Mohon tunggu...
Anisatul ummah
Anisatul ummah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rincian Aqidah Asy'ariyah

27 September 2018   12:55 Diperbarui: 27 September 2018   13:27 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aqidah Asy'ariyah

Paham Asy'ari atau Aqidah Asy'ariyah adalah sebuah sistem tauhid yang disusun oleh Abul-Hasan al-Asy'ari Nama lengkap beliau adalah Abul Hasan Ali bin Ismail. Beliau adalah keturunan kesekian dari sahabat nabi yang agung  Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu. Beliau lahir di kota Bashrah pada tahun 270 hijriyah.

Pemikiran Al-Asy'ari dalam masalah Aqidah.

Ada tiga periode dalam hidupnya yang berbeda dan merupakan perkembangan ijtihadnya dalm masalah aqidah.

Periode Pertama,.

Beliau hidup di bawah pengaruh Al-Jubbai syeikh aliran Mu'tazilah. Bahkan sampai menjadi orang kepercayaannya. periode ini berlangsung kira-kira selama 40-an tahun. Periode ini membuatnya sangat mengerti seluk beluk aqidah muktazilah hingga sampai pada titik kelemahannya dan kelebihannya.

Periode Kedua

Beliau berbalik pikiran yang berseberangan paham dengan paham-paham muktazilah yang selama ini telah mewarnai pemikirannya. Hal ini terjadi setelah beliau merenung dan mengkaji ulang semua pemikiran muktazilah selama 15 hari. Selama hari-hari itu beliau juga beristikharah kepada Allah SWT untuk mengevaluasi dan mengkritik balik pemikiran aqidah muktazilah. Diantara pemikirannya pada periode ini adalah beliau menetapkan 7 sifat untuk Allah SWT lewat logical, yaitu:

Al-Hayah (hidup)

Al-Ilmu (ilmu)

Al-Iradah (berkehendak)

Al-Qudrah (berketetapan)

As-Sama' (mendengar)

Al-Bashar (melihat)

Al-Kalam (berbicara)

Sedangkan sifat-sifat Allah yang bersifat khabariyah seperti Allah SWT punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya, maka beliau masih menta'wilkannya. Maksudnya eliau saat itu masih belum mengatakan bahwa Allah SWT punya kesemuanya itu namun beliau menfsirkannya dengan berbagai penafsiran. Logikanya mustahil Allah SWT yang Maha Sempurna itu punya tangan, kaki, wajah,dan lainnya.

Periode Ketiga

Pada periode ini beliau tidak hanya menetapkan 7 sifat Allah, tetapi semua sifat Allah SWT yang bersumber dari nash-nash yang shahih. Kesemuanya diterima dan ditetapkan tanpa takyif, ta'thil, tabdil, tamtsil dan tahrif. Beliau pada periode ini menerima bahwa Allah SWT itu benar-benar punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya. Beliau tidak melakukan:

Takyif : menanyakan bagaimana rupa wajah, tangan dan kaki Allah

Ta'thil : menolak bahwa Allah punya wajah, tangan dan kaki

Tamtsil : menyerupakan wajah, tangan dan kaki Allah dengan sesuatu

Tahrif : menyimpangkan makna wajah, tangan dan kaki Allah dengan makna lainnya.

Pada periode ini beliau menulis kitabnya "Al-Ibanah 'an Ushulid-diyanah" di dalamnya beliau merinci aqidah salaf dan manhajnya.

Komentar Ibnu Taimiyah tentang Al-Asy'ari

Mereka yang beraqidah ii sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh al-islam ibnu Taimiyah adalah paling dekat di antara yang lain kepada ahlussunnah wal-jamaah.

Aliran mereka adalah polarisasi antara wahyu dan filsafat.

Barangkali di masa itu kebutuhan untuk menjawab tantangan aqidah dengan menggunakan akal telah menjadi beban. Karena di masa itu sedang terjadi penerjemahan besar-besaran pemikiran filsafat barat yang materialis dan rasionalis ke dunia Islam. Sehingga dunia Islam mendapatkan tantangan hebat untuk bisa menjawab argumen-argumen yang bisa dicerna akal.

Al-Asy`ari adalah salah satu tokoh penting yang punya peranan dalam menjawab argumen kalangan ahli logika ketika menyerang aqidah Islam. Karena itulah metode aqidah yang beliau kembangkan merupakan panggabungan antara dalil naqli dan aqli. Bila dilihat dari kaca lain seperti di zaman di mana tantangan akal ini tidak lagi mendominasi, bisa saja terasa agak janggal karena metode akal atau rasio yang digunakan terasa kurang relevan lagi. Karena itu wajar bila dikritisi lebih detail, ada saja hal-hal yang dirasa kurang pas dan relevan lagi. Sebagian para pengkritik menyataskan bahwa paham As'ariyah menyalahi ahlussunnah wa al-jamaah dalam lima belas masalah, salah satunya adalah masalah asma' dan sifat. Meski demikian, para pendukung mazhab Asy`ari juga punya argumen yang membenarkan pendapat mereka.

Penyebaran Aqidah Asy-'ariyah Aqidah ini menyebar luas di zaman wazir Nizhamul Muluk pada dinasti Saljuq dan seolah menjadi aqidah resmi negara. Semakin berkembang lagi di masa keemasan madrasah An-Nidzamiyah, baik yang ada di Baghdad maupun di kota Naisabur. Madrasah Nizhamiyah yang di Baghdad adalah universitas terbesar di dunia. Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti Al-Mahdi bin Tumirat dan Nuruddin Mahmud Zanki serta sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Juga didukung oleh sejumlah besar ulama, terutama para fuqaha mazhab Asy-syafi'i dan mazhab Al-Malikiyah periode akhir-akhir. Sehingga wajar sekali bila dikatakan bahwa aqidah Asy-'ariyah ini adalah aqidah yang paling populer dan tersebar di seluruh dunia.

Para Ulama yang Berpaham Asy-'ariyah

Di antara para ulama besar dunia yang berpaham aqidah ini dan sekaligus juga menjadi tokohnya antara lain:

Al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111M)

Al-Imam Al-Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210)

Abu Ishaq Al-Isfirayini (w 418/1027)

Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M)

Abu Ishaq Asy-Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M)

Asy'ariyah banyak menggunakan istilah ahlus sunnah wal jamaah ini. Kebanyakan di kalangan mereka mengatakan  bahwa madzhab salaf "Ahlus sunnah  wal jamaah" adalah apa yang di katakana oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-Maturidi. Sebagian dari mereka  mengatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah  itu Asy'ariyah, Maturidiyah, dan Madzhab Salaf.

Asy'ariyah banyak menggunakan istilah Ahlus sunnah wal jamaah ini. Kebanyakan di kalangan mereka mengatakan bahwa madzhab salaf "ahlus sunnah wal jamaah" adalah apa yang dikatakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-maturdiyah, dan madzhab salaf. 

Bahwa penggunaan mereka terhadap istilah ini tidak menghalangj kita untuk menggunakan dan menamakan diri dengan istilah ini menurut syar'i dan yang digunakan oleh para ulama salaf. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun