Pekerja di perkebunan pisang bisa menghasilkan sekitar AS$100-$200 per bulan. Perusahaan China baru-baru ini mengambil alih sebagian besar perkebunan pisang di provinsi provinsi di bagian utara, tengah dan selatan dan mempekerjakan penduduk desa setempat untuk bekerja di perkebunan.Â
Sebagian besar perusahaan China yang beroperasi di pedesaan Laos bertindak serakah. Mereka hanya menginginkan keuntungan yang cepat. Laos mengekspor pisang ke China dan Thailand.
Menurut surat kabar Vientiane Times, Laos mengekspor pisang senilai $200 juta selama sembilan bulan pertama di tahun 2021.Â
Perusahaan-perusahan China memiliki reputasi buruk di Laos karena membayar upah pekerja dengan sangat terlambat. Mereka juga menggunakan bahan kimia berbahaya dan terlarang demi panen cepat. Mereka memberlakukan jam kerja yang keras dan membatasi pergerakan pekerja karena pandemi COVID-19.
Pekerja miskin terpapar bahan kimia beracun yang berbahaya dan mereka tidak diizinkan keluar dari perkebunan mereka bahkan untuk membeli makanan dan barang-barang penting lainnya. Mereka terpaksa membeli makanan dengan harga tinggi dari toko-toko yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan China.
Suatu misteri besar mengapa perusahaan-perusahaan ini dapat mengimpor bahan kimia dan pupuk terlarang dari China. Bahan kimia beracun ini menghancurkan atau merusak kesuburan tanah dalam jangka panjang.
Beberapa pekerja mengatakan kepada RFA bahwa lebih dari 500 pekerja telah berhenti dari pekerjaan mereka di sebuah perkebunan pisang yang dikelola oleh China di Laos tengah karena pembatasan virus corona yang berat, keterlambatan pembayaran dan paparan bahan kimia berbahaya.
Nama perusahaan tersebut, menurut RFA, adalah VS Company dan perkebunannya terletak di provinsi Borikhamxay.
Anehnya, para pekerja ini sudah lama mengadukan keluhannya kepada pemerintah dan tidak ada tindakan.
"Selama beberapa bulan terakhir, kami berada di bawah aturan yang sangat ketat. Banyak dari kami tidak bisa hidup seperti itu. Itulah mengapa begitu banyak orang berhenti," kata seorang pekerja yang keluar dari pekerjaannya pada bulan September kepada RFA baru-baru ini.
"Tidak seperti tahun lalu," katanya. "Tahun ini, kami tidak bisa keluar dan membeli makanan. Ini sulit. Pemilik perkebunan tidak mengizinkan kami untuk keluar."