Pandai Sikek sebagai penghasil beras dan memiliki kebun kopi yang luas. Masyarakatnya juga aktif dalam perdagangan. Dan daerah ini juga penghasil alat pertanian seperti sabit, bajak, ladiang (parang), senjata tajam dan alat berburu lainnya. Bukit Batabuah, Sungai Pua, Enam Koto, Koto Laweh mendapat untung dari komoditi kopi, kayu manis, beras dan industri rumah tangga. Pusat-pusat industri pengolahan besi Jugg dimanfaatkan oleh kelompok Paderi untuk membua senjata perang, hal itu sudah berlangsuang sejal sebelum keterlibatan Belanda masuk kepedalaman Minangkabau.
Sementara itu di Kamang, daerah perkebunan kopi ada di sekitar Bukit Tarapuang, Bukit Batu Biaro, daerah Lereng Babukik, Limau Kambiang, Bukit Panjang Tarusan sampai ke Bukit Panjang daerah Pauah-Sungai Bawak. Tanaman kopi yang ada di daerah ini subur dengan buah yang banyak. Kopi menjadi primadona perdagangan di zaman itu. Namun pasca Paderi karena dalam tekanan pihak penjajah urang awak (orang Minangkabau) jarang yang meminum kopi. masyarakat umumnya hanya meminum air dari daun kopi yang disangrai, dinamai dengan kopi daun (kawa daun).
Kamang adalah daerah yang mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Hal itu didapat karena mereka mempertahankan persawahan untuk bertanam padi. Sebagian penduduk Kamang juga aktif berdagang dengan komoditas kayu manis dan kopi. Daerah ini memiliki ketinggian dan topografi yang cocok untuk komoditas tersebut. Keberadaan sawah, kebun dan tradisi dagang serta majunya perkebunan kopi dan kulit kayu manis membuat pertumbuhan ekonomi masyarakat Kamang berkembang pesat.
Kawasan Bukit Barisan Kamang bagian selatan juga terdapat jalur perdagangan kopi yang aman. Jalan-jalan dagang di perbukitan Kamang ini masih aktif sampai kurun waktu 1960-an. Kamang, Suayan, Suliki, Palembayan terhubung dengan jalan-jalan yang menembus hutan Bukit Barisan. Di Kamang terdapat bukit-bukit kecil yang kuning kemerahan oleh warna daun kayu manis. Dipekarangan rumah pohon-pohon merunduk karena sarat akan buahnya. Demianlah gambaran tentang keadaan dan kemakmuran Nagari Kamang di periode awal Paderi itu.
Di Luhak Lima Puluh Kota, daerah Mungkar, Situjuah, dan Halaban terlibat aktif dalam pertanian dan perdagangan kopi. Mahat, Pangkalan juga telah menjadi sentra perdagangan di daerah itu. Hasil bumi yang menjadi komoditi yaitu kopi, lada dan kayu manis. Dengan membawa hasil bumi melalui jalur sungai, menembus Kampar, dan sampai ke Singapura.
Ketika perdagangan kopi untuk ekspor menanjak terutama untuk daerah Agam dan sekitarnya. Para petani dan pedagang kopi yang mulai hidup berdampak pada banyaknya warga yang menunaikan rukun Islam ke lima, naik haji ke Mekkah. Dan sekembalinya membawa berbagai informasi dan ilmu yang didapat dari jazirah Arab. Salah satunya adalah adanya gerakan kembali ke syariat Islam. Jadi maraknya api keagamaan di Minangkabau sedikit banyaknya telah dipengaruhi oleh kondisi sosial dan perubahan ekonomi. makmur
Hasil pertanian kopi, kayu manis yang melimpah memberi pengaruh juga terhadap munculnya kelompok para perampok atau penyamun yang berkeliaran di daerah yang lengang. Mereka biasanya memilih lokasi di kawasan perbatasan antar nagari bahkan di perbukitan. Keributan, perkelahian sering terjadi antara pedagang dan perampok. Mereka merampas barang dagangan, menculik pedagangnya dan dijual untuk menjadi budak di pantai timur. Adapula perselisihan antar pedagang yang bisa berakibat kepada terjadinya keributan bahkan pembunuhan. Masalah ini biasanya diselesaikan oleh para ulama sehingga kekuatan dan pengaruh ulama bersifat lintas nagari.
Hal lain yang juga merupakan dampak kemajuan perdagangan adalah adanya orang-orang yang berkesempatan hidup mewah, berfoya-foya. Ada juga yang larut dalam sabung ayam, judi, tuak dan candu yang beredar luas. Berbagai bentuk kemaksiatan mulai merajalela, nyaris tanpa kendali, sebab tidak adanya kekuasaan dan kekuatan yang mengikat. Sehingga semua nyaris tanpa aturan.
Sementara itu prilaku para pejabat dan penguasa adatpun ada yang memanfaatkan posisinya untuk melakukan pemerasan terhadap pedagang. Ada yang menerapkan pajak, pengamanan dan pengawasan jalan. Serta berbagai motif dan modus digunakan untuk mengambil bagian dari kekayaan pedagang. Berbagai bentuk maksiat tumbuh dengan subur. Para haji yang makin banyak. Dua hal yang kontradiksi terjadi di masa itu.
Surau yang telah memiliki kedudukan khusus dengan keberadaan pengikut dan murid-murid setia telah memperlihatkan keunggulannya. Surau memiliki peran strategis sebagai basis pergerakan pembaruan Islam. Dengan melihat keadaan masyarakat yang makin jauh dari syariat Islam. Peran sentral untuk surau-surau di wilayah Agam saat itu dipegang oleh seorang tokoh Tuanku Nan Tuo (1750-1824) dengan ribuan murid yang pernah belajar kepadanya. Slogan kembali ke syariat Islam adalah sebuah hal yang popular di periode pergantian abad 18 ke abad 19.
Terjemahan: