Uni Emirat Arab telah resmi membuka pabrik  dan melegalkan penjualan  miras di negaranya. Disusul oleh Arab Saudi yang juga telah membuka toko miras yang di khususkan untuk diplomat asing non muslim. Di Indonesia sendiri, pada 2021 Jokowi telah "melegalkan" miras di empat Daerah dengan alasan kearifan lokal.
Negara kita ini memang negara hukum, kalau tidak "legal" ya "illegal".Â
Dulu ketika ada UU yang melarang peredaran miras masih banyak miras yang beredar. Sudah dicegah oleh pemerintah masih saja banyak yang lolos. Â Dulu, sudah bagus ada sweeping miras oleh ormas, ada razia miras oleh aparat. Tapi apa yang terjadi sekarang? Apa jadinya kalau dilegalkan?
Kalau dilegalkan empat daerah, bukan tidak mungkin daerah lain atau kota-kota lain bakal ngikutin jejak empat daerah tersebut dan akhirnya menjadi legal secara nasional.
Dengan Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2021 (diteken Jokowi pada 2 Februari 2021) tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang mengatur kebijakan industri minuman beralkohol dan minuman keras. menurut saya, bakal lebih banyak mudharatnya, banyak dampak buruknya ketimbang manfaatnya.
Terbukti, sejauh ini miras mengancam sendi-sendi kemanusiaan. Miras merusak kesehatan fisik, mental, akal dan pikiran generasi bangsa. Selain itu juga mengakibatkan keonaran, kriminalitas, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Secara medis, minuman keras resmi mengandung alkohol jenis etanol. Metanol (metil alkohol) dikenal sebagai wood alcohol atau spiritus. Ini adalah jenis alkohol yang paling sederhana, berbentuk cair, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun.Â
Metanol ini biasanya digunakan sebagai bahan pendingin, pelarut, bahan bakar, atau tambahan untuk industri. Dalam dunia medis sering digunakan sebagai antiseptik luar.
Bayangkan, jika keracunan miras metanol saja sudah bisa merusak darah, menimbulkan gangguan pencernaan hebat, meracuni otak dan sistem saraf pusat, sistem napas, hingga membuat gagal ginjal. Andai masih bisa terselamatkan nyawanya, masih ada risiko kebutaan permanen karena retina yang rusak.
Apa iya harus dilegalkan? Apa urgensinya?
Parahnya, selain produksi minuman keras, pemerintah juga mengizinkan perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol dengan syaratnya jaringan distribusi dan tempat harus disediakan secara khusus.
Kalau sudah begini akan banyak orang yang ingin jualan miras untuk meraih keuntungan dan berpotensi banyaknya miras oplosan. Hal ini akan menyebabkan sulitnya membedakan miras biasa dengan miras oplosan saking banyaknya miras yang beredar. Miras resmi saja sudah cukup berbahaya apalagi oplosan.
Lebih jauh, dalam perpres tersebut, disebutkan industri miras bisa dilakukan di Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal.
Dari mananya kearifan lokal? Tidak ada nilai kearifan lokal dalam miras. Justru itu merupakan westernisasi dan usaha untuk menghancurkan agama.
Sungguh suatu pembodohan.
saya sejalan dengan MUI yang menyebutkan bahwa kearifan lokal tidak bisa menjadi alasan melegalkan miras.
Alasan pemerintah melegalkan miras ditujukan untuk menarik masuknya modal asing dengan harapan dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi daerah tempat investasi berlangsung.
Padahal negara kita punya banyak potensi untuk menarik menarik investasi. Justru dengan melegalkan miras, dengan stereotype orang Barat tentang Timur yang suka mabuk-mabukan, s*x, dll akan terbukti dengan adanya pelegalan miras. Tingkat kriminalitas di Indonesia akan naik drastis, dan hal ini akan membuat orang asing malah tidak mau masuk ke Indonesia nantinya.
Mungkin akan lebih baik jika pemerintah sebaiknya tidak memfasilitasi investasi miras, karena bertentangan dengan norma-norma agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Ketika saya ngobrol dengan teman-teman kuliah saya yang dari dunia Arab. Kebanyakan dari mereka memilih Indonesia sebagai tujuan mereka menghabiskan masa muda, menempuh pendidikan dan menetap disini karena adanya kebebasan dan keamanan disini.
Saya paham Indonesia di mata orang luar terkenal dengan citra yang meskipun berideologi Islam, namun ada kebebasan setiap ruang gerak dan hak setiap rakyatnya.
Namun bukan berarti segala hal bisa dibebaskan. Bukankah ada batasan norma dan nilai dalam kebebasan itu sendiri?Â
Lupakan soal citra atau nama baik, yang jelas miras ini memberikan dampak yang dapat menimbulkan masalah sosial. Akan banyak kriminalitas terjadi yang berawal dari alkohol yang memabukkan.
Saya suka nonton drakor yang mana dalam setiap adegannya selalu ada adegan minum-minum, mabuk. Rasanya setiap ada masalah, hanya dengan sebotol soju seketika bisa mengobati kegalauan hati, melupakan permasalahan hidup.
Tapi itu tidak lantas membuat saya meniru kebiasaan seperti itu. Tidak membenarkan jika itu saya lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi kalau sampai harus menerima bahwa pemerintah melegalkan miras meskipun tidak secara nasional.
Yang saya takutkan adalah, ketika miras dilegalkan, dan miras sudah bertebaran dimana-mana, sangat mudah mendapatkan akses miras kemudian mabuk menjadi budaya dan saya khawatir generasi yang akan datang, generasi labil menjadi kaum yang ikut-ikutan dan bersembunyi dibalik payung hukum "negara memperbolehkan". Apalagi saat ini generasi kita adalah generasi FOMO.
Selama ini banyak anak-anak yang mencoba rokok, narkoba dan miras karena coba-coba akhirnya menjadi ketagihan. Apalagi kalau anak-anak, remaja melihat miras di warung-warung, di kaki lima, rasa penasaran mereka akan terpanggil, akhirnya akan menimbulkan rasa ingin mencoba. Yang seharusnya dicegah, malah dibolehkan beredar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H