Mohon tunggu...
Anindyo Frezio
Anindyo Frezio Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menulis untuk kehidupan. Fotografi untuk mengabadikan momentum

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Flowers Rich of Love: Filosofi Cinta

29 Maret 2016   16:48 Diperbarui: 30 Maret 2016   10:57 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Simak juga Flowers Rich of Love seri sebelumnya

Flowers Rich of Love: Prologue

Flowers Rich of Love: Gadis Penjual Bunga

 

Minggu Pagi disisi lain kota Jogja. Gadis tinggi berparas cantik, Ira

Minggu pagi ini, Ira sedang duduk di halaman rumah orang tuanya di Condong Catur. Hari Minggu, toko bunga milik keluarga Ira libur. Menurut ayahnya, hari minggu adalah hari rekreasi keluarga atau memperat keluarga. Rumah keluarga Ira tidak terlalu luas, tetapi memiliki halaman rumah di bagian belakang dan di depan. Tempat favorit Ira adalah di halaman depan rumah, terdapat kursi kayu yang bisa menyender atau istilah dalam bahasa Jawanya leyeh-leyeh. Di bawah kursi kayu tersebut terdapat pepohonan rindang yang dulu di tanam oleh almarhum kakek Ira. Jika kita duduk di kursi tersebut seakan-akan waktu seperti berhenti. Angin sepoi-sepoi, suara kicauan burung dan langit yang biru ditemani segelas es teh manis yang Ira buat sendiri. Ira merasa sangat santai dari hiruk pikuk duniawi bahkan kuliahwi dan toko bungawi. Hari Minggu ini tenang sekali, tidak seperti hari minggu biasanya. Tumben sekali ayahanda Ira tidak mengajaknya pergi atau melakukan aktivitas apapun. Ayahanda Ira sedang asyik bermain dengan adik-adik Ira. Ira adalah anak paling sulung dan gadis satu-satunya. Karena adik-adik Ira semuanya lelaki. Tidak salah jika Ira terkadang sedikit tomboy dalam kesehariannya.

Walaupun terlihat tomboy, Ira masih mempunyai aura cantik yang ia miliki dari ibunya. Ketika Ira masih kecil, almarhum kakek Ira mengatakan Ira akan menuruni paras cantik dari ibunya yang berambut halus dan lurus. Ira akan menjadi gadis yang tinggi karena menuruni sifat ayahanda Ira yang cukup tinggi untuk ukuran asia pada masanya, kurang lebih 182 cm tinggi ayahanda Ira. Ayahanda Ira berwajah ramah, sering tertawa dan membuat orang tertawa juga.Sebenarnya joke yang dilemparkan oleh ayahanda Ira biasa saja, namun aksen Jawa Tengah yang kental dan medok itulah yang membuat tambah lucu dan tertawa terpingkal-pingkal. Walaupun kulitnya coklat susu, ayahanda Ira pernah menjadi idola sewaktu SMA dulu.

Karena perawakannya yang tinggi besar dan gagah, ia juga lihai bermain alat musik. Alat musik kesukaanya adalah gitar akustik. Ia pun juga senang mendengar lagu-lagu bernuansa Jazz. Seperti bossanova, swing, cool jazz, dan acid jazz. Diwaktu segangnya, ia kerap kali bermain gitar dengan irama bossanova. Genre kesukaan dari ayahnya ini, Ira pun juga menyukai lagu-lagu jazz tetapi yah namanya anak muda pasti yang lebih fresh dan kekinian seperti Lounge, Electronic Jazz, shibuya kei, dan tentunya bossanova juga. Sewaktu kecil Ira sangat membenci jenis lagu bossanova yang dimainin ayahnya. Namun lama-kelamaan, Bossanova memberikan Ira ketenangan dan bisa menikmati hidup. Tidak seperti ayahnya yang menyenangi bossanova orisinil, Ira lebih senang bossanova yang modern dengan sentuhan musik elektronika.

Lagu bossanova-lah yang wajib hadir di playlist smartphone Ira. Sepertinya Ira sedang bosan mendengarkan lagu bossanova. Ia lagi senang dengan musisi Jazz dari Korea selatan, Humming Urban Stereo. Lagu-lagunya enak di dengar apalagi dalam kursi kayu ini. Ira sangat menikmati musik yang ia play, es teh manis, suasana minggu pagi ini, suasana hatinya. Sepertinya lengkap sekali hari ini. Eh sebentar? Apa suasana hatinya? Sepertinya Ira sudah jarang suasana hatinya tenang, terutama ketika dekat dengan cowok seumurannya. Tidak, sebelumnya Ira sudah mempunya kekasih yang baik dan Ira pun sangat senang dengan mantan kekasihnya. Karena satu, dua hal hubungan keduanya kandas di tengah jalan. Kurang lebih sudah 1 tahun yang lalu masing-masing dari mereka menentukan arah yang berbeda. Ira pun tak ambil pusing dengan problematika cerita romansanya. Ia yakin seseorang akan datang pada waktu yang tepat. Tetapi, Ira pun rindu akan kehadiran sosok kekasih di dalam hidupnya, yang memperlakukan Ira seperti tuan putri, selalu di manja. Karena sebagaimanapun gadis yang lumayan tomboy seperti dirinya, pasti ia ingin di manja. Karena itu adalah sifat mendasar dari seorang wanita. Dan pada hakikatnya wanita itu harus di lindungi oleh sosok pria yang tangguh untuk melindunginya, apapun resikonya, apapun alasannya.

