Mohon tunggu...
Anitya Wahdini
Anitya Wahdini Mohon Tunggu... Guru -

Alumnus Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Antropologi, angkatan 2001. Sempat mengenyam pengalaman menjadi jurnalis pada tahun 2006 sebelum akhirnya banting setir menjadi guru empat tahun kemudian. Kini aktif mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di salah satu SMA swasta di Bekasi. Buku yang telah diterbitkan: Perkawinan Sehat: Tips untuk Sang Dara, menulis bersama Dr. Endang R. Sedyaningsih-Mamahit, DR.PH (Menteri Kesehatan RI Kabinet Indonesia Bersatu II), diterbitkan oleh Dian Rakyat pada tahun 2012, dan novel Not an Angel, a Devil Perhaps, diterbitkan secara indie pada tahun 2013.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelangi Kelabu di Mataku

28 September 2016   11:55 Diperbarui: 28 September 2016   12:15 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Maksud Ibu, sulit untuk menjadi diplomat?”

“Bukan, Nak. Ibu memang tidak pernah bercerita sebelumnya karena khawatir terlalu sensitif bagimu.”

“Apa yang sensitif, Bu?”

“Kakekmu sangat ingin menjadi dokter. Beliau adalah orang dengan jiwa sosial tinggi, ingin membantu sesama manusia jika menjadi dokter. Sayangnya, di usia 18 tahun, beliau baru mengetahui bahwa ia buta warna. Sama sepertimu. Dan ia pun gagal menjadi dokter?”

“Lalu apa yang kakek lakukan?”

“Beliau sempat terpukul. Bekerja serabutan selama beberapa tahun, berusaha menemukan jati dirinya kembali. Hingga pada suatu hari, ia nekat pergi ke Amerika dengan uang pemberian orang tuanya.”

“Untuk apa, Bu?”

“Sebagian untuk mencari jati diri, sebagian lagi untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan sanak saudara dan teman-teman mengenai statusnya saat itu.”

“Apa yang beliau lakukan di Amerika?”

“Apa saja yang bisa ia lakukan dengan uang terbatas. Menggelandang di New York, bekerja sebagai pencuci piring di kedai, nyaris dideportasi karena dituduh imigran gelap, namun akhirnya ia bangkit kembali dan melamar sebagai sukarelawan di PBB. Hanya PBB peluangnya bekerja tanpa perlu paspor asing dan persyaratan lain.”

“Tetapi kakek yang kukenal kan bukan orang PBB?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun