Rasa ingin tahu itu kedudukannya sebagai pendorong dan penggerak manusia untuk mencapai terwujudnya kemampuan. Dengan perpaduan kedua hal tersebut, manusia bisa berpikir untuk menentukan sesuatu yang benar (tepat). Tetapi berpikir secara benar (tepat) memiliki dua syarat.
Pertama, alas an yang diajukan padat dan kuat; kedua, kenyataan yang dikemukakan benar; dan ketiga, jalan yang dilewati tepat (Achmad, ibid,: 17). Pengambil keputusan (kesimpulan) tentang segala sesuatu merupakan akhir dari gerak pemikiran. Hasil pemikiran inilah yang disebut pengetahuan. Kesimpulan itu membutuhkan objek, objek pengetahuan manusia sangatlah luas dan beragam dan segala sesuatu yang berwujud(ada).
Pengetahuan memiliki beberapa tingkatan, yang pertama disebut pengetahuan inderawi yang hanya bisa menjawab rasa ingin tahu yang bersifat inderawi. Kemudian tingkatan kedua disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Tingkatan ketiga disebut pengetahuan filosofis (melalui penalaran rasional saja), dan dalam konteks masyarakat beragama maka dibatasi dengan tingkatan yang keempat, yakni pengetahuan agama.
Didalam ajaran islam, ditegaskan bahwa sangat mungkin manusia mendapatkan pengetahuan yang benar. Islam juga sangat menganjurkan umatnya untuk mengembangkan pengetahuan. Dilihat dari wahyu pertama kali turun, sudah jelas sekali bahwa islam sangat mendorong umatnya untuk menjadi makhluk yang berilmu pengetahuan.
Dan kemuliaan manusia itu terletak pada kemampuannya untuk mengetahui. Manusia berpengetahuan bukan untuk pengetahuan itu sendiri, tetapi ada yang lebih mendasari, yaitu ridla Allah SWT. Allah yang menciptakan ilmu, maka sudah selayaknya ilmu yang diperoleh diwujudkan untuk pengabdian sebagai seorang hamba. Islam menghendaki dualitas, bukan dualisme.
Untuk mencapai keridlaan-Nya harus diarahkan dengan tujuan-tujuan yang mulia. Oleh karena itu kekuasaan dalam islam bukan kekuasaan untuk kekuasaan.
BAB II membahas tentang filsafat dan pemenuhan Hasrat pengetahuan manusia. Dalam bab ini, ada beberapa sub bab, diantaranya perihal filsafat, filsafat sebagai modus (mendapatkan) berpengetahuan, alquran dan model berpikir filosofis.
Spektrum pengetahuan manusia itu sangatlah luas. Sedangkan pengetahuan filsafat adalah spektrum salah satunya saja. Dan filsafat memiliki dasar teologis yang sangat kuat untuk menjadi metode mendapatkannya pengetahuan. Dalam agama islam melalui ajaran-ajarannya yang tercantum dalam alquran seringkali mengajak manusia untuk mengembangkan akal pikirannya.
Perdebatan tentang filsafat itu biasanya diperdebatkan dalam agama, tetapi persoalannya lebih kepada isi filsafat itu sendiri, dan bukan filsafat sebagai metode. Seperti halnya al-Ghazali yang memperdebatkan filsafat itu lebih pada isi filsafatnya yang memandang tidak berkesesuaian dengan filsafat. Perlu dipahami bahwa tatkala ia mengkritisi isi filsafat terlebih dahulu ia sedang menggunakan metode filsafat.
Kedudukan filsafat dalam pengetahuan ialah sebagai pelengkap.
BAB III membahas tentang transmisi filsafat dalam tradisi islam. Maksud kata transmisi disini ialah filsafat itu sebagai disiplin ilmu. Nampak jelas bahwasanya perkembangan intelektual umat islam memungkinkan untuk tumbuh dan maju karena ada kemampuan dan kecanggihan dalam mengadopsi dan sekaligus mengadaptasi tradisi pemikiran yang ada di luar islam atau dalam Bahasa sosial di kenal dengan istilah asimilasai, difusi, dan juga sinkritisme kebudayaan.