Analisis Teori Kebutuhan Maslow Hijabers TitTok: Menelaah Komentar Negatif Terhadap Pemanfaatan Tren Hijab Dalam Meningkatkan Eksistensi Diri
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan teknologi dan konsumsi media sosial yang besar dalam era global ini, terdapat pula beberapa persepsi yang tersebar di masyarakat luas mengenai media social. Bahwa media sosial dapat memberikan feedback terbuka, memberi komentar, dan berbagi informasi secara cepat dan skala waktu yang tak terbatas.
(Noviyanti, 2020) Oleh sebab itu media sosial menjadi hal terpenting dan sudah menjadi kebutuhan primer dalam hidup manusia karena sudah jelas bahwa kebutuhan primer setiap mahluk sosial adalah interaksi antarmanusia yang sering didapatkan dalam media sosial (Deriyanto & Qorib, 2018).
Beberapa media sosial seperti Instagram, twitter, dan TikTok menjadi konsumsi utama masyarakat sebagai ruang terbuka menghibur diri, berkarya, dan berbagi informasi.(Schroeder et al., 2020).Â
Sehingga, fokus bahasan dari penelitian ini yaitu media sosial TikTok. TikTok merupakan media sosial yang berbasis berbagi Video Music yang dibuat dengan kreatifitas masing -- masing creator/Indvidu dengan berbagai konten seperti media informasi berita (pers), Hiburan(Tarian pendek, music, dan komedi), Media Pembelajaran, dan pengembangan soft skill lain (Malihah, 2019). Adapun fakta yang didapatkan dalam jenjang 2018 -- 2019 bahwa TikTok mendapatkan pengunduhan sebanyak 47,8 juta kali (Aji & Setiyadi, 2020).
Dalam pandangan yang sudah diuraikan diatas bahwa dampak media sosial  TikTok terhadap masyarakat sangatlah besar dilihat dari segi individu, sosial, pendidikan, dan teknologi. Jika ditinjau dari segi manfaatnya, TikTok berguna untuk membangun personal branding bagi diri seseorang. Sementara jika ditinjau dalam perspektif internasional maupun nasional juga sangat bermanfaat.Â
Seperti mendekatkan hal yang jauh menjadi dekat, menjadi media untuk menyampaikan pesan, karya, ataupun berita. (Bulele & Wibowo, 2020)
Munculnya fenomena sosial perempuan berhijab ditinjau dari modernisasi seiring berkembangnya budaya hijab bukan hanya sebatas kewajiban, melainkan mempunyai pemaknaan lain seperti fashionable (Istiani, 2015). Ketidaktahuan serta edukasi masyarakat tentang etika menggunakan sosial media menjadikan tabiat-tabiat buruk itu semakin banyak ditemukan di TikTok.Â
Para netizen yang menggunakan akun anonym, dengan leluasa melecehkan, menjatuhkan, serta menghina orang sampai pada batas norma yang ada di masyarakat.Â
Para pembuat konten juga turut serta meramaikan komentar-komentar sexual dan menghina. Mereka justru bangga dikomentari meskipun komentar tersebut merupakan pelecahan. Pembuat konten ini tidak sadar jika dirinya sedang dilecehkan. Justru mereka memanfaatkan kesempatan itu dengan semakin banyak membuat konten-konten dengan adegan seperti sebelumnya.Â
Ketika konten sejenis tersebut semakin dibiarkan, tentu saja hal itu akan berdampak pada budaya menggunakan media sosial yang semakin tidak etis dan bermoral. Semakin merajalelanya kejadian pelecehan seksual di sekitar kita dapat diiakibatkan hanya karena sebuah konten di TikTok.
Jika ditelaah lebih lanjut dalam teori kebutuhan Maslow, merujuk terhadap kebutuhan paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis manusia seperti, kebutuhan akan rasa aman dan nyaman, kebutuhan kasih sayang, penghargaan, dan aktualisasi diri.
(Mahyuddin, 2017) Kebutuhan sosial dari setiap individu pengguna TikTok juga menjadi pemicu semakin tingginya pengguna platform TikTok di Indonesia,dilihat dari para content creator yang menjamur dimasyarakat seakan - akan mendapatkan motivasi dari beberapa faktor seperti influencer yang memang dikagumi dalam jejaring sosial media.Â
Selain itu, dapat ditarik simpulan bahwa setelah mendapatkan motivasi bahwa sebuah konten akan mendapatkan feedback seperti penghargaan maupun rasa kagum dari beberapa pengguna TikTok.
Peneliti tertarik untuk mengkaji lebih ihwal mengenai sexual harassment, toxic verbal yang dialami oleh perempuan berhijab dengan posisi sebagai content creator.Hal tersebut menarik untuk diteliti mengingat masih tedapatnya pelecehan seksual yang dilakukan terhadap (content creator) perempuan khususnya yang berhijab dalam bentuk toxic verbal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam kajian tren hijab dihubungkan dengan tiktok tidak ada hubungan langsung antara hijab dan TikTok sebagai media sosial. hijab adalah bagian dari kain untuk wanita dan TikTok adalah media sosial yang sedang populer akhir-akhir ini. Keterkaitan hijab dan TikTok adalah penggunanya.Â
TikTok menyediakan user-generate untuk membuat konten dengan mudah diedit dan diposting. Dengan cara yang sama, sebagian besar konten yang disediakan TikTok menari dan ekspresi diri tanpa hambatan.Â
Jadi, apakah para wanita menari di media sosial? sementara mereka memakai jilbab adalah bagian dari kewajiban Muslim? Saya berasumsi bahwa fenomena wanita mengenakan jilbab di TikTok akan menjadi perdebatan di antara perspektif Muslim.
Tarian dan erotisme di TikTok menjadi pertanyaan utama nilai-nilai Islami di kalangan Muslim. Ada dua konsep tentang menari dalam Islam. Washington Post merilis berita tentang mempertanyakan menari dalam Islam dengan judul Apakah Muslim diperbolehkan menari?Â
Tergantung Anda bertanya. Al-Qur'an tidak pernah menyebut menari sebagai hal yang dianjurkan atau dilarang, tetapi Cendekiawan Muslim mengkaji tarian dalam nilai Islam. Meskipun ada ulama yang melarang menari tetapi ada tradisi menari yang panjang dalam budaya Muslim.Â
lama mayoritas izinkan menari dalam beberapa kondisi yang tidak ada alkohol, tidak ada pencampuran gender, tidak ada banci bergerak, dan tidak melakukannya secara berlebihan.
Praktik terbaik dari konsep baru bahwa jilbab bukanlah penghalang dapat dilihat di banyak platform media sosial. Salah satu platform media sosial yang menyediakan hijabers untuk berekspresi ada di TikTok. Banyak wanita berhijab sebagai pengguna Tiktok memproduksi konten menari di akun pribadi mereka untuk menjangkau seperti audiens.Â
Sementara itu, para cendekiawan Muslim menganggap bahwa menari tidak diperbolehkan jika melanggar empat syarat yaitu mabuk, menari dengan yang lain jenis kelamin, menari dalam gerakan banci, dan menari berlebihan untuk memamerkan diri. Dasar Alasan dari keempat kondisi ini adalah untuk mencegah wanita memicu erotisme pria meskipun erotisme itu sendiri muncul dari kondisi psikologis pribadi.(Jihan Ramadhani, 2018)
Pada konteks teori kebutuhan maslow dimana tingkat kebutuhan dasar masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Dalam fenomena ini dapat digambarkan kebutuhan aktualisasi diri sangatlah penting bagi masyarakat khususnya content creator di media sosial tiktok memperoleh eksistensi dirinya di media sosial.Â
Dari hasil data yang didapat dari beberapa penelitian terdahulu, referensi konten dalam media sosial Tiktok, dan hasil wawancara mendapatkan hasil, beberapa content creator khususnya yang berhijab memanfaatkan status agama muslim nya untuk membuat konten yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang muslim seperti wanita berhijab dengan dance nuansa erotis agar mendapatkan eksistensi lebih.Â
Hal tersebut dapat digaris bawahi para content creator ini menghalalkan segala cara untuk mendapatkan eksistensi diri dan pengakuan dari masyarakat entah itu positif maupun negatif.Â
Data menyebutkan sebagian besar content creator yang melakukan hal tersebut mengundang respon negatif dari masyarakat contoh nya sexual harrasment dan toxic verbal. Respon negatif dari masyarakat pun membuat para content creator memiliki eksistensi lebih dan mempertahankan hal tersebut.
Dalam fenomena ini dapat digambarkan kebutuhan aktualisasi diri sangatlah penting bagi masyarakat khususnya content creator di media sosial tiktok memperoleh eksistensi dirinya di media sosial.
Hal tersebut dapat digaris bawahi para content creator ini menghalalkan segala cara untuk mendapatkan eksistensi diri dan pengakuan dari masyarakat entah itu positif maupun negatif. Respon negatif dari masyarakat pun membuat para content creator memiliki eksistensi lebih dan mempertahankan hal tersebut.
Hal ini perlu dikaji ulang oleh beberapa ulama dan penggiat media sosial untuk membentuk batasan -- batasan seperti norma dalam penggunaan media sosial, agar untuk selanjutnya dapat meminimalisir hal hal yang menyimpang dari ajaran muslim ataupun memaksimalkan manfaat dalam bermedia sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H