Mohon tunggu...
Anisa L
Anisa L Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi untuk mencari hobi baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

ICRC (Indonesia Cross-Regional Cooperation): Program Kerjasama Lintas Negara Kawasan Laut China Selatan sebagai Upaya Pencegahan Konflik LCS

31 Mei 2024   23:06 Diperbarui: 31 Mei 2024   23:31 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Latar Belakang

Wilayah Indo-Pasifik merupakan kawasan yang beresiko tinggi akan terjadinya konflik di antara negara-negara yang mengelilingi kawasan tersebut. Salah satu dinamika yang terjadi dan memberikan dampak yang cukup besar bagi banyak negara adalah terjadinya klaim sepihak Laut China Selatan (LCS) oleh China yang berdasar oleh nine dash line. Laut China Selatan merupakan salah satu jenis laut yang dikelilingi oleh beberapa kawasan daratan dari berbagai negara (Delanova dan Yani, 2022.). 

Secara geografis, LCS merupakan bagian dari Samudra Pasifik yang meliputi area Selat Karimata dan Malaka hingga Selat Taiwan dengan panjang hingga mencapai 3.500.000 kilometer persegi (Rustam, 2018). 

Laut China Selatan (LCS) memiliki posisi strategis yang sangat penting, karena merupakan jalur perdagangan utama dan kaya akan sumber daya alam yang menjadi daya tarik bagi negara-negara di sekitarnya (Rustam, 2020). Terdapat sepuluh negara yang berbatasan dengan LCS, termasuk China, Taiwan, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Brunei Darussalam (Ambarwati dkk., 2023). 

Setiap negara memiliki kepentingan ekonomi dan strategis yang kuat di wilayah LCS, terutama terkait dengan potensi sumber daya alam yang melimpah. Persaingan dan tumpang tindih klaim teritorial di LCS menjadi hal yang umum dalam dinamika geopolitik di kawasan tersebut.

Sejak beberapa dekade terakhir, konflik terkait tumpang tindih klaim atas kawasan Laut China Selatan memicu ketegangan yang besar, khususnya di antara enam negara yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan yaitu China, Taiwan, Vietnam, Filiphina, Malaysia, dan Brunei Darussalam (Hidayat dkk., 2024). 

Konflik ini pun memicu banyak ancaman bagi negara yang terlibat dan dapat berdampak kepada Indonesia jika konflik ini dibiarkan terus menerus. Indonesia memang tidak secara langsung terlibat dalam konflik Laut China Selatan, namun klaim nine-dash line oleh China menyebabkan tumpang tindih dengan wilayah teritorial Indonesia di perairan Natuna, yang telah masuk dalam ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia yang telah sesuai dengan Konvensi Hukum Laut PBB. Hal ini akan memungkinkan terjadinya peluang untuk Indonesia terlibat dalam konflik ini dan mengancam kedaulatan wilayah Indonesia (Santoso dan IP, 2021). 

Ketegangan negara-negara yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan menjadi faktor pemicu memanasnya konflik ini, sehingga diperlukan upaya yang dapat meredam ketegangan yang terjadi akibat sengketa wilayah yang terjadi di antara keenam negara tersebut (Ruyat, 2017). 

Sehingga, dengan adanya latar belakang yang telah dipaparkan, penulis menawarkan solusi berupa diberlakukannya ICRC (Indonesia Cross-Regional Cooperation): program kerjasama lintas negara kawasan Laut China Selatan dengan Indonesia sebagai upaya pencegahan konflik sengketa LCS terhadap kedaulatan Indonesia. 

Isi 

Program Indonesia Cross-Regional Cooperation (ICRC) adalah inisiatif diplomasi lintas negara yang diprakarsai oleh Indonesia untuk berperan sebagai mediator dalam konflik Laut China Selatan (LCS). Tujuannya adalah untuk menciptakan dialog konstruktif dan mengurangi ketegangan antara enam negara yang terlibat: Brunei, Filipina, Taiwan, China, Malaysia, dan Vietnam. ICRC berfokus pada menciptakan forum dialog yang inklusif, di mana masing-masing negara dapat menyampaikan pandangan dan kekhawatiran mereka terkait klaim teritorial di LCS, sambil mencari solusi damai yang menghormati prinsip-prinsip hukum internasional.

Mekanisme utama ICRC melibatkan penyelenggaraan pertemuan reguler antara perwakilan diplomatik dari negara-negara yang bersengketa. Pertemuan ini dirancang untuk menjadi platform netral, di mana setiap negara dapat mengemukakan posisi mereka secara terbuka dan transparan. 

Selain itu, Indonesia sebagai mediator juga menyusun agenda yang memastikan semua isu penting dibahas, termasuk hak navigasi, eksplorasi sumber daya, dan perlindungan lingkungan laut. Setiap pertemuan diakhiri dengan penetapan kesepakatan bersama atau rekomendasi yang dapat menjadi dasar untuk negosiasi lebih lanjut. 

Selain pertemuan tingkat tinggi, program ini akan mengadakan lokakarya dan seminar yang melibatkan pakar hukum internasional, akademisi, dan organisasi non-pemerintah. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperkaya dialog dengan perspektif ilmiah dan memberikan masukan berbasis penelitian yang dapat membantu negara-negara peserta dalam merumuskan kebijakan. 

Lokakarya ini juga berfungsi sebagai media edukasi untuk meningkatkan pemahaman tentang implikasi hukum dari berbagai klaim teritorial serta pentingnya menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan LCS.

ICRC juga mendorong kerja sama di bidang non-keamanan, seperti ekonomi, budaya, dan penelitian ilmiah maritim. Melalui proyek-proyek kolaboratif, seperti penelitian bersama tentang ekosistem laut atau pengembangan infrastruktur maritim, ICRC bertujuan untuk membangun kepercayaan di antara negara-negara yang bersengketa. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan suasana positif yang mendukung penyelesaian damai dari konflik, dengan menekankan manfaat nyata dari kerja sama lintas batas yang menguntungkan semua pihak.

Berbagai keuntungan strategis dapat diperoleh bagi Indonesia. Pertama, peran sebagai mediator meningkatkan profil diplomatik Indonesia di kancah internasional. Dengan memfasilitasi dialog antara negara-negara yang bersengketa di Laut China Selatan, Indonesia memperkuat posisinya sebagai pemimpin regional yang mampu menyelesaikan konflik secara damai. 

Ini tidak hanya meningkatkan citra Indonesia di mata dunia, tetapi juga membuka peluang bagi peran lebih besar dalam organisasi internasional dan regional. Program ICRC membantu menjaga stabilitas kawasan yang berdampak langsung pada keamanan nasional Indonesia. 

Dengan mengurangi ketegangan dan mendorong dialog, ICRC berkontribusi dalam mencegah eskalasi konflik yang bisa merugikan keamanan maritim Indonesia, terutama di perairan Natuna Utara. Stabilitas ini penting untuk memastikan kelancaran aktivitas ekonomi maritim dan melindungi hak-hak Indonesia dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang diakui oleh Konvensi Hukum Laut PBB.

Program ini juga membuka peluang kerjasama ekonomi dan penelitian dengan negara-negara yang terlibat. Melalui proyek kolaboratif di bidang ekonomi, budaya, dan ilmiah, Indonesia bisa memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara peserta. Misalnya, penelitian bersama tentang ekosistem laut atau pengembangan infrastruktur maritim dapat membawa manfaat teknologi dan pengetahuan baru bagi Indonesia.

Kerjasama ini juga bisa menciptakan peluang investasi dan perdagangan yang menguntungkan perekonomian nasional. Program ini pula dapat menjadi wadah untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas yang berkelanjutan di kawasan, yang pada akhirnya mendukung lingkungan yang kondusif bagi pembangunan nasional.

Dengan mencegah konflik dan mempromosikan resolusi damai, Indonesia membantu menciptakan iklim yang stabil bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial. Ini memberikan dasar yang kuat bagi upaya Indonesia dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.

Program Indonesia Cross-Regional Cooperation (ICRC) tentunya akan memberikan dampak positif signifikan terhadap kedaulatan Indonesia. Program ini membantu menegaskan dan memperkuat posisi Indonesia dalam mempertahankan hak-haknya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di perairan Natuna Utara. Dengan memainkan peran aktif sebagai mediator, Indonesia menunjukkan komitmennya terhadap prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Ini membantu mengamankan klaim kedaulatan maritim Indonesia terhadap negara-negara lain yang mungkin memiliki klaim tumpang tindih.  

ICRC juga dapat meningkatkan kapasitas diplomatik dan pengaruh internasional Indonesia, yang secara tidak langsung memperkuat kedaulatan nasional. Dengan menjadi pemimpin dalam menyelesaikan sengketa maritim secara damai, Indonesia memperoleh dukungan dan pengakuan internasional yang lebih besar. 

Ini tidak hanya meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam negosiasi internasional, tetapi juga membangun jaringan kerja sama yang kuat dengan negara-negara lain. Dukungan internasional ini dapat menjadi penopang penting dalam mempertahankan kedaulatan dan menghadapi tekanan dari pihak-pihak yang memiliki klaim atau kepentingan yang bertentangan di Laut China Selatan.

Simpulan 

Dengan demikian, program Indonesia Cross-Regional Cooperation (ICRC) memiliki dampak yang signifikan bagi kedaulatan Indonesia. Melalui peran mediator dalam menangani konflik Laut China Selatan, Indonesia mengukuhkan posisinya dalam mempertahankan hak-haknya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di perairan Natuna Utara. 

Selain itu, dengan mengurangi ketegangan dan mendorong dialog antara negara-negara yang terlibat, ICRC membantu menjaga stabilitas keamanan regional yang berdampak langsung pada keamanan nasional Indonesia. Kerjasama ekonomi dan penelitian yang dipromosikan oleh program ini juga memberikan manfaat nyata bagi Indonesia, dari peningkatan hubungan bilateral hingga peluang investasi dan perdagangan yang menguntungkan. 

Terakhir, melalui penguatan kapasitas diplomatik dan pengaruh internasional, Indonesia memperoleh dukungan dan pengakuan lebih besar dalam upaya mempertahankan kedaulatan maritimnya. Dengan demikian, ICRC merupakan langkah yang strategis dalam menjaga kedaulatan Indonesia di tengah kompleksitas konflik di Laut China Selatan.

Sumber Rujukan 

Ambarwati, A., Putra, A.P., Aryadi, A.W., Nabila, N., Ramli, N., Najwa, A. and Sutriani, S., 2023. Pesona Kekayaan Alam: Sumber Konflik di Kawasan Laut China Selatan. Jurnal Litigasi Amsir, 10(3), pp.240-246.

Delanova, M.O. and Yani, Y.M., 2022. Dampak Kebijakan Amerika Serikat di Indo-Pasifik dalam Menghadapi China terhadap Keamanan Indonesia. Academia Praja: Jurnal Ilmu Politik, Pemerintahan, dan Administrasi Publik, 5(1), pp.79-97.

Hidayat, A.R., Alifah, N., Rodiansjah, A.A. and Asikin, M.Z., 2024. Sengketa Laut Cina Selatan: Analisis Realis terhadap Perebutan Kekuasaan, Respon Regional, dan Implikasi Geopolitik. Jurnal Syntax Admiration, 5(2), pp.568-578.

Rustam, I., 2018. Makna Strategis Selat Lombok dan Perkembangannya Sebagai Jalur Pelayaran Internasional. Global and Policy Journal of International Relations, 6(01).

Rustam, I., 2020. Strategi maritime silk road China dan dampaknya pada keamanan maritim Indonesia. Indonesian Journal of Peace and Security Studies (IJPSS), 2(2), pp.31-50.

Ruyat, Y., 2017. Peran Indonesia dalam Menjaga Wilayah Laut Natuna dan Menyelesaikan Konflik Laut Tiongkok Selatan. Jurnal Lemhannas RI, 5(1), pp.65-75.

Santoso, S.P. and IP, S., 2021. Percaturan Geopolitik Kawasan Laut China Selatan. Deepublish.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun