"Ma...! Mama...!"
Suara itu akan terus didengar oleh mamaku dan seisi rumah, entah apa yang membuat aku menjerit-jerit dalam menginginkan semua hal. Aku saat ini selalu ditemani oleh suster yang siaga menjagaku setiap aku melakukan hal-hal yang melukai diriku sendiri. Suster selalu menemaniku saat mama dan suamiku tidak bisa menemaniku.
Pagi tadi aku memnaggil mamaku dengan keras karena aku kehilangan buku diary milikku yang setiap hari kupakai untuk menulis apa saja. Termasuk aku menulis kenangan bersama orang yang mencintaiku tanpa akhir. Antara cinta dan perpisahan hanya berjarak dengan deru nafas, aku masih menunggu sampai ia kembali pada deru nafas yang sama seperti dahulu. Tapi semua pupus dan bahkan tidak akan bisa  kuraih kembali, aku sudah menikah dengan orang lain.
"Rey, kamu akan pulang kan?" setiap hatiku gusar dan mengingat sosok sahabat yang pernah memberikan segalanya untukku aku seolah dapat melihat dan mendengar dirinya. Dan hanya aku yang bisa melihat dirinya hadir dan kamipun berbincang.
"Rania, sudahlah Nak, kamu ikhlas ya,,," suara mamaku yang menenangkanku dalam pelukannya saat aku berbicara sendiri. Aku melihat airmata mama mengalir deras sama dengan airmataku, aku begitu sedih ketika mengingat tentang cinta Rey yang tidak pernah aku tau sebelum ini.
Reyaldi, laki-laki yang sangat mencintai diriku dari dulu sampai dengan aku memutuskan menikah dengan sahabatnya, karena bodohnya aku membiarkan dirinya tidak menjadi milikku selamanya. Aku seolah dipaksa iklhas untuk rasa sakit yang telah aku tancapkan tepat dilubuk hatinya.
"Rey, buku ini cocok ngak?" aku menunjukkan sebuah buku yang baru saja aku belikan dengan temanku sepulang kuliah.
"Bagus Ran, cocok sama apa coba," sambung Rey yang lagi duduk santai diteras rumahku.
"Ihhh kamu lupa ya, kita kan udah janjian tukaran buku besok dikampus!" aku mulai kesal karena terlalu sering Rey melupakan hal- hal penting.
Dan setelah ia pergi, aku baru tau bahwa perjanjian tukar buku itu bukanlah ia lupakan. Melainkan ia tidak mau buku yang dipilihkan khusus untukku jatuh di tangan yang lain. Rey memilih sebuah buku yang kini ada selalu didekapanku; Pemilik hati, dan di halaman pertama ia menulis namaku dan sebuah pesan yang selalu aku baca. "Kamu adalah pemilik hati ini Rania Suranta" seolah bagai luka yang tersiram air cuka saat aku membaca pesan yang tertera dibuku itu.
Hubunganku dan Rey bukanlah sepasang kekasih yang selalu romantis, Rey adalah sahabat terbaik yang Tuhan berikan untukku. Kami sering pergi kemana-mana berdua, dan bahkan mama papaku hanya mengizinkan aku pergi dengan Rey kemapun itu.
Bahkan aku pernah begitu tega, meminta Rey untuk mengantar diriku untuk bertemu dengan laki-laki yang kusukai. Dan saat itu Rey dengan sabar menunggu makan malam aku dengan laki-laki itu. Dan saat pulang Rey memberikan nasehat yang panjang untukku, ia mengatakan laki-laki itu sepertinya tidak bersunggung-sungguh denganku. Yang membuat aku yakin ketika Rey mengatakan dirinya juga melihat saat laki-laki itu berusaha menciumku.
"Mana ada laki-laki yang benar-benar suka sama kita nekad mencari kesempatan dalam kesempitan." Aku mendengar itu dengan acuh, Rey kalau sudah memberikan nasehat persis mamaku. Sesampai kami dirumah, Rey meminta supaya aku tidak pernah lagi pergi dengan laki-laki itu. Tanpa tau mengapa aku menggangguk permintaannya seolah tanpa syarat.
Saat ini, aku benar-benar ingin suara nasehat itu, aku begitu merindukan suaranya. Akankah ada keajaiban yang akan terulang? Aku saat ini sangat inginkan sekedar menggam tangannnya, atau sekdar menatap matnyanya dan aku akan membalas semua cinta yang selama ini ia sembunyikan.
Kadang cinta dan bahagia itu ada didepan mata, tapi focus kita sedang tidak pada orang tersebut kita abai terhadap cinta yang begitu besar. Setelah semuanya pergi bersama puing-puing kenangan cinta yang telah lama tersimpan itu mulai bersinar. Aku mengetahui Rey menyimpan rasa untukku setelah Rey pergi menghilang tanpa jejak. Mungkin rasa kecewanya sangat besar terhadapku sehingga ia pergi.
"Rania, mungkin Rey  ingin memberikan semua ini untuk kamu." Suara lirih mama Rey saat menyerahkan sebuah kotak besar yang tertulis namaku.
"Rania, maafkan aku yang terlalu naif untuk merubah persahabatan kita menjadi sebuah cinta. Aku akan menyimpan setiap kebersamaan kita dalam lembar-lembar  buku ini."
"Semua yang telah kita janjikan dan kemudian aku lupa, itu semua tidak seperti yang kamu tau dulu, aku hanya tidak ingin apupun dariku menjadi milik gadis lain kecuali kamu."
"Kamu adalah pilihan hatiku sejak kita bertemu, aku menikmati setiap pertemuan dengamu dan bahkan aku menunggu diirmu setiap saat. Aku hanya ingin kamu bahagia."
Aku menerima semua tentang cinta dari Rey, tepatnya sehari sebelum aku menyerahkan hidupku pada laki-laki yang melamarku sebulan yang lalu. Aku juga bertanya pada Rey tentang keputusanku menikah, dan aku melihat wajahnya yang bahagia dan memberikan motivasi untukku melanjutkan hidupku. Aku masih mengingat setiap baris katanya "Aku hanya ingin kamu bahagia, dengan siapapun pilihanmu" lalu ia menggenggam tangganku.
Pada saat itu aku adalah wanita paling bahagia yang memiliki sahabat tulus seperti Rey, tapi tidak sekarang. Aku kehilangan orang yang begitu besar mencintaiku. Ia pergi karena pilihanku yang tidak berpihak padanya, aku tidak mengerti apakah aku yang tidak beruntung atau takdir kami yang Tuhan gantikan sementara.
Dulu pernah ia mengorbankan dirinya untuk menyelamatkanku, dalam kecelakaan itu seharusnya badanku yang dihantam oleh truk besar yang melintas dengan cepat. Namun tanggannya menukar nasibku dengan dirinya, ia yang harus dirawat karena kecelakaan itu. Dan bahkan jari kaki kanannya terpaksa diamputasi akibat kecelakaan itu.
"Mama, aku mau ketemu Rey..." suaraku yang pelan menghilang, karena setiap aku mengamuk dan berteriak-teriak suster yang menjagaku akan menyuntikkan obat yang aku tidak tau namanya ke dalam tubuhku dan setelah itu aku akan tertidur beberapa saat.
Sejak sehari sebelum menikah, aku mengetahui tentang cinta pertamanya Rey yang tidak pernah aku  tau. Harusnya aku menyalahkan Rey, karena ia merahasiakan tentang rasa nya terhadapku, tapi entah mengapa aku menyalahkan diriku sendiri untuk semua rasa yang kuabaikan saat itu. Aku membayangkan kembali betapa hancurnya hati Rey saat aku meminta pendapatnya tentang laki-laki yang akan menikahiku. Aku mulai merasakan kehancuran hatinya yang mungkin ia tidak akan memaafkan diriku untuk rasa sakit yang sangat tidak wajar ia terima.
Sehari setelah itu, aku menikah dengan laki-laki yang dikenalkan oleh Rey kepadaku tepatnya enam bulan lalu saat acara reuni sekolahnya. Kenand adalah sahabat Rey dari kecil yang sudah lama tinggal diluar negeri. Dan ia pulang ke Indonesia untuk mengurus perusahaan papanya dan pada kesempatan itu Rey bertemu dengannya dan mengenalkannya padaku.
Kenand laki-laki yang baik, ia turut menjagaku dalam gelombang depresiku. Ia juga kadang menjadi sasaranku saat emosiku meledak, ia sabar menenangkanku dengan cintanya. Aku yakin Kinand juga tidak mengetahui tentang rasa yang disembunyikan Rey untukku. Seandainya ia tau, Kinand pasti tidak akan menyatakan cinta kepadaku dan mengajakku untuk menikah.
Yang kini aku sesali adalah haruskah aku bahagia diatas luka yang membekas dihati Rey, seandainya Rey tidak menghilang aku akan menjumpainya bersama dengan Kinand untuk sebuah permintaan maaf. Hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan, Rey meninggalkan kami semua tanpa tau kemana harus mencarinya. Dalam kegelisahan hatiku aku selalu bertanya, apakah aku bisa bahagia dengan sahabat Rey? Sementara kami belum mengetetahui tentang kedaan Rey saat ini.
"Rey, di manapun dirimu berada aku mendoakan kebahagianmu dengan segenap jiwa ragaku. Terima kasih atas perkenalan dengan suami yang kini bersamaku. Laki-laki yang dulu engkau kenalkan itu telah mampu merubah diriku yang hampir gila karena kehilanganmu. Ia yang selalu ada dalam masa depresiku yang panjang, kamu meninggalkan luka itu tanpa sengaja Rey. Sama halnya dengan luka yang kusematkan dihatimu tanpa sengaja, maafkan aku karena terlalu naif dan buta terhadap cinta yang begitu nyata."
Pesan ini aku tulis setelah 2 tahun pemulihan aku dengan depresi dan juga halusinasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H