Dengan pandangan yang serupa, Ayjaz, yang belajar di Xinjiang selama satu tahun, mengecam China atas diskriminasinya terhadap Muslim Uyghur di Xinjiang.
"Namaz [sholat] adalah kegiatan keagamaan ilegal di sana. Mengenakan jilbab atau pakaian Islami dilarang," ungkap Ayjaz.
Tidak hanya itu, Muslim Uyghur, menurut Omer, dilarang untuk memberikan nama Islami seperti Muhammad dan Fatima kepada anak-anaknya.
Menurut Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI), sejak tahun 2017, 16,000 masjid telah dihancurkan sebagian atau seluruhnya di Xinjiang.
Menyelenggarakan upacara keagamaan untuk kematian ayah sendiri juga bisa menjadi kejahatan serius di China.
"Rehena Gul telah dijatuhi hukuman 17 tahun [penjara] karena menjalankan ritual keagamaan setelah kematian ayahnya dan memiliki beberapa buku agama," ujar Omer.
Bahkan ekspresi paling mendasar dari sentimen keagamaan telah dilarang, termasuk: menumbuhkan jenggot panjang, berbagi atau menerima pesan keagamaan secara online dan mengajarkan anak-anak di bawah 18 tahun tentang agama.
Lebih dari 1,000 Imam Uyghur dan tokoh agama terkemuka ditahan atau dipenjara.
Ada juga kampanye yang ditargetkan di mana 312 intelektual Uyghur terkenal ditangkap atau dihilangkan.
"Ini, tentu saja, hanya puncak gunung es. Jumlah sebenarnya jauh, jauh lebih tinggi," jelas Omer.
Ratusan ribu anak-anak Uyghur, kata Omer, telah diambil dari keluarga mereka dan dimasukkan ke dalam fasilitas yang dikelola oleh negara, di mana mereka menjadi sasaran indoktrinasi politik pada usia dini. Mereka dilarang untuk berbicara dalam bahasa mereka sendiri dan mereka tidak pernah melihat keluarga atau kerabat mereka lagi.