Mohon tunggu...
Anisa Dwi Ustadiyah
Anisa Dwi Ustadiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang anak dari salah satu desa diujung timur kota wonogiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku "Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat dan UU Perkawinan" karya Prof.Dr.Amir Syarifuddin

8 Maret 2023   14:32 Diperbarui: 21 Maret 2023   11:40 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : Perpustakaan Nasional

Tahun  :  2014

Cetakan: kelima edisi 1

Buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Amir Syarifuddin tentang "Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang Undang Pekawinan". Mendeskripsikan secara lengkap dan rinci mengenai berbagai substansi hukum yang ada dalam sebuah perkawinan. Buku yang disusun dengan menggunakan pendekatan berbagai mahzab fiqih seperti syafi'i, maliki, hanbali, Hanafi, imamiyah serta dzahiri. Dengan iki kita bisa mengetahui tentang perbedaan antar mahzab serta dasarnya yang dengan ini kita bisa saling menghargai antara satu sama lain jika ada perbedaan pendapat.Di buku ini juga dijelaskan mengenai perbedaan istilah istilah dalam perkawinan dari segi etimologi maupun terminology, tujuan hukum serta hikmahnya, rukun dan syarat dalam perkawinan ataupun hal hal lain yang berkenaan dengan perkawinan dan pelaksanaan dan penyelesaian terhadap suatu problem yang timbul dari permasalahan berkaitan dengan hal hal yang terjadi dalam perkawinan.

Dengan berbagai substansi ini dapat mengajak kita yaitu pembaca untuk bisa berfikir kritis dalam menelaah berbagai pandangan dan dasar terhadap hukum perkawinan yang ada pada saat ini untuk nanti agar kita dapat memilih dan memilah pendapat yang sesaui dengan kemaslahatan. Dengan dilengkapi oleh komparasi atau perbandingan terhadap Kompilasi Hukum Islam (KHI) serta serta undang undang perkawinan di Indonesia maka dengan ini kita bisa melihat sejauh mana Indonesia dalam menerapkan fiqh munakahat dalam undang undang perkawinannya. Buku ini terdiri dari lima bab. Bab pertama yaitu pengantar berkaitan dengan fiqh munakahat, undang undang perkawinan dan analisis perbandingannya. Untuk bab kedua yaitu berkaitan dengan perkawinan. Bab ketiga tentang putusnya perkawinan. Bab keempat tentang akibat putusnya perkawinan dan bab terakhir berkaitan dengan ruju'.

Berkaitan dengan fikih munakahat yang merupakan suatu kumpulan aturan yang sifatnya amaliyah furu'iyah berdasarkan Wahyu Allah yang mengatur mengenai segala hal yang berkaitan dengan perkawinan dan berlaku bagi seluruh umat yang beragama islam. Bersumber dari Al Qur'an, Hadis Nabi, ijma' dan qiyas. Sebagai hukum agama, fikih munakahat merupakan salah satu dari rubu'dari fikih yang mana dalam pandangan umat muslim adalah sesuatu yang berasal dari Allah harus dilakukan untuk meningkatkan keimanan kepada Allah.

Ruang lingkup fikih munakahat meliputi langkah awal untuk memulai perkawinan yaitu memilih calon, kemudian penyampaian kehendak untuk mengawini (khitbah), proses perkawinan yang menyangkut rukun, syarat dan yang menghalangi, kewajiban suami istri, putusnya hubungan perkawinan, hubungan anak dengan orang tua dan rujuk.Undang undang perkawinan adalah semua aturan yang bisa dijadikan pentunjuk umat islam dalam perkawinan dan dijadikan pedoman hakim di Pengadilan Agama dalam memeriksa serta memutuskan perkara perkawinan baik secara resmi dinyatakan sebagai peraturan perunang undangan negara atau tidak. Selain itu ada kompilasi hukum islam (KHI) yang digunakan hakim PA sebagai pedoman.Hubungan antara fikih munahat dan KHI adalah bahwa KHI adalah Undang Undang Perkawinan yang dilengakapi dengan Fikih Munakahat

Setelah mengetahui mengenai undang undang perkawinan, fikih munakahat dan kompilasi hukum islam dengan itu tidak akan mungkin lepas dengan hal yang dikatakan dengan perkawinan. Pengertian perkawinan atau pernikahan dalam fikih munakahat berasal dari bahasa arab yaitu nikah dan zawaj. Berdasarkan arti kata nikah dapat diartikan bergabung (hubungan kelamin,) dapat juga diartikam dengan 'aqad (suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak pihak yang terikat dalam perkawinan). Namun mengenai pengertian perkawinan di Indonesia sendiri telah dijelaskan dalam, UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1 yang berbunyi " perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa" .

Mengenai hukum perkawinan adalah tegantung keadaan orang orang tertetntu. Wajib bagi orang yang telah layak, memiliki keinginan untuk kawin dan memiliki kelengkapan dan takut akan terjerumus pada perbuatan zin ajika tidak kawin. Perkawinan hukumnya menjadi sunnah untuk orang yang telah memiliki keinginan untuk kawin, pantas dan memiliki perlengkapan untuk melangsungkan perkawinan. Mubah untuk orang yang belum memiliki keinginan untuk kawin dan perkawinan itu tidak akan mendatangkan kemudharatan bagi siapapun. Makruh untuk orang yang belum layak, belum berkeinginan dan belum memiliki bekal untuk kawin. Haram untuk orang yang tidak akan dapat memenuhi syara' atau dengan perkawinan itu tidak akan bisa mencapai tujuan syara.

Agar tujuan pernikahan sebagaimana telah disebutkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI serta Fikih Munakahat dapat terpenuhi, maka perlu adanya banyak persiapan sebelum melangsungkan perkawinan. Persiapan yang pertama adalah memilih jodoh, ketika memilih jodoh harus benar benar diperhatikan bukan hanya kaum laki laki begitu juga kaum wanita. Ketika memilih calon maka pilihlah sebagaimana kriteria yang telah ditentukan dalam islam. karena pada tahan inilah yang akan menentukan keberlanjutan pada tahap berikutnya. Setelah memilih pasangan yang sesuai maka selanjutnya adalah tahap peminangan yaitu penyampaian kehendak untuk menikahi calon pasangan yang telah dipilih tadi. Peminangan atau khitbah dilakukan untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang diadakan setelah itu karena dengan khitbah kedua belah pihak akan saling mengenal. Meski demikian dalam khitbah atau peminangan ini masih ada batasnya artinya laki laki yang meminang boleh melihat wanita yang dipinangnya sebatas muka dan telapak tangan. Di UU perkawinann sendiri tidak mengatur mengenai peminangan atau khitbah, akan tetapi di KHI diatur tentang peminangan atau khitbah yang tertuang dalam pasal 1(pengertian peminangan), 11,(pihak yang melakukan peminangan), 12(perempuan yang boleh dan tidak boleh dipinang) dan 13. (akibat hukum peminangan).

Dengan adanya peminangan maka akan memperkuat ikatan seseorang untuk dapat melanjutkan ke jenjang perkawinan. Dalam perkawinanpun ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar perkawinannya menjadi sah. Rukun perkawinan diantaranya adalah calon mempelai laki laki, calon mempelai perempuan, wali dari calon mempelai perempuan, dua orang saksi (laki laki), ijab dan qabul. Berkaitan dengan rukun perkawinan UU Perkawinan tidak membicaarkan sama sekali. Akan tetpi di dalam KHI mengenai rukun perkawinan disebutkan dalam pasal 14.  Mengenai syarat untuk kedua calon mempelai haruslah beragama islam, keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan lainnya, antara kedua mempelai tidak ada larangan untuk melangsungkan perkawinan, kedua pihak telah sepakat untuk melangsungkan pernikahan. Syarat wali dewasa, berakal, laki laki, beragama islam, merdeka, tidak sedang ihram,adil, berpikiran baik, tidak berada dalam pengampunan/ mahjur alaih. Syarat saksi adalah 2 orang laki laki, beragama islam, merdeka, adil, bisa melihat dan bisa mendengar. Selanjutnya mengenai syarat ijab qabul atau akad nikah dimulai dengan ijab dan dijawab dengan qabul, isi antara ijab dan qabul harus sama, ijab dan qabul harus menyambung dan menggunakan lafadz yangjelas serta dapat dimegerti. Mengenai mahar adalah pemberian dari mempelai laki laki kepada mempelai perempuan baik berupa barang atau uang ketika dilangsungkan akad nikah..

Berkaitan dengan hal tersebut ada pula suatu perkawinan yang diharamkan atau dilarang, diantaranya adalah sebagai berikut

  • Nikah Mut'ah
  • Yaitu pernikahan yang dibatasi dalam tempo waktu tertentu atau sekarang lebih dikenal dengan istilah kawin kontrak.
  • Nikah Tahlil
  • Pernikahan yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang telah melakukan talak tiga agar bisa kembali dengan istrinya dengan nikah yang baru.
  • Nikah syighar
  • Ketika wali menikahkan anak perempuan yang urusnya kepada seorang pria dengan syarat dia menikahkan pula gadis yang diurusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun