Aluna memutuskan untuk pergi ke danau yang ada di dalam lukisan itu. Dia ingin melihat sendiri tempat yang pernah menjadi saksi bisu dari kisah cinta Samara. Saat dia tiba di sana, semuanya terasa seperti dejavu. Angin yang berembus, riak air yang tenang, bahkan suara burung-burung di kejauhan, semuanya persis seperti yang tergambar dalam lukisan.
Di tepi danau, Aluna duduk diam, membiarkan kenangan mengalir. Dia membayangkan Samara dan pria itu duduk di tempat yang sama, berbagi tawa dan harapan. Dia membayangkan janji-janji yang terucap, serta air mata yang mungkin jatuh ketika segalanya berakhir.
Namun, kali ini, Aluna tidak merasa sedih. Sebaliknya, dia merasa damai. Dia menyadari bahwa meskipun masa lalu penuh dengan luka, itu adalah bagian dari siapa dirinya sekarang.
Beberapa hari kemudian ketika Aluna kembali ke galeri, penjaga itu memberitahunya sesuatu yang mengejutkan. "Lukisan itu telah terjual," katanya.
Aluna terdiam. Sebagian dari dirinya merasa kehilangan, tetapi sebagian lagi merasa lega. Lukisan itu telah menemukan rumah baru, dan dia tahu bahwa kenangan Samara akan terus hidup, tidak hanya dalam lukisan itu, tetapi juga dalam hatinya.
Bagi Aluna, itu adalah awal dari babak baru dalam hidupnya. Dia tidak lagi takut pada masa lalu. Sebaliknya, dia merangkulnya dengan penuh cinta, mengetahui bahwa setiap kenangan, baik manis maupun pahit, adalah bagian dari perjalanan yang membentuk dirinya.
Dan seperti Samara, dia pun belajar untuk melukis kehidupannya sendiri dengan warna-warna yang penuh makna, meskipun tidak selalu sempurna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H