Mohon tunggu...
Ani Siti Rohani
Ani Siti Rohani Mohon Tunggu... Buruh - Perempuan penikmat sunyi

Life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tragedi Tes Lisan

15 Mei 2019   07:39 Diperbarui: 15 Mei 2019   08:02 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pagi ini, jika biasanya ruangan bising oleh suara teriakan-teriakan, anak-anak kelas empat SD Pertiwi terlihat tak begitu gaduh di kelas. Tes mingguan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam akan menjadi santapan awal bagi mereka. Beberapa anak fokus belajar membaca atau menghafalkan materi yang akan diteskan. Namun ada juga beberapa yang santai tak peduli. Entah sebab mereka memang sudah pintar atau karena malas untuk belajar.


Beberapa menit kemudian suara bel berbunyi. Ada yang tergesa memasuki kelas karena sedikit terlambat datang. Beruntung, sebab bel baru saja berbunyi. Jadi, tak ketinggalan mata pelajaran.

Tak ada yang terlambat hari ini. Jumlah mereka yang keseluruhan 38 anak tampak duduk di bangku masing-masing. Ada yang diam dengan memegang buku di tangan, ada yang bercengkerama dengan kawan sebangku, ada pula yang tengah menghafal materi pelajaran dengan tatapan menerawang ke atas langit-langit kelas. Seolah di sana tercatat materi-materi pelajaran yang akan menjadi bahan tes.

Tak lama, sesosok guru bertubuh tinggi besar datang memasuki kelas mereka. Semua menjadi diam. Duduk khidmat di bangku masing-masing.

"Selamat pagi, anak-anak! Sudah siap menjalankan tes sekarang?" sapa pak Andi, guru PAI mereka.

"Sudah, Pak," jawab anak-anak secara serentak.

"Kalau begitu kumpulkan buku kalian," suruh pak Andi.

Ketua kelas mengambil buku pelajaran Pendidikan Agama Islam dari masing-masing anak. Setiap ada tes atau ujian memang selalu diharuskan begitu. Agar anak-anak tak memiliki kesempatan untuk menyontek. Ya, meskipun kenyataannya ada yang mencatat materi di secuil kertas yang kemudian dijadikan bahan menyontek. Terkadang, pak Andi akan menghukum mereka jika kedapatan.

Buku anak-anak sudah terkumpul di depan kelas. Pak Andi terlihat tengah menghitung jumlah buku yang terkumpul. Khawatir, ada beberapa yang tak mengumpulkan atau ada yang tak masuk hari ini.

"Baik anak-anak. Hari ini semua masuk ya. Tes kali ini bapak tidak akan memberikan kalian lembar soal. Bapak akan mengadakan tes lisan kepada kalian," seru pak Andi.

"Tes lisan?" seru anak-anak terkejut.

Mereka saling pandang. Tak pernah pak Andi menerapkan tes seperti itu. Terang saja mereka semua semakin deg-degan.

"Iya. Bapak ingin tahu kemampuan kalian yang sesungguhnya sampai mana. Sistemnya, bapak akan menunjuk satu persatu dari kalian, kemudian memberikan beberapa pertanyaan yang harus kalian jawab. Bapak akan memberi waktu kalian lima menit untuk menjawab. Jika tidak dapat menjawab, Bapak akan memberi kesempatan memberikan pilihan jawaban. Kalian harus memilih jawaban yang tepat. Kalau masih bingung jawaban mana yang benar, kalian silakan asal menjawab tak apa," terang pak Andi.

Anak-anak menjadi gaduh. Mereka khawatir tes kali ini benar-benar akan membuat mereka kelabakan.

"Sudah, sudah diam. Bapak akan memberikan waktu sepuluh menit untuk kalian menyiapkan mental. Setelahnya bapak akan memulai tes lisannya," ujar pak Andi.

Susana kelas berubah lengang. Beberapa anak menarik napas dalam-dalam, ada beberapa juga yang tampak gusar. Terlebih mereka yang biasanya malas belajar.

"Baik anak-anak. Waktunya sudah habis. Bapak akan memulai memberi pertanyaan-pertanyaan," ucap pak Andi. Tangannya sibuk membuka lembaran demi lembaran buku soal.

"Bapak akan memulai dari kamu Ali. Jawab pertanyaan bapak dengan tenang," seru pak Andi.

"Siap, Pak," balas Ali sigap.

Dari ekspresi wajahnya, sepertinya dia sudah benar-benar siap mengikuti ujian. Wajahnya terlihat tenang. Dan, dia memang terkenal sebagai anak yang pintar. Pernah berkali menduduki juara pertama di kelas. Meski kadang juga tersaing oleh anak lain.

"Apa arti iman menurut Al Qur'an, Ali?" tanya pak Andi.

"Arti iman menurut Al Qur'an, yaitu membenarkan dengan penuh Keyakinan bahwa Allah mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Dan bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya," balas Ali lancar.

"Apa rukun Iman yang ke empat?"tanya pak Andi lagi.

"Iman kepada para Rasul," balas Ali.

Hingga pada pertanyaan ke sepuluh, Ali dapat menjawab pertanyaan dengan lancar. Pak Andi kemudian memberi giliran kepada yang lain. Anak-anak ada yang dapat menjawab dengan tergagap, ada yang juga tak mampu menjawab beberapa pertanyaan. Semua itu akan berdampak pada nilai mereka.
 
Tiba yang terakhir yang belum mendapat giliran , yaitu Bani. Dia teman sebangku Ali. Wajahnya tampak pucat ketika namanya dipanggil. Terang saja, dia adalah murid yang malas. Terkenal nakal dan suka mengancam anak-anak yang lain apabila tak memberikan contekan. Termasuk Ali, selama ini Ali sering mendapat ancaman dari Bani. Oleh sebab itulah Ali selalu memberikan contekan kepadanya. Namun tidak untuk hari ini. Ali merasa bersyukur, karena pak Andi hari ini memberikan tes lisan, bukan tes tertulis yang biasa diberikan.

Bani tak dapat menjawab dari awal pertanyaan. Dia hanya dapat menjawab asal ketika pak Andi memberikan beberapa pilihan jawaban kepadanya.

"Siapa saja Rasul yang mendapat gelar ulul azmi, Bani?"

"Mmm ... itu ... siapa? Nabi Muhammad, nabi, Isa, nabi Hud ...,"

"Nabi Hud?" potong pak Andi.

"Eh, anu ... siapa itu ... nabi Luth?" balas Bani masih tak yakin dengan jawabannya.

"Sudah, sudah. Kamu benar-benar payah Bani. Selama ini kamu mendapat nilai bagus dari Ali? Bapak pikir semenjak kamu duduk sebangku dengan Ali kamu menjadi ikut-ikutan rajin belajar. Tapi kenyataannya seperti ini," tegas pak Andi.

Kelas sunyi. Suara pak Andi yang memarahi Bani membuat seisi kelas ketakutan. Terlebih Bani. Dari sejak tadi hanya menunduk, tubuhnya gemetar, keringat bercucuran. Ali yang ada di sisi Bani pun dapat ikut merasakan ketegangan Bani. Dia menunduk tak berani menatap wajah pak Andi.

"Lihat ke depan semuanya," seru pak Andi.

Anak-anak menurut. Mereka serentak menatap ke depan setelah saling menunduk diam.

"Setelah hari ini, bapak akan memberlakukan tes lisan setiap minggu. Melihat kalian yang kepayahan bapak jadi tidak percaya kalau kalian selama ini mengerjakan tes tertulis dengan jujur. Terlebih kamu, Bani,"ucap pak Andi dengan tegas.

"Maaf, Pak. Saya janji akan rajin belajar," balas Bani gugup.

"Bukan Bani saja. Kalian semuanya, jika ingin pintar kalian harus belajar dengan sungguh-sungguh. Bagaimana nasib negeri kita kalau generasi penerusnya mudah sekali berlaku curang?" seru pak Andi.

Bel pergantian pelajaran berbunyi. Hari itu, setelah memberikan pengarahan kepada anak-anak dengan emosi yang sedikit membeludak, pak Andi meninggalkan kelas dengan raut kesal. Bukan sebab ingin berlaku kejam, tetapi beliau ingin memberi ketegasan agar anak-anak didiknya menjadi generasi penerus yang pintar juga jujur. Bagaimana jadinya jika sejak dini saja mereka sudah lihai bermain curang?

Kaohsiung, 15 Mei 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun