Mohon tunggu...
Anindya Citra
Anindya Citra Mohon Tunggu... Lainnya - Cuma Rakyat Biasa

Hanya seseorang yang senang membaca dan menulis, dan (kadang-kadang) berkhayal.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Summer Vibes Episode 7. Di Kafe Fred

29 Mei 2024   00:56 Diperbarui: 31 Mei 2024   23:06 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: [Instagram] William Singe

Sementara itu Freya di kampus sedang kuliah siang yang sangat melelahkan. Dia mengantuk dan begitupun dengan semua temannya. Dia masih kepikiran cowok yang dia tabrak kemarin di supermarket. Dia berusaha menghilangkan wajahnya dari ingatannya tapi tidak mudah. Dia tidak tau kenapa bisa seperti ini. Dia sebelumnya belum pernah seperti ini.

"Hei Freya. Kenapa kamu sama sekali gak kelihatan ngantuk?" Tanya Jessica dengan sangat malas. Jessica adalah sahabat Freya sejak awal kuliah. Dia wanita asli Australia dan dia berasal dari Melbourne.

"Oh what?? Aku ngantuk Jessica. Hanya saja jangan terlalu ditampakkan. Itu akan kelihatan gak sopan." Jawab Freya.

"Kenapa kamu selalu mengatur tingkah lakumu? Dia memang sangat membosankan. Dia seakan mengatakannya 100x dalam semester ini. Padahal kita baru bertemu dia 3x. Oh My God." Jessica menutup wajahnya dan bersiap akan tidur lagi.

Sepuluh menit yang terasa seperti sepuluh jam, akhirnya bel pertanda akhir kuliah berbunyi dan mereka semua langsung terbangun.

Sejam dari Julian pergi meninggalkan Will, akhirnya dia kembali dengan se-tas penuh video game. Will ceria kembali karena Julian selalu tau seleranya. Dan mereka main sampai petang. Julian selalu kalah dari Will. Tapi ketika sudah cukup petang, Will sekalinya kalah dari Julian dan Julian senang bukan kepalang.

"Woo hoo... Begitu saja gak kelihatan sih Will. Sepertinya minusmu nambah. Kamu harus segera periksa mata."

"Yah, aku memang sengaja kalah darimu. Soalnya aku ingin segera pergi keluar."

Lalu Will berlari ke kamarnya. Dia ingin merasakan hawa lain selain di rumah. Mungkin dia akan berkeliling kota malam itu.

Dia berganti pakaian dan kembali menyamar. Dia sudah tidak memakai piercingnya lagi karena akan sangat merepotkan harus melepas dan memakainya. Dia melepas ikat kepalanya dan memakai topi. Dia memakai kaos biasa dan menutupinya dengan jumper. Sepatu bootnya yang biasa diganti sepatu vans dan celana jeans biasa. Dia seperti tak lebih dari 20 atau 21 tahun. Padahal dia sudah 24 tahun.

Dia mengucapkan selamat tinggal ke Julian di dapur dan dia memacu mobilnya. Dia belum tepat mau kemana tapi dia ingin menghabiskan malamnya sendirian. Dia pergi ke outlet Donuts kesukaannya dan memakannya sendirian di taman St. Augustine. Dia tidak tau kenapa dia kembali ke area ini. Sydney luas tapi dia selalu datang kesini.

Kemudian dia mendengar suara itu lagi. Suara adzan. Mungkin waktu itu sekitar pukul 7 malam. Dia tidak berani bertanya siapa-siapa karena dia tau suara itu hanya dia sendiri yang mendengarnya. Dia tidak mau dianggap gila.

Ketika suara itu selesai, dia kembali ke mobilnya dan berencana akan pergi makan ke restoran di Bondie beach, letaknya agak jauh dari St. Augustine tapi dia gak masalah. Baru ketika dia melewati area kampus, dia menoleh ke Fred's Cafe. Kafe kenangannya dengan Julian dan Ricky saat harus extended dan mengerjakan skripsi. Kafenya tidak begitu ramai. Mungkin dia bisa mampir kesana dulu. Maka dia putar balik dan kesana. Dia memarkir mobilnya di depan dan masuk.

Selama 2 tahun ini dia jarang ke kafe Fred, tapi dia masih berhubungan baik dengan sang pemilik kafe itu, Fred sendiri, pria paruh baya berwajah baik hati dan berperut gendut. Dia sangat berjasa dalam penyelamatan pendidikan Will karena kalau bukan Fred, siapa lagi yang akan membiarkan kafenya buka 24 jam hanya untuk melayani 3 anak tolol yang gak lulus-lulus skripsi yaitu Will sendiri, Julian, dan Ricky. Mereka semua parah dalam kuliahnya karena mereka lebih sibuk di dunia hobinya.

Dia bertemu dengan Fred di meja konter. Dia masih belum berubah.

"Hai Fred. Apa kabar?" Will menyapa.

Fred melihatnya sekilas karena dia agak sibuk di konter dan dia membalas tanpa benar-benar paham siapa yang menyapanya.

"Hai..." Jawabnya. Dan kemudian dia kembali memandang Will dan lantas tercengang.

"Will?? William? Oh hahahaha... Ini beneran kamu? Oh... Aku sangat baik, sangat baik. Bagaimana kabarmu?" Dia masih terkekeh sambil menjabat tangan Will.

"Aku juga baik." Balas Will juga sambil tertawa.

"Bagaimana kamu bisa ada di sini? Aku kira kamu sudah melupakanku." Kata Fred yang kini sudah meninggalkan kerjaannya di konter.

"Aku gak akan pernah melupakanmu. Kamu orang yang berjasa bagiku. Hahaha..." Balas Will.

Fred melihatnya seakan masih tak percaya.

"You look good now." Dia mengangguk-angguk dan menilai Will. "Aku masih ingat bagaimana mukamu pucat saat tau besok kamu harus sidang. Hahaha..."

"Oh sudahlah, jangan ingatkan aku akan hal itu lagi." Dan mereka kembali tertawa.

"Oh ya... Mana Julian dan Ricky?" Fred menanyai.

"Mereka gak ikut. Aku hanya pengen jalan-jalan sendiri." Kata Will.

"Oh begitu ya." Fred manggut-manggut. "Yah, tentunya kamu sudah gak bisa bebas sekarang. Setelah semua yang kamu dapatkan itu. Aku tau." Fred bisa membaca bahwa Will harus menyamar untuk bisa kesana. Dan sejauh ini berhasil. Tidak ada yang mengenalinya.

"Baiklah, kamu mau minum apa?" Tawar Fred.

"Yah... Sama seperti dulu, aku gak ingin berubah." Senyum Will.

"Mochacinno?" Tebak Fred. Dan Will mengangguk. "Aku kira setelah kamu 'signed as an artist' kamu jadi berubah soal selera." Fred terbahak lagi.

"No... Aku gak akan berubah soal selera."

"Baiklah, sebentar ya, aku pesankan." Lalu dia berteriak ke pelayannya di belakang.

Setelah memesan, Fred kembali menghadap Will.

"So... Bagaimana keadaanmu sekarang? Setelah semua keberhasilanmu?" Tanya Fred yang sudah mengambil kursi dan duduk di depan Will.

"Yah... Aku memang memimpikan ini semua Fred. Semua keberhasilanku ini juga gak serta merta aku dapatkan. Tapi ini adalah konsekuensi dari langkah yang aku ambil. Kamu tau kan, aku jadi gak sebebas dulu. Maafkan saja jika kamu bertemu aku di jalan dan aku gak membalas sapaanmu karena aku terlalu bingung banyak yang menyapaku." Will mengatakan ini jujur pada kawan lamanya itu.

"It's okay Will. Tak masalah bagiku asalkan kamu masih mau mampir ke kafeku. Aku akan selalu ada di kafeku. Dan kafeku akan selalu terbuka untukmu."

"Yeah, thanks Fred." Ini semua sangat berarti baginya karena tidak semua orang bisa seperti kawan lamanya. Mereka hanya sedikit yang bisa dipercaya Will.

Mochaccino Will datang dan dia menikmatinya sementara Fred diajak berbicara dengan salah satu karyawannya. Dia menikmati Mochaccino itu, yang rasanya masih sama seperti 2 atau 3 tahun yang lalu. Dia jadi merasa hangat walaupun kopi itu dingin. Dan dia jadi ingat dulu ketika dia masih berstatus mahasiswa di sini.

Fred berbicara cepat dengan karyawannya dan memanggil karyawannya yang lain sambil membawa kertas bill.

"Liana... Come here!" Dan seseorang datang kepada Fred.

"Liana, kamu datangi meja nomer 25. Dia katanya tadi mau nambah pasta tapi belum tau toppingnya apa. Kalau jadi bisa diantarkan segera dengan jusnya karena jusnya akan segera datang."

Will melihat percakapan Fred dan karyawannya itu di sampingnya. Dan dia tersentak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun