Mohon tunggu...
Anisa Dwi Ustadiyah
Anisa Dwi Ustadiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang anak dari salah satu desa diujung timur kota wonogiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku "Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat dan UU Perkawinan" karya Prof.Dr.Amir Syarifuddin

8 Maret 2023   14:32 Diperbarui: 21 Maret 2023   11:40 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : Perpustakaan Nasional

Selain pernikahan atau perkawinan yang diharamkan ada pula larangan dalam perkawinan yaitu orang orang yang tidak boleh melakukan perkawinan. Mengenai larangan ini dibagi menjadi dua yaitu perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya dan perkawinan yang berlaku haram untuk sementara waktu (dalam waktu tertentu) diantaranya adalah :

  • Mahram Muabbad yaitu orang orang yang dilarang untuk melakukan hubungan pernikahan selamanya karena 3 sebab yaitu hubungan kekerabatan, hubungan perkawinan/ mushaharah dan hubungan persusuan. Selain itu ada 2 yang tidak disepakati ulama yang termasuk mahram muabbad yaitu istri yang putus perkawinannya karena li'an dan perempuan yang dinikahi pada saat iddah.
  • Mahram Ghairu Muabbad yaitu larangan untuk melakukan perkawinan dalam waktu tertentu (sementara). Diantaranya adalah menikahi dua orang saudara dalam satu waktu, poligami >4, larangan karena ikatan perkawinan, larangan karena talak tiga, larangan karena ihram, larangan karena perzinaan, larangan karena beda agama,

Selanjutnya mengenai kafa'ah (kesetaraan ) dalam perkawinan. Yang dimaksud dengan kafaah adalah artinya adalah sama atau setara artinya bahwa perempuan harus sama atau setara dengan laki laki. Penentuan kafaah adalah hak bagi perempuan. Ada beberapa kriteria yang berkaitan dengan kafaah diantaranya menurut hanafiyah adalah nasab, islam,profesi, kemerdekaan dirinya, tingkat kualitas keagamaa, dan kekayaan. Menurut syafi'iyah kriteria kafaaah adalah kebangsaan/ nasab, kualitas keagamaan, kemerdekaan diri, usaha/ profesi. Dan menurut hanabilah kriteria kafaah meliputi kualitas keagamaan, usaha/ profesi, kekayaan, kemerdekaan diri, kebangsaan.

Selain kafaah diatur pula mengenai perjanjian dalam perkawinan. Perjanjian perkawinan adalah suatu perjanjian diantara kedua mempelai diluar akad nikah. Hukum membuat perjanjian ini adalah mubah. Mengenai perjanjian dalam perkawinan diatur dalam UU Perkawinan BAB V ayat 1-4. Selain itu dalam KHI juga diatur dalam pasal 45 sampai 52. Ada pula pencegahan perkawinan yaitu usaha yang menyebabkan tidak berlangsungnya perkawinan. UU Perkawinan mengatur pencegahan perkawinan dalam pasal 13 sampai pasal 21

Beranjak dari kafaah dan pencegahan perkawinan, selanjutnya adalah walimatul 'urs atau pesta perkawinan. Yang dimaksud dengan walimatul 'urs adalah suatu pesta dalam rangkan mensyukuri nikmat Allah setelah terlaksanakannya akad perkawinan dengan jamuan makanan. Pada dasarnya hukum walimatul 'urs adalah sunnah,. Hikmah adanya walimatul 'urs adalah untuk memberitahukan pada khalayak bahwa diantara kedua mempelai sudah sah menjadi suami istri karena aqad telah terjadi, sehingga semua pihak mengetahui dan tidak terjadi tuduhan di kemudian hari. Dengan ini ulama zahiriyah mengatakan wajib untuk memenuhi suatu undangan walimah jika diundang dan wajib makan dalam walimah itu jika ia tidak sedang berpuasa dan jika berpuasapun wajib menghadirinya meski hanya sekedar memohonkan doa bagi kedua mempelai.

Selanjutnya mengenai hak dan kewajiban suami istri. Yang dimaksud dengan hak adalah apa yang diterima seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban adalah apa yang harus dilakukan seseorang kepada orang lain. Dalam hal ini kewajiban suami merupakan hak dari istri, begitu pula sebaliknya kewajiban istri merupakan hak bagi suami. Berkaitan dengan kewajiban suami kepada istri dibagi menjadi dua yaitu kewajiban yang bersifat materi disebut nafkah, dan kewajiban yang tidak bersifat materi.

Mengenai hak dan kewajiban suami istri telah diatur dalam UU Perkawinan dalam satu bab yaitu bab V dimana materinya sejalan dengan kitab kitab fiqih. Mulai dari pasal 30 smpai 34. Mengenai tentang nafkah telah diatur dalam KHI yang termuat dalam pasal 77 sampai pasal 82. Pasal 77 - 78 mengenai bagian umum kewajiban suami istri, pasal 79 tentang kedudukan suami, pasal 80 tentang kewajiban suami, pasal 81 tentang tempat kediaman, pasal 82 tentang kewajiban suami yang memiliki istri lebih dari satu, pasal 83 sampai pasal 84 tentang kewajiban istri. mengenai harta dalam perkawinan baik harta bawaan atau harta bersama diatur dalam UU Perkawinan bab VII pasal 35 sampai 37. Tentang harta bersama pasal 85 sampai 97.

Mengenai bab ke 3 yaitu tentang putusnya perkawinan atau perceraian yaitu berakhirnya hubungan antara laki laki dan perempuan yang sebelumnya sebagai suami istri. Pada dasarnya putusnya perkawinan adalah hal yang paling dihindari dan ditakuti oleh kebanyakan orang akan tetapi hal ini bisa dilakukan karena sebab sebab tertentu, mengungat salah satu tujuan perkawinan adalah hidup bahagia dan kekal berdasarkan dengan ketuhanan yang  maha esa. Maka denagn ini ada suatu antisipasi terhadap putusnya perkawinan yaitu nusyuz istri artinya adalah kedurhakaan istri kepada suami dalam menjalankan apa yang diwajibkan Allah atasnya. Kedua adalah nusyuz suami yaitu kedurhakaan suami kepada istrinya dengan meninggalkan kewajibannya terhadap istri. dan yang ketiga adalah syiqaq atau pertengkaran yaitu pertengkaran antara suami dan istri yang dapat diselesaikan sendiri oleh keduanya.

Putusnya perkawinan ada beberapa sebab, diantaranya yang pertama adalah putusnya perkawinan karena kehendak Allah dengan meninggalnya seorang suami atau istri. kedua putusnya perkawinan karena kehendak suami dengan lasan tertentu atau biiasa disebut dengan talaq. Ada beberapa jenis talaq yaitu talaq sunni adalah talaq yang pelaksanaannya berdasarkan petunjuk dalam Al Qur'an dan hadis nabi. Talaq bid'iy yaitu talaq yang dijatuhkan tidak menurut ketentuan agama. Jika melihat dari kemungkinan boleh atau tidaknya suami kembali kepada istrinya ada talaq raji' dan bain. Talaq raji'atau talaq satu membolehkan suami kembali kepada mantan istrinya selama masih dalam masa idah tanpa melalui akad yang baru. Sedangkan talaq bain adalah talaq yang tidak memungkinkan mantan suami kembali kepada mantan istri kecuali dengan akad yang baru. Talaq bain ada dua yaitu talaq bain kubro dan sughro. Talaq baik sughro adalah suami tidak boleh rujuk kepada mantan istrinya, tapi dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui mahallil. Sedangkan talaq bain kubro adalah tidak memungkinkan suami ruju' kepada mantan istrinya. Boleh kembali menikahi setelah mantan istri menikah dengan lalki laki lain kemudian bercerai dantelah habis masa idahnya.

 Ketiga putusnya perkawinan karena kehendak istri dengan alasan tertentu atau biasa disebut dengan khulu'. Pada dasar hukum khulu' adalah mubah karena tujuannya adalah untuk menghindarkan adanya kesulitan dan kemadharatan istri jika perkawinan terus dilanjutkan degan tidak merugikan pihak suami karena telah mendapat iwadh dari istrinya atas permintaan cerai dari istrinya itu. Mengenai rukun khulu' adalahh suami menceraikan istrinya dengan tebusan, istri yang meminta cerai suami dengan tebusan, uang tebusan / iwadh, alasan untuk terjadinya khulu'. Mengenai khulu' tidak diatur dalam UU Perkawinan, akan tetapi diatu dalam KHI pada pasal 1 ayat 1 dan pasal 124.

Yang keempat adalah putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan istri sehingga tidak memungkinkan untuk perkawinan ini dilanjutkan, hal ini disebut dengan fasakh. Tentang alasan terjadinya fasakh ada dua, pertama perkawinan yang sebelumnya telah terjadi tapi ternyata tidak memenuhi syarat, rukun atau halangan yang tidak membenarkan adanya perkawinan tersebut. Kedua fasakh terjadi karena dalam diri suami atau istri ada sesuatu yang menyebabkan perkawinan tidak mungkin dilanjutkan, karena jika dilanjutkan akan menimbulkan kerusakan pada suami, istri atau keduanya. Faktor penyebab terjadinya fasakh : syiqaq, fasakh karena cacat, fasakh karena ketidakmampuan suami memberi nafkah, fasakh karena suami gaib dan fasakh karena melanggar  janji dalam perkawinan.

Selain diatas adapula penyebab putusnya perkawinan yaitu dengan zihar yaitu ucapan sumai yang menyamakan punggung istrinya dengan punggung ibunya, dimana pada masa jahiliyah jika sudah tidak senang lagi dengan istrinya dan tidak mau menggunakan kata cerai maka diucapkanlah zihar itu untuk memutuskan perkawinan.  Hukum zihar adalah haram . hikmah adanya zihar agar suami atau laki laki tidak mudah bermain main dengan hal hal yang berkaitan dengan pernikahan dan tidak pula menyakiti istri. jika suami telah menjatuhkan zihar kepada istri dan telah memenuhi rukun dan syarat yang telah ditetapkan maka hukumnya menjadi haram menggauli istri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun