Uni Yeti hanya dua hari saja bersamaku. Setelah itu dia akan kembali ke Padang. Uni Yeti harus cepat kembali ke Padang, karena dia harus mengurus keperluan sehari-hari suaminya.
Sedangkan aku, tentu saja tak perlu membawa banyak pakaian, karena bajuku juga ada di rumah orangtuaku.
Aku dan Uni Yeti langsung menuju ke ruang pintu ke luar bandara. Nampak keluarga para penumpang pesawat yang baru mendarat, berkerumun di luar pintu.
Seorang pria gemuk menyongsong aku dan Uni Yeti.
"Uni Yeti," sapa pria gemuk itu memeluk dan mencium pipi Uni Yeti.
"Oh...Wedi yang disuruh menjeput kami, ya?" tanya Uni Yeti.
"Iya, Uni." Bang Wedi, yang juga sepupuku, menjawab pelan. Kemudian Bang Wedi memeluk dan mencium pipiku. Kebiasaan dalam keluarga bapak, memang seperti itu, kalau bertemu saling mencium pipi.
"Sabar ya, Rin." Bang Wedi mencoba memberiku kekuatan.
"Iya, Bang." Suaraku terdengar bergetar, menahan sedih.
Bang Wedi menatapku sejenak. Kemudian dia mengajak kami ke mobilnya, yang diparkir tidak terlalu jauh dari tempat kami bertemu.
Uni Yeti duduk di depan bersama Bang Wedi. Sedangkan aku duduk di belakang. Mobil melaju meninggalkan bandara.
"Jam berapa nanti bapak  dikebumikan, Bang Wed?" tanyaku ingin tahu.
Kulihat Bang Wedi terkejut mendengar pertanyaanku.
"Tidak tahu, Rin. Abang tadi pagi-pagi sekali dari rumah langsung ke bandara. Jadi tidak sempat mampir ke rumah Ririn. Semalam Abang ditelpon Mama, supaya pagi ini menjeput Ririn dan Uni Yeti ke bandara," jawab Bang Wedi.
Aku terdiam. Yang dimaksud mama oleh Bang Wedi adalah ibunya, yang merupakan kakak ipar bapakku. Bapaknya Bang Wedi adalah abang kandung bapakku. Tapi bapaknya Bang Wedi sudah meninggal juga tiga tahun yang lalu.