"Gak ada mbak, tidak ada rahasia. Bedanya mungkin hanya di pemupukan saja. Aku menggunakan pupuk murni organik tanpa buatan pabrik. Bikin sendiri. agak lebih lama panennya dibanding punya orang-orang, akan tetapi padi lebih sehat, harga juga lebih mahal. Label organik limited edition,"papar Shadeeq.
Membuat kagum Mbak Day. Lelaki di hadapan yang menemani makan ini tidak seperti yang lain. Enak diajak ngobrol. Kepalanya berisi. Membuat Mbak Day suka dengan Shadeeq. Petani millenial. Sukses meraup penghasilan  lewat bertani, sesuatu yang dijauhi anak muda jaman sekarang.
"Dari mana kau tahu ilmu-ilmu bertani terkini?"
"Ya dari ikut pelatihan-pelatihan. Juga suka menerapkan apa-apa yang diajarkan penyuluh atau anak KKN kalau mereka datang ke desa dan akun diundang ikut."
"Kau tak pernah ingin kuliah jurusan pertanian?"
"Ya inginlah. Tapi kalau kutinggal kuliah, siapa yang merawat tanamanku. Bapak ibuku sudah tua, tak mampu kalau harus bertani penuh. Jadi ya aku saja yang melakukan. Daripada sawah tak terurus atau dijual. Sayang."
Pandangan Shadeeq menatap jauh, menyapu seluruh lokasi sawah yang dia miliki dengan pohon Turi di beberapa titik lokasi.
"Sejak kapan kau menjadi petani?"
"Sejak kecil lah mbak, bapak ibuku sering mengajak kalau aku tak sekolah."
"Lalu sekarang, kenapa kau tetap bertani? Â Bukankah kau telah tamat sekolah?"
"Ya mbak, aku suka ke sini. Tenang, nyaman. Pernah aku kerja menjadi karyawan pabrik, tapi tidak bisa menikmati. Aku tidak suka diperintah-perintah, bikin tertekan. Akhirnya kuputuskan kembali ke sini. Merawat padi seperti istri sendiri."