"Saya mengutuk penggunaan kekerasan mematikan di Myanmar," Sekretaris Jenderal PBB Antnio Guterres mengatakan dalam sebuah posting di akun Twitter resminya baru-baru ini. Â
"Penggunaan kekuatan mematikan, intimidasi & pelecehan terhadap demonstran damai tidak dapat diterima. Setiap orang memiliki hak untuk berkumpul secara damai. Saya meminta semua pihak untuk menghormati hasil pemilu dan kembali ke pemerintahan sipil."
Menyuarakan pandangan serupa Singapura, investor asing terbesar di Myanmar, mengatakan bahwa penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa yang tidak bersenjata tidak bisa dimaafkan.
"Kami kecewa dengan laporan korban sipil setelah penggunaan kekuatan mematikan oleh pasukan keamanan terhadap demonstran di Myanmar," kata Kementerian Luar Negeri Singapura dalam sebuah pernyataan baru-baru ini.
"Penggunaan senjata mematikan terhadap warga sipil tak bersenjata tidak bisa dimaafkan. Kami sangat mendesak pasukan keamanan untuk menahan diri sepenuhnya untuk menghindari cedera lebih lanjut dan hilangnya nyawa, dan segera mengambil langkah-langkah untuk mengurangi situasi dan memulihkan ketenangan."
Sementara itu, Indonesia, pemimpin de facto ASEAN, telah menyatakan keprihatinannya yang serius terhadap situasi terkini di Myanmar. Indonesia telah bekerja secara aktif untuk mengadakan pertemuan menteri luar negeri atau KTT ASEAN informal untuk membahas situasi terbaru di Myanmar.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi telah bertemu dengan para menteri luar negeri dari Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura untuk membahas situasi terbaru Myanmar. Ia akan segera bertemu dengan menteri luar negeri negara-negara ASEAN lainnya.
"Sebagai sebuah keluarga, sebuah keluarga ASEAN, merupakan tanggung jawab seluruh anggota ASEAN untuk menghormati apa yang tertuang dalam Piagam ASEAN. Pasal 1 (7) dari Piagam ASEAN berbunyi, 'Untuk memperkuat demokrasi, meningkatkan tata pemerintahan yang baik dan supremasi hukum, serta untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan dasar,'' kata Retno baru-baru ini.
Indonesia yang semakin bergantung pada China harus mewaspadai kepentingan geostrategis China. Seharusnya tidak jatuh ke dalam perangkap utang China seperti Sri Lanka, Pakistan dan Kamboja.
Saatnya telah tiba bagi ASEAN untuk bersatu dan mendukung perjuangan sejati Myanmar untuk demokrasi dan kebebasan. Negara-negara ASEAN melakukan upaya untuk menekan dan meyakinkan junta militer Myanmar untuk menghormati hasil pemilu 2020 dan memulihkan demokrasi. Myanmar akan kembali ke jalur ledakan ekonomi (economic boom) dan kemakmuran seperti dalam dekade terakhir.
Oleh Veeramalla Anjaiah
Penulis adalah jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.