Mohon tunggu...
Anindya Pradypta
Anindya Pradypta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa pasca sarjana Universitas Airlangga jurusan media dan komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kawasan SCBD, Third Place sekaligus Runaway Citayam Fashion Week

13 Juli 2022   13:15 Diperbarui: 16 Juli 2022   07:17 2640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lima remaja di Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (11/6/2022). (Foto: Kompas.com/Cynthia Lova) 

Pasca pandemi COVID-19, masyarakat yang pada awal masa pandemi diharuskan untuk tetap berada dan melakukan aktivitas dari rumah saja membuat masyarakat menjadi jenuh dengan keadaan yang mengurungnya untuk tetap berdiam dirumah.

Seiring dengan penurunan jumlah penderita dan penyebaran virus COVID-19, pemerintah memberikan kelonggaran untuk aktivitas diluar ruangan atau ruang terbuka publik dengan tidak memberlakukan wajib menggunakan masker saat berkegiatan di luar ruangan. 

Jakarta sebagai kota yang dipadati oleh kaum urban telah memberikan ruang terbuka publik dengan fasilitas yang mumpuni. 

Salah satunya adalah kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) yang baru-baru ini menjadi salah satu destinasi bagi warga yang tinggal di pinggiran kota Jakarta, khususnya kaum remaja Generasi Z.

Mereka berbondong-bondong pergi ke kawasan SCBD menggunakan transportasi umum seperti KRL Commuter Line dan Mass Rapid Transportation (MRT).

Awalnya SCBD bukanlah kawasan yang diperuntukan sebagai ruang terbuka publik, namun sebagai lokasi perkantoran yang didominasi oleh eksekutif muda yang sebelumnya juga sempat viral di sosial media dengan outfit atau cara berpakaian para eksekutif muda yang dikenal modis dengan menggunakan pakaian dan barang merek internasional. 

Penataan letak untuk kawasan SCBD yang dibuat secara matang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan PT Danayasa Arthatama berhasil mengubah yang awalnya merupakan kawasan kumuh dan padat penduduk menjadi kawasan elit dan modern segitiga emas Jakarta pada tahun 1995. 

Memiliki banyak gedung pencakar langit membuat SCBD terlihat sangat futuristik dan mampu memukau dengan daya tarik desain kota metropolitan yang jarang ditemui pada daerah lainnya. 

Ternyata pesona SCBD juga membuat remaja Gen Z dari kota - kota penyangga Ibu Kota Jakarta untuk datang hanya untuk sekedar menikmati pemandangan kota. 

Tidak jarang remaja–remaja itu bisa mendapatkan teman baru yang sedang sama - sama sedang berkumpul disana.

Fenomena ini bahkan menjadi viral dengan hadirnya remaja Gen Z dari Citayam, Bojong Gede, dan Depok dengan gaya fesyen unik mereka masing - masing dan banyak di wawancara oleh pembuat konten di sosial media seperti TikTok dan Instagram.

Gaya fesyen mereka yang “nyentrik” membuat seolah - olah kawasan SCBD menjadi ajang runaway bagi mereka, maka muncullah istilah baru “Citayam Fashion Week” yang mendeskripsikan gaya fesyen mereka yang memiliki keunikan tersendiri. 

Remaja Gen Z berkumpul di trotoar kawasan SCBD, dok. Leonardo Manurung
Remaja Gen Z berkumpul di trotoar kawasan SCBD, dok. Leonardo Manurung

Menanggapi fenomena ini, Gubernur DKI Jakarta dilansir dari CNN Indonesia “Sebagai sebuah pengalaman, siapa saja silahkan datang. Saya mengistilahkan demokratisasi Jalan Jenderal Sudirman, karena menjadi milik semua, siapa saja bisa datang menikmati”. 

Sama dengan respon dari Wakil Gubernur DKI Jakarta yang bersyukur bahwa warga di luar Jakarta dapat berkunjung ke Jakarta, dalam infografis buatan iNews.id. Akronim dari SCBD juga diubah menjadi Sudirman, Citayam, Bojong Gede, Depok oleh sebagian orang untuk bahan gurauan. 

Tentu hal ini memberikan efek pada banyak aspek yang terlibat, seperti bertambahnya pengguna alat transportasi massal (KRL Commuter Line, Transjakarta dan MRT), penjual makanan di sekitar SCBD terutama kedai–kedai atau penjual asongan yang menyediakan makanan atau minuman ramah kantong bagi remaja, dan tentu saja kebersihan kawasan di kawasan SCBD dan sekitar Dukuh Atas.

Tidak sedikit dari netizen yang beranggapan bahwa SCBD berubah menjadi kawasan yang kumuh dengan kehadiran remaja – remaja tersebut. 

Sejatinya, ruang terbuka publik merupakan tempat kegiatan fungsional yang mampu menjadi tempat beraktivitas sekaligus untuk mempertemukan kelompok masyarakat (Febriarto, 2021). 

Pada buku The Form of Cities (Political Economy and Urban Design) karya Alexander R. Cuthbert “Pada level yang berbeda, simbol dari Ibu Kota juga mewakili dari sifat ketidakpuasan manusia dalam mengkonsumsi sesuatu, dimana beberapa bentuk hiburan/pengalaman perlu dikombinasikan untuk memenuhi keinginan yang berbeda”. 

Dari kutipan tersebut, bahwa sudah selayaknya Ibu Kota di desain dengan sebaik – baiknya, tidak hanya didesain untuk kebutuhan pemerintah maupun ekonomi, namun juga dapat memenuhi kebutuhan dasar bagi para penghuni lokal ataupun wisatawan. 

Seperti akses transportasi yang mudah dijangkau, trotoar yang memadai untuk pejalan kaki, area terbuka hijau serta fasilitas kebersihan. 

Kawasan SCBD terlihat dapat memenuhi aspek – aspek tersebut, ditambah dengan perluasan trotoar di Jalan Sudirman dan Thamrin di tahun 2016 telah memberikan efek dengan semakin banyaknya pejalan kaki yang diberikan kemudahan karena tidak lagi harus berjalan kaki dengan perasaan waspada karena akan memperebutkan jalan dengan kendaraan bermotor yang berlalu – lalang. 

Bahkan saat ini trotoar di kawasan Dukuh Atas dan sekitarnya dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul bagi remaja – remaja asal daerah penyangga Ibu Kota DKI Jakarta. 

Akses zebra cross yang menggunakan Pedestrian Light Controlled Crossing atau Pelican Crossing membuat masyarakat semakin dimudahkan ketika menyebrang, karena mampu untuk mengontrol lalu lintas kendaraan dengan menekan tombol pada lampu lalu lintas sebelum menyebrang.

Namun mengapa remaja–remaja tersebut rela menempuh jarak yang cukup jauh dari domisilinya hanya untuk sekedar berjalan – jalan di trotoar Ibu Kota Jakarta? 

Kebutuhan manusia dalam mengekspresikan dirinya tidak hanya pada di rumah atau tempat tinggal (disebut dengan First Place) dan kantor atau sekolah yang dimaknai sebagai tempat kerja (disebut dengan Second Place).

Namun, itu juga membutuhkan tempat ketiga (Third Place). Pada awal tahun 1980 an di Amerika pertama kali muncul akibat dari perkembangan revolusi industri yang memisahkan antara pemukiman dan kawasan kerja namun tidak tersedianya kawasan rekreasi. 

Muncul Tempat Ketiga (Third Place) sebagai langkah dalam menjembatani kehidupan dalam rumah dan aktivitas kerja dengan kegiatan informal (Jaya, 2018). 

Kawasan SCBD dan sekitarnya dimaknai sebagai Third Place oleh remaja Gen Z, selain itu mereka juga dapat mengekspresikan eksistensinya dengan mode fesyen yang dikenakan saat berkumpul dengan teman sebayanya di lokasi tersebut. 

Disamping itu “pride” atau kebanggaan dengan bepergian dan berkumpul di kawasan elit Jakarta masih menjadi stigma yang kuat bagi remaja Gen Z itu, dibandingkan dengan berkumpul di alun – alun atau tempat wisata daerahnya asalnya sendiri. 

Maka tidak salah jika remaja Gen Z dari daerah pinggiran Jakarta berbondong – bondong datang ke kawasan SCBD dan sekitarnya hanya untuk sekedar menghabiskan waktu disaat hari libur. 

Hanya diperlukan arahan dan himbauan yang lebih ketat lagi dalam menjaga kebersihan kawasan akibat dari sampah – sampah sisa makanan, agar pemandangan dan kebersihan kawasan SCBD tetap terjaga.
_______________

Referensi:

Jaya, M. A. (2018). Transformasi Tempat Ketiga (third place) dari Ruang Dalam (indoor) Menuju Ruang Luar (outdor): Studi Kasus Kota Palembang. Arsir, Volume 2, Nomor 1, 57-64.

Febriarto, P. (2021). Pemanfaatan Ruang Terbuka (Open Space)Untuk Tempat Berkumpul Di Jalur Pejalan Kaki. MINTAKAT: Jurnal ArsitekturVolume 22, Issue 2, 111-124.

Cuthbert, A. R. (2006). The Form of Cities (Political Economy and Urban Design). United Kingdom: Blackwell Publishing.

Niam, S. (2022, Juli 07). Anies soal Remaja Citayam di Sudirman: Siapa Saja Boleh Datang. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220707120226-20-818424/anies-soal-remaja-citayam-di-sudirman-siapa-saja-boleh-datang.

Sandi, M. R. (2022, Juli 11). Infografis Fenomena Bocah SCBD di Dukuh Atas. Retrieved from iNews.id Multimedia: https://www.inews.id/multimedia/infografis/infografis-fenomena-bocah-scbd-di-dukuh-atas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun