Dulu pernah ia mengorbankan dirinya untuk menyelamatkanku, dalam kecelakaan itu seharusnya badanku yang dihantam oleh truk besar yang melintas dengan cepat. Namun tanggannya menukar nasibku dengan dirinya, ia yang harus dirawat karena kecelakaan itu. Dan bahkan jari kaki kanannya terpaksa diamputasi akibat kecelakaan itu.
"Mama, aku mau ketemu Rey..." suaraku yang pelan menghilang, karena setiap aku mengamuk dan berteriak-teriak suster yang menjagaku akan menyuntikkan obat yang aku tidak tau namanya ke dalam tubuhku dan setelah itu aku akan tertidur beberapa saat.
Sejak sehari sebelum menikah, aku mengetahui tentang cinta pertamanya Rey yang tidak pernah aku  tau. Harusnya aku menyalahkan Rey, karena ia merahasiakan tentang rasa nya terhadapku, tapi entah mengapa aku menyalahkan diriku sendiri untuk semua rasa yang kuabaikan saat itu. Aku membayangkan kembali betapa hancurnya hati Rey saat aku meminta pendapatnya tentang laki-laki yang akan menikahiku. Aku mulai merasakan kehancuran hatinya yang mungkin ia tidak akan memaafkan diriku untuk rasa sakit yang sangat tidak wajar ia terima.
Sehari setelah itu, aku menikah dengan laki-laki yang dikenalkan oleh Rey kepadaku tepatnya enam bulan lalu saat acara reuni sekolahnya. Kenand adalah sahabat Rey dari kecil yang sudah lama tinggal diluar negeri. Dan ia pulang ke Indonesia untuk mengurus perusahaan papanya dan pada kesempatan itu Rey bertemu dengannya dan mengenalkannya padaku.
Kenand laki-laki yang baik, ia turut menjagaku dalam gelombang depresiku. Ia juga kadang menjadi sasaranku saat emosiku meledak, ia sabar menenangkanku dengan cintanya. Aku yakin Kinand juga tidak mengetahui tentang rasa yang disembunyikan Rey untukku. Seandainya ia tau, Kinand pasti tidak akan menyatakan cinta kepadaku dan mengajakku untuk menikah.
Yang kini aku sesali adalah haruskah aku bahagia diatas luka yang membekas dihati Rey, seandainya Rey tidak menghilang aku akan menjumpainya bersama dengan Kinand untuk sebuah permintaan maaf. Hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan, Rey meninggalkan kami semua tanpa tau kemana harus mencarinya. Dalam kegelisahan hatiku aku selalu bertanya, apakah aku bisa bahagia dengan sahabat Rey? Sementara kami belum mengetetahui tentang kedaan Rey saat ini.
"Rey, di manapun dirimu berada aku mendoakan kebahagianmu dengan segenap jiwa ragaku. Terima kasih atas perkenalan dengan suami yang kini bersamaku. Laki-laki yang dulu engkau kenalkan itu telah mampu merubah diriku yang hampir gila karena kehilanganmu. Ia yang selalu ada dalam masa depresiku yang panjang, kamu meninggalkan luka itu tanpa sengaja Rey. Sama halnya dengan luka yang kusematkan dihatimu tanpa sengaja, maafkan aku karena terlalu naif dan buta terhadap cinta yang begitu nyata."
Pesan ini aku tulis setelah 2 tahun pemulihan aku dengan depresi dan juga halusinasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H