Aluna merasa dadanya sesak. Kisah itu entah bagaimana terasa seperti bayangan hidupnya sendiri.
Pria tua itu melanjutkan, "Pada suatu malam, pria itu berjanji akan melarikan diri bersama Samara. Mereka merencanakan segalanya dengan cermat. Tapi, di saat-saat terakhir, pria itu tidak datang. Dia memilih keluarganya daripada cintanya."
Aluna memalingkan wajahnya dari pria tua itu, menatap kembali lukisan tersebut. Sekarang, dia merasa melihat sesuatu yang baru di dalamnya kesedihan yang mendalam, sebuah pengorbanan yang tak pernah terbayar.
"Apakah dia melupakannya?" tanya Aluna dengan suara pelan.
"Samara?" pria tua itu tersenyum tipis. "Tidak. Dia tidak pernah melupakannya. Itulah mengapa dia melukis ini. Ini adalah caranya untuk mengabadikan perasaan itu, meskipun dia tahu, dia tidak akan pernah bisa memilikinya kembali."
Malam itu, Aluna pulang dengan pikiran yang kacau. Kisah Samara terus berputar di benaknya. Dia merasa seolah-olah ada hubungan tak kasat mata antara dirinya dan pelukis itu. Aluna sendiri memiliki luka yang serupa kenangan akan seseorang yang pernah berjanji untuk selalu bersamanya, namun menghilang begitu saja tanpa penjelasan.
Keesokan harinya, Aluna kembali ke galeri. Kali ini, dia membawa buku catatan kecil yang sudah lama tidak dia gunakan. Dia ingin mencatat apa pun yang dia rasakan saat berdiri di depan lukisan itu, seolah mencoba merangkai puzzle yang tersembunyi di dalamnya.
Namun, pria tua itu sudah tidak ada lagi. Aluna bertanya pada penjaga galeri, tetapi tidak ada yang tahu siapa dia. "Mungkin hanya seorang pengunjung biasa," jawab penjaga itu acuh tak acuh.
Hari-hari berlalu, tetapi Aluna semakin terobsesi dengan lukisan itu. Dia mulai mencari tahu tentang Samara. Dia menggali arsip-arsip lama, membaca buku-buku sejarah tentang kota itu, bahkan mengunjungi perpustakaan untuk menemukan petunjuk. Namun, yang dia temukan hanya serpihan-serpihan cerita yang tidak pernah benar-benar utuh.
Hingga suatu hari, Aluna menemukan sesuatu fakta yang mengejutkan. Dalam sebuah artikel lama yang tersimpan di perpustakaan kota, dia membaca bahwa Samara bukan hanya seorang pelukis biasa. Ternyata dia adalah nenek buyutnya.Â
Penemuan itu mengubah segalanya. Aluna menyadari bahwa lukisan itu bukan sekadar pengingat masa lalu Samara, tetapi juga warisan yang ditinggalkan untuknya. Warisan tentang kekuatan cinta, kehilangan, dan keberanian untuk terus melangkah meskipun hati terluka.