Ira pun kaget dan terbangun dari mimpinya. Ya ampun, Ira menggeleng-gelengkan kepalanya. Kok bisa muncul nama Dyo di mimpinya. Sebenarnya Ira setengah tidur dan setengah sadar. Mungkin Ira terlalu lelah dalam waktu seminggu ini. Ira hampir saja jatuh dari kursi kayu nya yang nyaman dan tepat di bawah pepohanan itu. Ternyata Ira terbangun karena ia melihat dan mendegar suara dari seseorang yang ia kenalinya di luar pintu gerbang rumahnya. Ira pun penasaran, siapa yang mengetuk pintu gerbang rumahnya. Owalaaah ternyata mas Boy. Tumben banget mas Boy hari minggu gini dateng ke rumah. Biasanya udah jalan-jalan sama istri dan anaknya. Bentar, mas Boy bawa plastik kresek besar berisikan sesuatu. Ira pun membukakan pintu dan membiarkan mas Boy masuk ke halaman depan rumahnya. Mas Boy tersenyum lucu dan langsung mengetuk pintu kayu di depan rumah Ira yang berwarna coklat.
“Mbak, bapak ibu ada dirumah?”
Tanya mas Boy sambil melihat Ira di belakang yang sedang mengunci kembali pintu gerbang rumah orang tua Ira. Tak lama wanita berumur 50 tahun keluar dari dalam rumah. Ternyata itulah ibunda Ira. Wajah cantik khas Jogja masih terlihat di dalam diri ibunda Ira. Walaupun sudah berumur, wajahnya masih terlihat 20 tahun lebih muda. Berkerut sudah pasti, tetapi wajahnya masih fresh dan mempesona. Tidak salah anak gadisnya secantik ibunya. Berarti benar omongan dari almarhum kakeknya Ira.
“Bu, saya bawa rambutan nihh. Kebetulan deket rumah saya, pohon-pohonnya lagi berbuah. Saya cobaan manis juga ternyata. Warga sekitar juga pada seneng sama rambutannya. Tapi yah maklum udah pada bosen sama rambutan. Dan masih banyak juga buah rambutannya,bu. Makanya saya bawa kesini beberapa”
Kata mas Boy sambil tersenyum. Ibunda Ira terlihat sangat senang dengan apa yang dibawa mas Boy saat itu. Ibunda Ira sangatlah senang akan buah-buahan karena menyehatkan tubuh dan membuat kita menjadi fresh. Ibunda Ira pun menyuruh mas Boy untuk membuat kopi kesukaannya di dapur. Karena di rumah orang tua Ira tidak ada pembantu. Setelah selesai membuat kopinya, mas Boy meminum kopi buatannya di kursi kayu panjang di depan pintu rumah. Tak lama ayahanda Ira datang sambil tersenyum dan berjabat tangan dengan mas Boy. Mas Boy sangat hormat kepada ayahanda Ira. Menurut mas Boy, ayahanda Ira memiliki kepribadian yang adil, jujur dan bisa dijadikan panutan. Ayahanda dan ibunda dari Ira, termasuk Ira dan mas Boy ikut menyantap buah rambutan yang dibawa. Tak lupa ibunda Ira mengeluarkan snack dan biskuit dari dalam rumah. Mereka pun berbincang-bincang banyak. Mulai dari omzet penjualan toko bunga di Monjali dan apa saja yang dilakukan Ira di toko bunga. Semuanya diceritakan bagaikan laporan keuangan secara lisan. Sesekali adik-adik Ira yang masih duduk dibangku SD berlari menuju kursi panjang di depan pintu untuk mengambil buah rambutan yang di taruh di meja marmer persis di depan kursi panjang itu. Tiba-tiba mas Boy memancing perbincangan yang cukup hangat minggu ini
“Bu, Pak, Ira sekarang kayaknya udah punya cowo baru niiih! Namanya mas Dyo! Kemarin aja sehabis pulang kuliah dianter sama cowonya. Hari sabtu kemarin nganter pesenan bunga aja bareng cowok itu lagi. Cowoknya asal Jakarta. Keren lagi macho naik motor trail, tapi orangnya baik-baik koook”
Celetuk mas Boy sambil sedikit tertawa. Ira yang sedang memakan buah rambutan, tiba-tiba keselek dan langsung meminum es teh manis buatannya.
“Heh, mas Boy ngaco aja itu cuman temen di kampus. Jangan ngarang cerita yang aneh-aneh dehh,mas Boy!”
Jawab Ira dengan nada sinis. Walaupun begitu mas Boy tetap saja senyam-senyum karena Ira memiliki kepribadian yang baik dan tidak pendedam orangnya. Asik dan bisa diajak bercanda juga,makanya Ira sering di usilin sama mas Boy kalo di toko bunga. Mas Boy bercerita, sebelum Ira dan aku pergi untuk mengantar pesanan bunga, mas Boy sempat berbincang-bincang denganku. Mas Boy menerangkan, Dyo orangnya tidak merokok dan tidak akan suka dengan rokok. Tidak pernah keluyuran malam-malam hanya untuk berpesta. Menegak miras saja tak pernah. Mas Boy menceritakan bahwa Dyo, termasuk orang yang langka. Mengingat Dyo berasal dari kota metropolitan yang notabene dikenal akan kehidupan bebas dan kehidupan malamnya. Namun aku tak tergiur dengan itu semua.
Mendengar cerita dari mas Boy, Ira baru sadar ketika hari sabtu kemarin sepertinya mas Boy dan Dyo sudah akrab dan banyak berbincang-bincang. Tetapi Ira tidak menyangka mas Boy memiliki pengetahuan tentang Dyo sedalam ini. Mungkin karena keramahan dan keaktifan mas Boy ini sendiri, ia dapat mengalih informasi dari siapa saja. Tidak heran mas Boy cukup dikenal di sekitar toko Bunga. Ira pun menunduk malu dan tersenyum lebar sambil merapikan rambutnya di belakang telinga,
“Cieee mbak Ira senyum-senyum sendiri. Tuuuhkan mbak Ira naksir sama mas Dyo ajaa. Daripada sama mantannya mbak Ira yang dulu. Baik sih baik tapi rokoknya kayak kereta api. Sehari bisa abis 2 bungkus. Mending sama mas Dyo aja ngak ngerokok baik lagi orangnya”