Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Rakyat Afghanistan Lebih Menderita di Bawah Rezim Taliban, KTT Luar Biasa OKI Terlalu Terlambat

25 Desember 2021   21:23 Diperbarui: 28 Desember 2021   04:22 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Menteri Luar Negeri OKI berpose di Islamabad pada tanggal 19 Desember 2021. Sumber: Organisation of Islamic Cooperation (OIC)

Oleh Veeramalla Anjaiah

Selama empat bulan terakhir sejak kelompok teror Taliban mengambil alih Afghanistan, Taliban telah gagal memenuhi janjinya sendiri tentang pemerintahan yang inklusif, menghormati hak asasi manusia, terutama hak perempuan dan minoritas. Tidak ada uang tunai, layanan publik, perdamaian, keamanan dan stabilitas.

Yang ada hanya teror, baik dari pemerintah maupun Islamic State-Khorasan (IS-K), ketakutan, kelaparan, kekeringan, penyakit, kekurangan gizi, musim dingin yang berat dan lebih banyak lagi penderitaan di Afghanistan.

Menurut Program Pangan Dunia (WFP), 22.8 juta orang atau lebih dari 60 persen dari total populasi menghadapi kekurangan pangan yang akut. Sekitar 3.2 juta anak dan 700,000 wanita, termasuk ibu hamil, berisiko kekurangan gizi.

Indonesia adalah negara pertama di dunia yang mengangkat situasi kemanusiaan yang parah di Afghanistan di sela-sela Konferensi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-76 pada bulan September lalu.

Indonesia kembali mengangkat isu yang sama pada KTT Luar Biasa G-20 tentang Afghanistan yang digagas oleh Italia, Oktober lalu. Indonesia menyumbangkan hampir AS$3 juta untuk rakyat Afghanistan.

Atas inisiatif Arab Saudi, Ketua KTT Islam saat ini, Organisasi Kerjasama Islam (OKI,) yang memiliki 57 anggota, menyelenggarakan KTT Luar Biasa Dewan Menteri Luar Negeri ke-17 nya di Islamabad, Pakistan, pada tanggal 19 Desember untuk membahas tentang situasi kemanusiaan yang parah di Afghanistan.

Meski digelar di Pakistan, KTT Luar Biasa OKI bukanlah inisiatif Pakistan. Anehnya, Pakistan mengklaim bahwa menjadi tuan rumah KTT OKI di Islamabad merupakan kemenangan besar bagi diplomasi Pakistan. Ia mengklaim bahwa ia mampu mengumpulkan dunia Muslim untuk tujuan Afghanistan. 

Pada dasarnya pertemuan tersebut merupakan upaya untuk mencari sumbangan bagi masyarakat Afghanistan yang kurang beruntung, yang menjadi korban Taliban dan sponsor utamanya Pakistan. Bukannya komunitas internasional, termasuk dunia Muslim, tidak mau membantu warga Afghanistan. Tidak ada negara yang mengakui pemerintahan sementara Taliban saat ini. 

Karena Taliban adalah kelompok teror, OKI, AS, Uni Eropa dan PBB ingin membuat mekanisme alternatif untuk membantu rakyat Afghanistan.

Hasil pertemuan tersebut adalah resolusi tentang situasi kemanusiaan di Afghanistan dan Deklarasi Islamabad tentang masalah Palestina.

OKI telah sepakat untuk menugaskan Islamic Development Bank (IDB) untuk membentuk dana perwalian khusus (special trust fund) tahun depan. OKI dan negara-negara lain akan menyumbangkan dana ini dan menyalurkan bantuan kemanusiaan melalui badan-badan PBB bukan melalui pemerintah Taliban.

OKI juga memutuskan untuk menunjuk Tariq Ali Bakheet, Asisten Sekretaris Jenderal OKI untuk Urusan Kemanusiaan, Kebudayaan dan Keluarga, sebagai utusan khusus OKI untuk Afghanistan. Bakheet akan didukung oleh sekretariat dan Kantor OKI di Afghanistan untuk mengoordinasikan bantuan dan upaya bantuan.

Banyak orang yang mengatakan bahwa KTT OKI sudah terlambat dan tidak ada yang menjanjikan uang untuk bantuan kemanusiaan pada KTT di Islamabad. OKI, yang dikendalikan oleh Arab Saudi, terkenal atas kelambanannya dalam banyak masalah umat seperti Palestina, Rohingya, Uigher, Suriah, Libya, Irak, Yaman dan Somalia.

Hanya 20 menteri luar negeri (dari 57) dan perwakilan dari 17 anggota lainnya yang menghadiri pertemuan tersebut. Menteri Luar Negeri interim Afganistan Amir Khan Muttaqi hadir pada pertemuan tersebut tetapi ia dikeluarkan dari foto grup para menteri luar negeri OKI.

Ada kemunduran besar bagi Pakistan selama KTT OKI. Semua menteri luar negeri dari lima negara Asia Tengah, termasuk tiga tetangga Afghanistan, memutuskan untuk menghadiri pertemuan ke-3 Dialog India-Asia Tengah di New Delhi dari tanggal 18-20 Desember daripada menghadiri pertemuan OKI di Islamabad pada 19 Desember.

Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, Kyrygistan dan Kazakhstan adalah anggota OKI, yang mengirim pejabat tingkat bawah ke Islamabad untuk menghadiri pertemuan OKI.

Sejak awal, Pakistan berusaha sangat keras untuk menarik perhatian OKI terhadap masalah Kashmir dan mendapatkan dukungan dari umat dalam pertemuan tersebut. Hanya Perdana Menteri Pakistan Imran Khan dan Menteri Luar Negeri Shah Mehmood Qureshi yang menyebutkan masalah Kashmir dalam pidato mereka.

India, yang bukan anggota OKI, memiliki lebih dari 200 juta warga Muslim.

Perdana Menteri Imran mengatakan bahwa akan menjadi krisis besar buatan manusia di Afghanistan jika tidak ada tindakan yang diambil.

"Jika dunia tidak bertindak, ini akan menjadi krisis buatan manusia terbesar yang sedang berlangsung di depan kita," kata Imran.

Tapi pertanyaan dasarnya adalah siapa yang menciptakan kekacauan ini di Afghanistan? Banyak orang Afghanistan menyalahkan Pakistan atas masalah mereka. Orang Inggris lah yang membagi Pashtun dan Afghanistan dengan menciptakan apa yang disebut sebagai perbatasan Garis Durand sepanjang 2,670 kilometer antara India Britania dan Afghanistan. India Britania dibagi menjadi India dan Pakistan pada tahun 1947.

Afghanistan tidak pernah mengakui, termasuk Taliban, Garis Durand sebagai perbatasan antara Pakistan dan Afghanistan. 

Pakistan menciptakan Mujahidin dengan bantuan AS dan Arab Saudi pada tahun 1980-an untuk berperang melawan pasukan Soviet di Afghanistan. Ini adalah awal dari penderitaan rakyat Afghanistan. Pakistan mendatangkan teroris dari seluruh dunia dan menyediakan senjata bernilai miliaran dolar dari AS kepada Mujahidin. Konflik ini menyebabkan terciptanya jutaan pengungsi Afghanistan, yang saat ini tinggal di Pakistan dan Iran. 

Setelah Soviet pergi pada tahun 1989, Pakistan menciptakan Taliban dan membantunya merebut kekuasaan di Afghanistan di tahun 1996. Taliban, boneka Pakistan dan organisasi keagamaan yang sangat berbahaya, mengubah Afghanistan menjadi pusat terorisme global dan neraka nyata bagi rakyat Afghanistan. Banyak radikal Indonesia menerima pelatihan militer dan pembuatan bom antara tahun 1996 dan 2001. Al-Qaeda menjadikan Afghanistan sebagai markas globalnya dan meluncurkan serangan 11 September. 

Pada tahun 2001, AS menginvasi Afghanistan dan menyingkirkan Taliban dari kekuasaan. Selama 20 tahun terakhir, Pakistan menyediakan tempat berlindung yang aman bagi para pemimpin Taliban, senjata, uang dan pelatihan kepada Taliban untuk memerangi pasukan Amerika dan sekutunya di Afghanistan.

Setelah penarikan pasukan internasional dari Afghanistan pada bulan Agustus lalu, Taliban menduduki Afghanistan dengan paksa. Taliban tidak memiliki legitimasi di Afghanistan. Karena ideologinya yang keras dan aturannya yang kejam, banyak orang Afghanistan ingin melarikan diri dari Afghanistan.

Pakistan mendukung penuh Taliban dan ideologi ekstremisnya, yang bertentangan dengan ajaran Islam. IS-K menganggap Taliban sebagai kafir dan mencoba membunuh pejuang Taliban sebanyak mungkin.

Imran mencoba untuk membela perlakuan buruk terhadap perempuan oleh rezim Taliban di KTT OKI, yang menempatkannya di situasi yang sulit.

Imran mendesak kehati-hatian dalam menghubungkan pengakuan pemerintah baru dengan cita-cita hak asasi manusia Barat.

"Setiap negara itu berbeda [...] ide setiap masyarakat tentang hak asasi manusia itu berbeda," ungkapnya dalam pidatonya.

Demikian pula pendidikan perempuan, menurut Imran, tidak penting dalam budaya Pashtun di Afghanistan dan "dunia harus menghormati" itu. Taliban dan para pemimpinnya, yang belajar di sekolah agama Deobandi Pakistan, melarang pendidikan anak perempuan dan mengatakan bahwa perempuan tidak boleh bekerja dan tinggal di rumah untuk merawat anak-anak. Mereka melarang musik, bioskop dan bahkan olahraga wanita. Pria harus menumbuhkan janggut.

Banyak orang Afghanistan mengkritik Imran di media sosial atas komentarnya. Ribuan keluarga Afghanistan, termasuk keluarga Pashtun, lebih memilih untuk menyekolahkan anak perempuan mereka ke sekolah dan perguruan tinggi. Wanita Afghanistan belajar dan mengajar jauh sebelum Pakistan terbentuk. Bahkan ada yang berpendapat bahwa Universitas Kabul didirikan pada tahun 1932 sedangkan Pakistan baru muncul sebagai negara pada bulan Agustus 1947.

Kritik terkeras datang dari mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai.

"Pernyataan Imran Khan menghasut dan tidak sopan," kata Karzai.

Selain itu, Karzai menyarankan agar Imran berhenti mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan, lapor Khaama Press. 

Ada begitu banyak demonstrasi anti-Pakistan di depan kedutaan Pakistan di Kabul pada bulan Agustus dan September.

Dalam KTT OKI, Sekjen OKI Hissein Ibrahim Taha menyerukan kepada semua pihak Afghanistan untuk bekerja demi memajukan kepentingan rakyat Afghanistan, melindungi kehidupan, meninggalkan kekerasan dan membangun perdamaian abadi, guna memenuhi aspirasi dan harapan masyarakat Afghanistan atas stabilitas, kehidupan yang layak dan kemakmuran.

Terlebih lagi, Afghanistan saat ini juga sedang mengalami kekeringan yang berkepanjangan, musim dingin yang keras dan rezim brutal.

Keluarga Afghanistan sama sekali tidak memiliki uang tunai untuk membeli kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan bahan bakar, karena harga-harga yang melonjak. Biaya bahan bakar naik sekitar 40 persen, dan sebagian besar keluarga menghabiskan 80 persen uang mereka hanya untuk membeli makanan.

"Kemiskinan universal bisa mencapai 97 persen dari populasi Afghanistan. Ini bisa menjadi tonggak suram berikutnya," ujar Martin Griffiths, wakil sekretaris PBB untuk urusan kemanusiaan dan koordinator bantuan darurat, pada KTT OKI. 

"Dalam setahun, 30 persen dari PDB Afghanistan [produk domestik bruto] bisa hilang total, sementara pengangguran laki-laki bisa berlipat ganda menjadi 29 persen."

Tahun depan PBB akan meminta bantuan sebesar $4.5 miliar untuk Afghanistan --- ini merupakan permintaan bantuan kemanusiaan terbesar, katanya.

Pakistan memiliki kepentingan sendiri di Afghanistan. Mereka memiliki proksi di Afghanistan. KTT darurat OKI akan diadakan di Indonesia, ketua G20 saat ini, dan hasilnya akan jauh berbeda.

Namun Indonesia, rumah bagi populasi Muslim terbesar di dunia, menyambut baik KTT OKI.

"OKI memiliki tanggung jawab moral dan mengambil langkah nyata untuk membantu rakyat Afghanistan," jelas Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam keterangan pers, Senin, seusai menghadiri pertemuan tersebut.

Retno menyerukan roadmap untuk memastikan komitmen Taliban terhadap pemerintahan yang inklusif, penghormatan terhadap hak asasi manusia termasuk perempuan dan anak perempuan, dan tidak menjadikan Afghanistan sebagai tempat berkembang biaknya terorisme.

Menlu RI Retno LP Marsudi bertemu dengan Menlu (Aktif) Afghanistan Amir Khan Muttaqi di Islamabad. | Sumber: Twitter Kemenlu RI
Menlu RI Retno LP Marsudi bertemu dengan Menlu (Aktif) Afghanistan Amir Khan Muttaqi di Islamabad. | Sumber: Twitter Kemenlu RI

Retno juga telah bertemu dengan menteri luar negeri Pakistan, Arab Saudi, Turki, Azerbaijan dan Afghanistan serta perwakilan AS dan Jerman di Islamabad.

OKI, menurut Retno, bisa menjadi jembatan bagi negara-negara donor.

"Roadmap bantuan kemanusiaan dan penyaluran bantuan keuangan dapat didiskusikan dengan para donatur di berbagai forum terkait. [...] Sekali lagi saya tekankan bahwa ... hal ini sangat penting bagi Afghanistan yang damai, stabil dan sejahtera," papar Retno.

Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Thomas West juga menyambut baik upaya dan komitmen OKI untuk bekerja sama dengan badan-badan PBB.

"AS menyambut hangat peran dan kontribusi OKI," kata West, yang menghadiri pertemuan OKI.

Mudah-mudahan, komunitas internasional akan menemukan cara untuk mengesampingkan Taliban dan mendistribusikan bantuan kemanusiaan yang mendesak kepada rakyat Afghanistan.

Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun