"Pemerintah, dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata [BJP] [yang berkuasa di bawah Presiden Narendra Modi], memperkuat kebijakan nasionalis yang diskriminatif, melanggengkan retorika kebencian dan gagal mengatasi kekerasan komunal," situs berita Voice of America (VOA) melaporkan mengutip laporan dari USCIRF.
Dikatakan bahwa kekerasan ini "secara tidak proporsional" menimpa umat Islam, Kristen, Sikh, Dalit, Yahudi dan Adivasi, atau masyarakat adat.
IMF mengecam laporan tersebut dalam sebuah tweet.
"Yayasan Minoritas India mengecam keras laporan kebebasan beragama internasional yang dikeluarkan USCIRF. Upaya USCIRF untuk mencap India setara dengan rezim otoriter seperti Afghanistan, Kuba, Korea Utara, Rusia dan China mengabaikan kerangka demokrasi India, masyarakat sipil yang aktif dan sejarah pluralistik. Kesalahan karakterisasi ini melemahkan kredibilitas dan pemahaman USCIRF mengenai lanskap kebebasan beragama di India," tulis Yayasan Minoritas India di X.
Jaiswal mengatakan bahwa badan AS tersebut tidak memahami budaya India yang beragam dan pluralistik.
"Kami benar-benar tidak berharap bahwa USCIRF akan berusaha memahami etos India yang beragam, pluralistik dan demokratis. Upaya mereka untuk ikut campur dalam pelaksanaan pemilu terbesar di dunia tidak akan pernah berhasil," ungkap Jaiswal.
Perselisihan diplomatik saat ini terjadi di tengah dialog strategis yang sedang berlangsung antara India dan Amerika, yang berfokus pada keamanan regional, kerja sama ekonomi dan nilai-nilai demokrasi bersama. Meski mendapat kritik, kedua negara terus terlibat dalam dialog diplomatik untuk mengatasi perbedaan dan meningkatkan hubungan bilateral.
Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H