Mohon tunggu...
A. Anindita
A. Anindita Mohon Tunggu... Bankir - Karyawan Swasta

Perempuan dua puluhan, menulis secara amatiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen ǀ Mo Menghilang

3 Mei 2016   17:48 Diperbarui: 4 Mei 2016   23:42 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tercekat. Foto itu tak lain Mo dan Dane.

Keduanya menjadi korban kecelakaan ketika berada dalam satu mobil. Mereka ditabarak mobil lain dari arah berlawanan pada pukul sebelas malam. Belum diketahui apa penyebab pengemudi itu kehilangan kendali, namun sejumlah test sudah dilakukan untuk membuktikan apakah pengemudi itu dipengaruhi alkohol atau narkoba. Diperkirakan keduanya adalah suami dan istri, karena dilaporkan sesaat setelah kecelakaan, Morris masih sempat berteriak meminta pertolongan untuk menyelamatkan perempuan di sampingnya, yaitu Dane dan anak dalam kandungannya.

Aku kelu. Berita di koran itu. Yang aku harap hanya kebohongan. Bagaimana mungkin. Tapi rasanya aku melihat Mo pulang, ia masih sempat menyiram tanaman di pot-pot kecilnya. Aku mulai merasa dingin menyergap. Aku kehilangan tenaga, seperti tak lagi memijak bumi, aku kembali menemui ibu.

Aku bicara pelan di sampingnya, “Bu, mungkin sebaiknya aku tak pernah menganggap apa yang ibu bilang itu sungguhan ya?”

“Kamu selalu melakukan itu Poe. Kamu menyangkal semua agar kamu bisa selamat dari kesedihan. Berpura-pura merasakan Mo ada di sampingmu, menawarinya minum teh, bahkan mengunjungi tempat-tempat di mana ia sering pergi. Dan selebihnya, tak ada ingatan tentang Dane yang ingin kamu hidupkan.”

Aku bisa merasakan perasaan tertusuk menjalar dari hati lalu merambat sampai ujung jariku, lalu aku ingat ucapanku di depan pintu rumah sakit itu. Tuhan, dua orang dilanda karma, bila Kau tak membawa kembali suamiku pulang, pun jangan membawa kembali keduanya.

Sayup-sayup kudengar, ibu mulai menangis. Mengucapkan kasihan karena nasibku yang malang. Aku sendiri tak ingin menangis. Aku berjalan ke meja makan dan menyesap kembali teh yang sudah dingin.

Dari jendela, terlihat hujan mulai turun perlahan. Diantara orang yang lalu-lalang di luar, aku yakin masih ada Mo yang akan pulang.

-

A. Anindita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun