"Meninggalkan agama adalah hal pertama yang harus dilakukan di kamp-kamp ini," kata Omer.
Komunis China telah bertujuan untuk menghilangkan Islam, identitas etnis dan budaya atau Muslim Uyghur di Xinjiang.
Tahun lalu, Pengadilan Uyghur yang tidak resmi namun independen di London telah memutuskan kekejaman China sebagai "genosida". Amerika Serikat dan parlemen dari banyak negara juga menyebut tindakan kejam China terhadap Muslim Uyghur sebagai genosida dan mengutuk mereka.
Namun sayangnya, faktanya banyak negara, termasuk negara mayoritas Muslim, bungkam atau mendukung aksi China di Xinjiang.
"Kurangnya tanggapan dari dunia Muslim telah menurunkan moral bagi Uyghur. Kepemimpinan banyak negara mayoritas Muslim telah diam, sementara yang lain secara vokal menyetujui tindakan pemerintah China," ujar Omer.
China, ekonomi terbesar kedua di dunia, telah menggunakan tekanan keuangan dan diplomatik yang berat pada negara-negara mayoritas Muslim untuk memastikan bahwa mereka tetap diam atau mendukungnya di berbagai forum internasional.
"Banyak negara Muslim tetap diam. Secara ekonomi, berhutang budi kepada China dan mengikuti strategi politik Islam China, beberapa negara Muslim di Asia Selatan seperti Pakistan dan Bangladesh telah menutup mata terhadap kekejaman terhadap Muslim di Xinjiang," ungkap Ayjzaj.
Yang memalukan, menurut Ayjaz, banyak negara berpenduduk mayoritas Muslim menahan pengungsi Uyghur dan memulangkan mereka ke China, membahayakan nyawa mereka.
"Sejak 2017, 682 orang Uyghur telah ditahan di Mesir, Indonesia, Kazakhstan, Kirgistan, Pakistan, Qatar, Rusia, Arab Saudi, Suriah, Tajikistan, Thailand, Turki, Uni Emirat Arab dan Uzbekistan," ujar Ayjaz.
Harus dicatat bahwa banyak negara mayoritas Muslim diperintah oleh rezim otoritatif. Mereka paling nyaman dengan Komunis China yang otoriter. Mereka tidak suka media barat yang vokal, demokrasi dan HAM.
China membantah tuduhan pelanggaran HAM berat di Xinjiang.