"Afghanistan harus belajar dari pengalaman Zambia dan menghindari terjerat dalam hutang yang tidak berkelanjutan yang dapat membahayakan kedaulatan dan pembangunan jangka panjangnya," tulis Hamid di Afghan Diaspora Network.
China terkenal melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kasus yang sama terjadi pada Taliban.
"Keduanya adalah rezim otoriter yang tidak peduli terhadap hak-hak rakyat. Komunitas internasional telah mendorong Taliban mengenai masalah hak-hak perempuan dan hak-hak minoritas di Afghanistan. China adalah pihak yang paling tidak merasa terganggu dalam hal ini dan sebaliknya secara diam-diam mendukung eksploitasi terhadap rakyat Afghanistan karena hal tersebut demi kepentingan mereka sendiri. Namun, komunitas internasional harus memastikan bahwa setiap aliansi antara China dan Taliban mematuhi standar internasional, dengan mengutamakan hak asasi manusia dan kesejahteraan rakyat Afghanistan," kata Hamid.
Sumber daya Afghanistan harus dimanfaatkan demi kepentingan rakyatnya, mendorong pembangunan berkelanjutan dan kemakmuran jangka panjang. Negara ini tidak boleh dibiarkan dijarah oleh rezim otoriter lain seperti yang terjadi di Afrika selama dekade terakhir dengan dalih proyek Belt and Road Initiative (BRI).
Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H