Mohon tunggu...
Anis FitriaUlfa
Anis FitriaUlfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Teknik Informatika di Universitas Mercu Buana

Nama : Anis Fitria Ulfa , NIM : 41521010157 Dosen Pengampu : Prof Dr Apollo, M.Si.Ak,CA,CIBV,CIBV, CIBG, Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Aplikasi Pemikiran (A) Bologna, John Peter, (B) Robert Klitgaard

31 Mei 2023   12:22 Diperbarui: 31 Mei 2023   12:22 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : dokumen pribadi 

2. Faktor keluarga

Masalah  korupsi  ini biasanya bisa terjadi dari keluarga. Biasanya itu penyebab terjadinya karena tuntutan isteri atau juga keinginan pribadi yang berlebihan. Hal yang menjadikan posisi dia duduk  sebagai  ladang  untuk  memuaskan kepentingan pribadi serta keluarganya. Keluarga harus  menjadi  benteng  tindakan  korupsi itu ,tetapi  kadang-kadang  juga penyebab terjadinya  korupsi sebenarnya  berasal  dari  keluarga.  Jadi, keluarga  sebenarnya  bertanggung  jawab atas tindakan korupsi tersebut  yang dimana dilakukan oleh suaminya atau kepala rumah tangga. Karena itu, keluarga sebenarnya ada di dua sisi, yaitu ada sisi  negatif  dan ada juga sisi  positif.  Jika  keluarga adalah pendorong korupsi, maka  keluarga berada di  sisi  negatif,  sedangkan  jika  keluarga menjadi benteng tindakan korupsi, maka keluarga berada  di  sisi  positif  dan  ini  merupakan faktor yang sangat penting dalam mencegah korupsi tersebut.

3.  Pendidikan

Korupsi  merupakan  kejahatan  yang dapat dilakukan oleh para intelektual. Pejabat rata-rata  yang  terjebak  dalam  kasus  korupsi ialah mereka yang berpendidikan tinggi, pendidikan  tinggi disini seharusnya  membuat mereka  tidak  melakukan  korupsi,  seperti yang dikatakan Kats dan Hans bahwa peran akademisi  tampaknya  masih  paradoks. Karena Memang pada kenyataannya para pelaku tindak pidana korupsi adalah para intelektual yang dimana sebelum melakukan tindakannya telah lebih dulu melakukan persiapan serta perhitungan yang cermat  sehingga nantinya  mereka  dapat  memanipulasi hukum sehingga kejahatan tersebut tidak akan terdeteksi.Meskipun  demikian dalam  konteks universal, pendidikan bertujuan untuk meningkatkan martabat  manusia.  Oleh  karena  itu, rendahnya  tingkat  pemahaman  tentang pendidikan  itu merupakan langkah awal   untuk memanusiakan manusia, pada kenyataannya lebih jauh melahirkan para kerdil yang berpikiran kecil dibandingkan dengan mereka yang sibuk mencari keuntungan  sendiri  dan  mengabaikan kepentingan  bangsa.  Karena  alasan  ini, pendidikan moral sangat dibutuhkan sejak awal karena untuk  meningkatkan  moral  generasi bangsa ini.

4.   Sikap kerja

Tindakan korupsi ini juga bisa datang dari sikap  bekerja  dengan  pandangan  bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus dapat melahirkan uang. Biasanya yang ada di dalam pikiran  mereka  sebelum  melakukan pekerjaan  tersebut adalah  apakah  mereka  akan mendapatkan untung  atau  tidak mendapatkan untung,  untung  atau rugi  dan  lain sebagainya.  Dalam  konteks birokrasi,  pejabat  yang  menggunakan perhitungan  ekonomi  semacam  itu  pasti tidak akan menyatukan manfaat. Sebenarnya yang terjadi ialah bagaimana masing-masing pekerjaan bertujuan menghasilkan keuntungan itu sendiri.


5. Hukum dan peraturan

Tindakan korupsi akan lebih mudah muncul  karena  undang-undang  dan peraturan itu memiliki kelemahan, yang meliputi sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang  tidak  konsisten  dan juga  sembarangan, lemahnya  bidang  revisi  dan  evaluasi legislasi. Untuk mengatasi kelemahan ini dibidang  revisi  dan  evaluasi,  pemerintahnya mendorong para pembuat undang-undang untuk sebelumnya dapat mengevaluasi efektivitas undang-undang  sebelum  undang-undang itu dibuat. Sikap  solidaritas  dan  kebiasaan memberi  hadiah  juga  merupakan  faktor penyebab  korupsi.  Dalam  birokrasi, pemberian hadiah bahkan telah dilembagakan,  meskipun  pada  awalnya  itu  tidak dimaksudkan  untuk  mempengaruhi  keputusan tersebut.  Lembaga  eksekutif  seperti  bupati/walikota dan jajarannya dalam melakukan tindak korupsi tidak melakukannya sendiri, tetapi ada persekongkolan dengan para pengusaha atau kelompok kepentingan lain, seperti halnya dalam menentukan tender pengembangan wirausaha  ini.  Walikota,  setelah  terpilih kemudian mereka bersama dengan DPRD, bupati/walikota  membuat  kebijakan  yang hanya  dapat menguntungkan  kolega,  keluarga atau   kelompok   mereka.   Kelompok kepentingan  atau  pengusaha  dengan kemampuan  melobi  pejabat  pemerintah dengan  memberikannya sebuah  hadiah  hibah,  suap, atau berbagai bentuk hadiah yang memiliki motif  korup  dengan  maksud  meluncurkan kegiatan bisnis yang bertentangan dengan kehendak rakyat. Sehingga terjadinya kasus korupsi  dalam  APBD  dapat  disimpulkan salah  satu  alasannya  ialah  lemahnya aspek legislasi. Sementara itu, menurut teori Ramirez Torres, korupsi adalah kejahatan perhitungan,  bukan  hanya  keinginan. Seseorang  akan  melakukan  Tindakan korupsi jika hasil korupsi akan lebih tinggi dan lebih besar dari pada hukuman yang  didapat. Salah  satu  faktor  lemah  dari  sanksi pidana dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  yang  telah  diperbarui  dengan Undang-Undang  No. 20 Tahun 2001. Salah satu   kelemahan   mendasar   adalah perumusan sanksi pidana yang minimal tidak khusus.  sebanding  dengan  sanksi  pidana maksimal.  Sangat  tidak  logis  dan  tidak sesuai  dengan  rasa  keadilan  jika  bentuk pidana itu maksimal penjara seumur hidup dan hukuman minimumnya adalah penjara 1 tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Korupsi. Salah satu penyebab kegagalan peradilan  pidana  dalam  pemberantasan tindak  pidana  korupsi  adalah  cara  hukum yang legalistik-positivistik.

6.   Faktor pengawasan

Pengawasan ini dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu pengawasan  internal  yang dimana  dilakukan langsung oleh pimpinan dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh instansi terkait dengan publik  dan  media.  Pengawasan  oleh lembaga terkait bisa kurang efektif karena terdapat beberapa faktor, termasuk pengawas yang tidak profesional, pengawasan yang tumpang  tindih  di  berbagai  lembaga, kurangnya  koordinasi  antara  pengawas, pengawas  yang  tidak  patuh  pada  etika hukum  atau  etika  pemerintah.  Hal  ini dapat menyebabkan  pengawas  sering  terlibat dalam  praktik  korupsi.  Padahal  pengawasan eksternal oleh masyarakat dan media juga  masih  lemah.  Untuk  alasan  ini, diperlukannya reformasi hukum dan peradilan serta  dorongan  dari  masyarakat  untuk dapat memberantas  korupsi  dari  pemerintah. Semakin  efektif  sistem  pengawasan, semakin  kecil  kemungkinan  korupsi  akan terjadi. Sebaliknya, jika korupsi benar-benar meningkat, itu artinya ada sesuatu yang salah dengan sistem pemantauannya.

7.   Faktor politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun