Setelah memesan, Fred kembali menghadap Will.
"So... Bagaimana keadaanmu sekarang? Setelah semua keberhasilanmu?" Tanya Fred yang sudah mengambil kursi dan duduk di depan Will.
"Yah... Aku memang memimpikan ini semua Fred. Semua keberhasilanku ini juga gak serta merta aku dapatkan. Tapi ini adalah konsekuensi dari langkah yang aku ambil. Kamu tau kan, aku jadi gak sebebas dulu. Maafkan saja jika kamu bertemu aku di jalan dan aku gak membalas sapaanmu karena aku terlalu bingung banyak yang menyapaku." Will mengatakan ini jujur pada kawan lamanya itu.
"It's okay Will. Tak masalah bagiku asalkan kamu masih mau mampir ke kafeku. Aku akan selalu ada di kafeku. Dan kafeku akan selalu terbuka untukmu."
"Yeah, thanks Fred." Ini semua sangat berarti baginya karena tidak semua orang bisa seperti kawan lamanya. Mereka hanya sedikit yang bisa dipercaya Will.
Mochaccino Will datang dan dia menikmatinya sementara Fred diajak berbicara dengan salah satu karyawannya. Dia menikmati Mochaccino itu, yang rasanya masih sama seperti 2 atau 3 tahun yang lalu. Dia jadi merasa hangat walaupun kopi itu dingin. Dan dia jadi ingat dulu ketika dia masih berstatus mahasiswa di sini.
Fred berbicara cepat dengan karyawannya dan memanggil karyawannya yang lain sambil membawa kertas bill.
"Liana... Come here!" Dan seseorang datang kepada Fred.
"Liana, kamu datangi meja nomer 25. Dia katanya tadi mau nambah pasta tapi belum tau toppingnya apa. Kalau jadi bisa diantarkan segera dengan jusnya karena jusnya akan segera datang."
Will melihat percakapan Fred dan karyawannya itu di sampingnya. Dan dia tersentak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H