dosen penguji, proyektor, meja dan laptop yang tersusun. Ternyata setelah memasuki presentator pertama anggapan yang semula tegang berubah menjadi enjoy. Para presentator terlihat senang dengan apa yang mereka kerjakan. Presentasi juga bersifat check poin dari hasil akademi menulis yang sudah dilaksanakan oleh pemagang. Mungkin memang perasaan saya yang tegang karena ingin menghadapi sidang tugas akhir.
Saya dibuat takjub dengan kemampuan para akademi menulis. Dalam lima hari mereka bisa menghasilkan total 5 karya berupa artikel, video dan foto. Sudut pandang yang mereka ambil juga tidak biasa. Seperti judul “Masak Sih, Masak Nasi Cuma 500.” Judul artikel ini dibuat oleh bapak Rakhdamsayah dari PLN sektor pembangkit Medan Sumatera Utara. Beliau menceritakan bahwa untuk memasak nasi dengan menggunakan rice cooker. Hanya memerlukan listrik dengan biaya 500 perak. Sebuah hal yang tidak kita hitung dan sadari selama ini. Berhasil diangkat menjadi suatu berita yang informatif.
Beliau juga membuat sebuah video di pasar buah Palmerah. Video yang menunjukkan penjual buah tetap menggunakan lampu penerang di siang hari bolong. Mereka menggunakan sekitar 30 lampu dengan kekuatan daya total adalah sekitar 2000 watt. Judulnya pun kece badai “Kios buah berkekuatan 2000 watt.” Sungguh apresiasi tersendiri untuk bapak Rakhdamsyah yang notabene tidak memiliki background komunikasi atau ilmu menulis. Sebelumnya beliau adalah lulusan teknik listrik. Akan tetapi dengan keinginan tinggi dan terus belajar. Dia berhasil mengemas artikel, foto dan video bernilai jurnalis.
Sembari melihat peserta akademi menulis PLN mempresentasikan hasil magangnya. Sesekali saya ketikkan jari jemari ini untuk live report melalui twitter. Selain karena ada live twit competition. Saya ingin memberikan efek viral ke masyarakat luas tentang kegiatan akademi menulis PLN. Dengan begitu masyarakat turut merasakan secara langsung kegiatan yang saya ikuti melalui timeline twitter saya.
Presentasi selanjutnya adalah mbak Emmilia Tobing peserta akademi menulis yang berasal dari PLN Sumatera Barat. Dia sudah memiliki backgroundkomunikasi. Beliau menceritakan artikel berjudul “Kenikmatan di dalam pasar itu bernama salon”. Sebuah artikel yang menceritakan sebuah rasa penasaran penulis terhadap salon di dalam pasar Palmerah. Ternyata diantara beberapa salon yang berada di dalam di pasar Palmerah. Ada salon yang menyediakan kamar tidur lengkap dengan gorden dan penjaga yang berpakaian sedikit terbuka. Tentu hal ini menjadi sebuah tanda tanya besar. Ada apakah dalam salon itu??? tulisan karya mbak Emilia Tobing ini berhasil memancing rasa penasaran saya sebagai kaum hawa.
Selain beberapa karya yang mereka presentasikan. Analisis dan ilmu yang didapat selama magang juga turut dipaparkan. Peta konsep menulis, teknik membuat judul, teknik pengambilan gambar adalah segelintir ilmu yang sudah mereka kuasai selama mengikuti akademi menulis di kompasiana. Mereka juga menyampaikan testimoni menggunakan kompasiana sebagai wadah untuk menulis. Beberapa kali saya pun ikut memberikan tanggapan atas presentasi mereka. Para peserta akademi menulis kompasiana lebih memahami secara teoritis trik dan tips untuk menuliskan artikel. Saya pun turut belajar dari karya para pemagang itu
“Semua materi dan ilmu yang telah diberikan kepada para akademi menulis PLN selama 5 hari. Benar-benar dikuasai dan langsung diimplementasikan dalam bentuk karya. Semua itu di luar ekspektasi.” kata Pepih Nugraha menanggapi para presentator. Selain kang Pepih juga turut hadir di ruangan Diponegoro bapak Adhyatmika mentor video dan foto konten.
Namun yang membuat saya terpukul dan merasa sangat berdosa adalah presentasi dari Bapak Grahita yang berasal dari PLN Jepara. Sajian materi presentasi yang dia suguhkan sungguh memukul telak hati saya yang selama ini sering menyalahkan PLN ketika ada mati lampu atau pemadaman bergilir. Bahkan saya juga sering menemukan sebuah meme-meme yang sifatnya kasar dan makian untuk PLN. Bapak grahita memperlihatkan beberapa foto perjuangan pegawai lapangan PLN.