Perasaan inilah yang muncul kembali di benak Ira, pagi ini. Ia merasa aneh, karena sekarang ia tidak memiliki seorang kekasih. Namun kenapa perasaan ini muncul kembali? Entahlah Ira pun juga bingung. Biarkanlah seperti air yang mengalir dari permukaan yang tinggi menuju permukaan yang rendah. Biarkanlah refrigeran menyerap kalor yang ada di ruangan lalu dibuang keluar di lingkungan bebas. Biarkanlah angin datang dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.

Biarkanlah cinta ini mengalir apa adanya. Karena cinta datang ketika engkau tidak menyadarinya. Karena cinta datang saat engkau tidak siap. Karena cinta datang itu mengalir, mengalir tanpa paksaan. Mengalir tanpa tekanan dari pihak manapun. Mengalir dengan sendirinya, sebagaimana hakikatnya cinta itu sendiri. Ira sangat menyukai cinta yang tulus dari kedua pihak. Cinta yang natural dan kesederhanaan. Cinta yang membawa arti kenyamanan. Cinta yang berasal dari bunga-bunga yang indah. Cinta yang membawamu kembali menuai rindu. Cinta yang berasal dari seseorang yang mengendarai motor trail. Cinta yang berasal dari Dyo...................

Ira pun kaget dan terbangun dari mimpinya. Ya ampun, Ira menggeleng-gelengkan kepalanya. Kok bisa muncul nama Dyo di mimpinya. Sebenarnya Ira setengah tidur dan setengah sadar. Mungkin Ira terlalu lelah dalam waktu seminggu ini. Ira hampir saja jatuh dari kursi kayu nya yang nyaman dan tepat di bawah pepohanan itu. Ternyata Ira terbangun karena ia melihat dan mendegar suara dari seseorang yang ia kenalinya di luar pintu gerbang rumahnya. Ira pun penasaran, siapa yang mengetuk pintu gerbang rumahnya. Owalaaah ternyata mas Boy. Tumben banget mas Boy hari minggu gini dateng ke rumah. Biasanya udah jalan-jalan sama istri dan anaknya. Bentar, mas Boy bawa plastik kresek besar berisikan sesuatu. Ira pun membukakan pintu dan membiarkan mas Boy masuk ke halaman depan rumahnya. Mas Boy tersenyum lucu dan langsung mengetuk pintu kayu di depan rumah Ira yang berwarna coklat.

“Mbak, bapak ibu ada dirumah?”

Tanya mas Boy sambil melihat Ira di belakang yang sedang mengunci kembali pintu gerbang rumah orang tua Ira. Tak lama wanita berumur 50 tahun keluar dari dalam rumah. Ternyata itulah ibunda Ira. Wajah cantik khas Jogja masih terlihat di dalam diri ibunda Ira. Walaupun sudah berumur, wajahnya masih terlihat 20 tahun lebih muda. Berkerut sudah pasti, tetapi wajahnya masih fresh dan mempesona. Tidak salah anak gadisnya secantik ibunya. Berarti benar omongan dari almarhum kakeknya Ira.

“Bu, saya bawa rambutan nihh. Kebetulan deket rumah saya, pohon-pohonnya lagi berbuah. Saya cobaan manis juga ternyata. Warga sekitar juga pada seneng sama rambutannya. Tapi yah maklum udah pada bosen sama rambutan. Dan masih banyak juga buah rambutannya,bu. Makanya saya bawa kesini beberapa”

Kata mas Boy sambil tersenyum. Ibunda Ira terlihat sangat senang dengan apa yang dibawa mas Boy saat itu. Ibunda Ira sangatlah senang akan buah-buahan karena menyehatkan tubuh dan membuat kita menjadi fresh. Ibunda Ira pun menyuruh mas Boy untuk membuat kopi kesukaannya di dapur. Karena di rumah orang tua Ira tidak ada pembantu. Setelah selesai membuat kopinya, mas Boy meminum kopi buatannya di kursi kayu panjang di depan pintu rumah. Tak lama ayahanda Ira datang sambil tersenyum dan berjabat tangan dengan mas Boy. Mas Boy sangat hormat kepada ayahanda Ira. Menurut mas Boy, ayahanda Ira memiliki kepribadian yang adil, jujur dan bisa dijadikan panutan. Ayahanda dan ibunda dari Ira, termasuk Ira dan mas Boy ikut menyantap buah rambutan yang dibawa. Tak lupa ibunda Ira mengeluarkan snack dan biskuit dari dalam rumah. Mereka pun berbincang-bincang banyak. Mulai dari omzet penjualan toko bunga di Monjali dan apa saja yang dilakukan Ira di toko bunga. Semuanya diceritakan bagaikan laporan keuangan secara lisan. Sesekali adik-adik Ira yang masih duduk dibangku SD berlari menuju kursi panjang di depan pintu untuk mengambil buah rambutan yang di taruh di meja marmer persis di depan kursi panjang itu. Tiba-tiba mas Boy memancing perbincangan yang cukup hangat minggu ini

“Bu, Pak, Ira sekarang kayaknya udah punya cowo baru niiih! Namanya mas Dyo! Kemarin aja sehabis pulang kuliah dianter sama cowonya. Hari sabtu kemarin nganter pesenan bunga aja bareng cowok itu lagi. Cowoknya asal Jakarta. Keren lagi macho naik motor trail, tapi orangnya baik-baik koook”

Celetuk mas Boy sambil sedikit tertawa. Ira yang sedang memakan buah rambutan, tiba-tiba keselek dan langsung meminum es teh manis buatannya.

“Heh, mas Boy ngaco aja itu cuman temen di kampus. Jangan ngarang cerita yang aneh-aneh dehh,mas Boy!”

Jawab Ira dengan nada sinis. Walaupun begitu mas Boy tetap saja senyam-senyum karena Ira memiliki kepribadian yang baik dan tidak pendedam orangnya. Asik dan bisa diajak bercanda juga,makanya Ira sering di usilin sama mas Boy kalo di toko bunga. Mas Boy bercerita, sebelum Ira dan aku pergi untuk mengantar pesanan bunga, mas Boy sempat berbincang-bincang denganku. Mas Boy menerangkan, Dyo orangnya tidak merokok dan tidak akan suka dengan rokok. Tidak pernah keluyuran malam-malam hanya untuk berpesta. Menegak miras saja tak pernah. Mas Boy menceritakan bahwa Dyo, termasuk orang yang langka. Mengingat Dyo berasal dari kota metropolitan yang notabene dikenal akan kehidupan bebas dan kehidupan malamnya. Namun aku tak tergiur dengan itu semua.

Mendengar cerita dari mas Boy, Ira baru sadar ketika hari sabtu kemarin sepertinya mas Boy dan Dyo sudah akrab dan banyak berbincang-bincang. Tetapi Ira tidak menyangka mas Boy memiliki pengetahuan tentang Dyo sedalam ini. Mungkin karena keramahan dan keaktifan mas Boy ini sendiri, ia dapat mengalih informasi dari siapa saja. Tidak heran mas Boy cukup dikenal di sekitar toko Bunga. Ira pun menunduk malu dan tersenyum lebar sambil merapikan rambutnya di belakang telinga,

“Cieee mbak Ira senyum-senyum sendiri. Tuuuhkan mbak Ira naksir sama mas Dyo ajaa. Daripada sama mantannya mbak Ira yang dulu. Baik sih baik tapi rokoknya kayak kereta api. Sehari bisa abis 2 bungkus. Mending sama mas Dyo aja ngak ngerokok baik lagi orangnya”

Kata mas Boy sambil ketawa ketiwi. Orang tua Ira pun ikut tertawa lepas bersama mas Boy. Mereka pun sadar, anak gadisnya sekarang telah dewasa. Tak terasa sepertinya baru kemarin Ira masih lari-lari di halaman depan rumah sambil membawa boneka kelinci nya. Waktu sangat tidak terasa. Waktu itu relatif, bisa cepat bisa lambat. Bayangkan saja misalnya kamu menikmati hari ini, pasti tidak akan terasa tiba-tiba sudah malam saja. Misalkan kamu tidak menyukai hari ini, pasti hari ini terasa berjalan lama, terasa berat dan  terasa sangat membosankan.

Intinya adalah bagaimana kita bisa menikmati waktu yang diberikan Allah SWT kepada kita.

“Ayah. Ibu? Kok ikutan ketawa? Masak percaya sama omongannya mas Boy? Udah gausah di dengerin sihhh huftt”

Kata Ira dengan nada sedikit tinggi. Walaupun dengan nada tinggi, Ira tak bisa menahan senyum dan rasa malu. Ira teringat-ingat akan waktu yang ia dan Dyo habiskan pada hari sabtu itu. Rasanya Ira sangat senang pada hari itu. Menunjukkan sekolahnya dulu, menyantap makanan favoritnya sewaktu SMA dulu. Ditambah jalan berdua dengan dirinya, rasanya komplit sekali.

“Tuuuh, tuuuh mbak Ira senyum-senyum sendiri lagi tuuuh. Udah mbak Ira, cocok kok sama mbak Ira. Gausah ditutup-tutupin gitu. Kulit mbak Ira itu putih jadinya keliatan merah tuh pipinya”

Celetuk mas Boy sambi menunjuk ke arah pipi Ira yang mulai memerah. Karena kulit Ira yang putih jadinya Ira tidak bisa menutupi pipinya yang semakin merah. Senyumnya pun juga tak lagi bisa terbendung dari bibirnya. Ira menunduk dan tersenyum malu. Ira langsung melihat ke arah samping dari halaman depan rumah. Namun lagi-lagi senyumnya tidak terbendung lagi. Mungkin wajahnya semakin cantik saja ketika ia jatuh cinta pada seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun