Mohon tunggu...
Anis Mawardi
Anis Mawardi Mohon Tunggu... Guru - GURU SMK

Saya seorang guru SMK bidang Agribisnis Ternak mengajar di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah. Saya memiliki hobi mengajar. Saat sore hari sepulang sekolah saya mengajar anak SD bahasa Inggris dan Bahasa Arab, setelah magrib saya mengajar membaca Al Qur'an di Masjid Desa Mooyong.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Benang Merah Koneksi Antar Materi dalam Modul 1.4 Budaya Positif

5 Juni 2024   14:41 Diperbarui: 5 Juni 2024   15:45 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dengan penerapan konsep-konsep inti pada modul 1.4 seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, dan segitiga restitusi, saya berperan sebagai pelopor budaya positif di sekolah. Melalui upaya ini, saya telah menjadi agen perubahan yang memberdayakan siswa untuk tumbuh dan berkembang secara holistik. 

Kesimpulan yang dapat diambil setelah interaksi saya dengan konsep-konsep tersebut adalah membentuk fondasi yang kuat bagi budaya sekolah yang inklusif, mendukung, dan memberdayakan, menciptakan lingkungan belajar yang bermakna dan berkelanjutan.

Sebagai seorang pendidik, saya memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif di sekolah. Konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia, dan posisi kontrol restitusi menjadi landasan utama dalam upaya menciptakan budaya positif. Dengan menerapkan disiplin positif, saya bertujuan untuk membimbing siswa agar memiliki kemampuan mengendalikan diri dan membuat pilihan yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan.

Memotivasi perilaku siswa, baik melalui penghukum, pembuat rasa bersalah, sebagai teman, pemantau maupun manajer dapat menjadi instrumen untuk mengarahkan perilaku siswa menuju yang positif. Namun, penting juga untuk memahami bahwa hukuman dan penghargaan harus diberikan secara bijaksana dan proporsional, serta tidak bersifat manipulatif.

Posisi kontrol restitusi memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dari kesalahan mereka dan memperbaiki tindakan yang salah. Dengan memberikan ruang bagi siswa untuk merenung dan mencari solusi atas perbuatannya, mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang lebih bertanggung jawab.

Keyakinan sekolah/kelas dan segitiga restitusi menjadi fondasi yang kuat dalam menciptakan budaya positif. Dengan membangun keyakinan bersama tentang nilai-nilai kebajikan dan prinsip-prinsip yang dipegang oleh seluruh anggota sekolah, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan pembelajaran.

Keterkaitan konsep-konsep ini dengan materi sebelumnya, seperti Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak, menguatkan pemahaman saya akan pentingnya pendekatan holistik dalam pendidikan. 

Dengan memahami nilai-nilai yang dipegang oleh tokoh-tokoh pendidikan tersebut, saya dapat mengintegrasikan konsep-konsep tersebut ke dalam praktik pengajaran sehari-hari, menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, mendukung, dan memotivasi siswa untuk mencapai potensi terbaik mereka.

REFLEKSI KESELURUHAN MATERI PEMBELAJARAN MATERI MODUL 1.4

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Pemahaman saya tentang konsep-konsep inti yang telah dipelajari dalam modul ini cukup mendalam. Berikut adalah pemahaman saya terhadap setiap konsep:

1. Disiplin Positif: Disiplin positif adalah pendekatan yang bertujuan untuk membimbing siswa dalam mengontrol diri dan memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan. Hal ini melibatkan pembinaan karakter dan memberikan konsekuensi yang bertujuan memperbaiki perilaku, bukan hanya menghukum.

2. Teori Kontrol: Teori kontrol menyatakan bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengontrol diri sendiri, dan tindakan mereka dipengaruhi oleh motivasi internal dan eksternal. Ini menggarisbawahi pentingnya memahami motif dan kebutuhan dasar manusia dalam mengarahkan perilaku.

3. Teori Motivasi: Teori motivasi mempertimbangkan faktor-faktor yang mendorong perilaku manusia, baik dari dalam diri individu (motivasi internal) maupun dari luar (motivasi eksternal). Ini memperluas pemahaman saya tentang dinamika motivasi dan bagaimaimana itu memengaruhi pembelajaran.

4. Hukuman dan Penghargaan: Hukuman dan penghargaan adalah alat untuk mengontrol perilaku siswa. Namun, penting untuk memahami bahwa penggunaannya haruslah bijaksana dan mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap motivasi intrinsik siswa.

5. Posisi Kontrol Guru: Konsep ini menggambarkan lima posisi yang bisa diambil oleh seorang guru dalam menghadapi perilaku siswa, mulai dari menjadi penghukum hingga menjadi manajer. Mengetahui posisi mana yang tepat dalam situasi yang berbeda merupakan keterampilan penting bagi seorang pendidik.

6. Kebutuhan Dasar Manusia: Konsep ini menyatakan bahwa individu memiliki lima kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan kasih sayang, kebebasan, dan kesenangan. Memahami kebutuhan ini membantu dalam memahami motif perilaku siswa dan merancang lingkungan belajar yang mendukung.

7. Keyakinan Kelas: Keyakinan kelas mencakup nilai-nilai dan keyakinan bersama yang dipegang oleh anggota kelas atau sekolah. Ini adalah landasan untuk menciptakan budaya positif dan motivasi intrinsik.

8. Segitiga Restitusi: Segitiga restitusi adalah pendekatan untuk menangani konflik atau kesalahan dengan memperbaiki hubungan, memperkuat identitas siswa, dan memastikan tanggung jawab atas tindakan mereka. Ini merupakan alat yang kuat untuk membangun hubungan yang positif antara siswa dan guru.

Hal yang menarik bagi saya adalah pemahaman yang lebih dalam tentang teori motivasi dan konsep segitiga restitusi. Teori motivasi membuka pandangan saya tentang kompleksitas faktor-faktor yang memengaruhi perilaku siswa, sementara segitiga restitusi memberikan kerangka kerja yang jelas dalam menangani konflik dan memperbaiki hubungan.

Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Setelah mempelajari modul ini, saya mulai memahami bahwa menciptakan budaya positif di kelas atau sekolah melibatkan lebih dari sekadar menerapkan aturan dan sanksi. Saya menyadari pentingnya pendekatan yang holistik, yang mengakui kebutuhan individual siswa serta mendorong pertumbuhan dan perkembangan mereka sebagai individu. Saya juga menjadi lebih sadar akan pentingnya membangun hubungan yang kuat dan saling percaya dengan siswa, serta mengembangkan keterampilan komunikasi dan kepemimpinan yang efektif.

Selain itu, pemahaman saya tentang konsep-konsep seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia, dan segitiga restitusi telah berkembang. Saya menyadari bahwa memahami alasan di balik perilaku siswa dan bekerja sama dengan mereka untuk menemukan solusi yang positif adalah kunci dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung.

Secara keseluruhan, modul ini telah mengubah cara berpikir saya tentang bagaimana menciptakan budaya positif di kelas atau sekolah, membantu saya mengembangkan pendekatan yang lebih holistik, berbasis hubungan, dan berpusat pada pertumbuhan siswa.

Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Saya seorang guru yang memutuskan untuk berusaha menerapkan pendekatan disiplin positif dalam kelas saya. Saya mengambil pendekatan yang lebih proaktif dan responsif terhadap perilaku siswa, menggantikan hukuman dengan strategi yang lebih membangun dan mendukung. Seiring waktu, saya memperhatikan perubahan yang signifikan dalam kelas saya.

Siswa-siswa mulai merasa lebih nyaman untuk berbicara dan berbagi ide-ide mereka. Mereka merasa didengar dan dihargai, sehingga motivasi mereka untuk belajar meningkat. Siswa yang sebelumnya cenderung menunjukkan perilaku yang tidak sesuai mulai menunjukkan peningkatan dalam disiplin dan tanggung jawab.

Lebih dari itu, hubungan antara saya dan siswa-siswa menjadi lebih baik. Mereka merasa bahwa saya adalah seseorang yang peduli dan siap membantu mereka dalam perjalanan belajar mereka. Ini menciptakan lingkungan yang lebih harmonis di kelas, di mana siswa merasa aman untuk mengambil risiko dalam pembelajaran dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Pengalaman ini memberi saya pemahaman yang mendalam tentang kekuatan pendekatan positif dalam menciptakan budaya belajar yang inklusif dan mendukung. Saya menyadari bahwa dengan memperlakukan siswa dengan hormat, mengakui kebutuhan individual mereka, dan memberikan dukungan yang sesuai, saya dapat menciptakan lingkungan di mana setiap siswa dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Saya merasa puas melihat perkembangan positif dalam kelas mereka. Melihat siswa-siswa mulai menunjukkan perilaku yang lebih baik dan lebih terlibat dalam pembelajaran dapat memberikan rasa pencapaian yang besar. 

Saya merasa terhubung secara emosional dengan siswa-siswa. Mengamati perubahan positif dalam perilaku siswa dapat menguatkan hubungan antara guru dan siswa, menciptakan ikatan yang lebih dalam dan saling percaya.

Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Dalam penerapan konsep-konsep Budaya Positif, hal-hal yang sudah baik mungkin termasuk:

1. Perubahan Perilaku Positif: Melihat perubahan positif dalam perilaku siswa, seperti peningkatan keterlibatan, disiplin, dan tanggung jawab, adalah tanda bahwa pendekatan tersebut efektif.

2. Hubungan yang Meningkat: Terjalinnya hubungan yang lebih baik antara guru dan siswa menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan mendukung.

3. Kepuasan Guru: Jika guru merasa puas dengan hasil dari penerapan konsep-konsep tersebut, itu menunjukkan bahwa mereka melihat dampak positif dari upaya mereka.

Namun, mungkin ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, seperti:

1. Evaluasi dan Pemantauan: Penting untuk terus mengevaluasi efektivitas penerapan konsep-konsep tersebut dan melakukan pemantauan secara berkala terhadap perkembangan siswa serta dinamika kelas.

2. Konsistensi: Konsistensi dalam menerapkan pendekatan Budaya Positif penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang stabil dan konsisten bagi siswa.

3. Pengembangan Keterampilan: Guru mungkin perlu terus mengembangkan keterampilan mereka dalam menerapkan konsep-konsep Budaya Positif, seperti keterampilan komunikasi, manajemen kelas, dan penyelesaian konflik.

Dengan terus memperbaiki dan mengembangkan praktik mereka, guru dapat memastikan bahwa mereka memaksimalkan dampak positif dari penerapan konsep-konsep Budaya Positif dalam lingkungan kelas dan sekolah mereka.

Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?

Sebelum mempelajari modul ini, saya mungkin cenderung menggunakan posisi kontrol sebagai penghukum dan pembuat rasa bersalah ketika berinteraksi dengan murid. Ini berarti saya mungkin lebih cenderung untuk memegang kendali penuh atas situasi tanpa memberikan banyak ruang bagi siswa untuk berpartisipasi atau mengemukakan pendapat mereka sendiri. Saya mungkin merasa terbebani atau tertekan oleh tanggung jawab untuk menjaga kelas tetap terkendali dan produktif.

Setelah mempelajari modul ini, saya mungkin lebih condong pada posisi kontrol teman dan pemantau serta manager. Saya akan lebih fokus pada upaya untuk bekerja sama dengan siswa, mengakui dan memahami perspektif dan kebutuhan mereka, serta membangun hubungan yang lebih baik. Saya mungkin merasa lebih percaya diri dan puas karena melihat siswa-siswa merasa lebih terlibat dan diperhatikan dalam proses pembelajaran.

Perbedaan utama antara kedua pendekatan ini adalah pergeseran dari pengendalian yang lebih dominan dan otoriter menjadi pendekatan yang lebih inklusif dan mendukung. Dengan menggunakan posisi kontrol yang lebih kolaboratif, saya memberikan lebih banyak ruang bagi siswa untuk berkembang dan berkontribusi dalam lingkungan belajar, sementara juga memperkuat hubungan guru-siswa yang positif. 

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Sebelum mempelajari modul ini, saya mungkin belum terbiasa dengan konsep segitiga restitusi atau mungkin telah menerapkannya tanpa menyadarinya secara sadar. Jika saya telah menggunakan segitiga restitusi, mungkin saya lebih cenderung pada tahap pertama, yaitu menstabilkan identitas.

Contohnya, jika ada konflik antara dua siswa di kelas, saya mungkin akan mendekati mereka secara terpisah untuk memahami perspektif masing-masing dan menentukan akar masalah. 

Setelah itu, saya mungkin akan membantu mereka untuk saling berbicara dan mendengarkan satu sama lain dengan tujuan mencapai pemahaman bersama dan mencari solusi yang adil. Namun, karena tanpa pemahaman yang lebih dalam tentang segitiga restitusi, pendekatan saya mungkin lebih intuitif dan kurang terstruktur. 

Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Di samping konsep-konsep yang telah dibahas dalam modul Budaya Positif, masih ada hal yang krusial dalam menciptakan lingkungan kelas atau sekolah yang positif. Misalnya, keterlibatan orang tua adalah elemen kunci. 

Ketika orang tua aktif terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka, mereka bukan hanya menjadi mitra dalam proses pembelajaran, tetapi juga menguatkan dukungan antara rumah dan sekolah. Sebagai contoh, sebuah sekolah yang menerapkan program keterlibatan orang tua yang kuat mungkin memiliki sesi kelas terbuka, diskusi orang tua-guru yang teratur, atau komunikasi yang konsisten melalui platform daring. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun