Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis Berita Rumah Roboh Pemulung Rohim Kraton, Pasuruan, yang Membuat Mata Tak Henti Menangis

5 September 2021   05:45 Diperbarui: 5 September 2021   08:50 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rohim diantara puing rumahnya saat kejadian, (jatimsatunews.online)

Bukan sekali ini saja saya menulis berita musibah. Kedukaan akibat kehilangan harta benda yang membuat korban terpuruk menyedihkan. Tentang rumah reot, kebakaran, diterjang banjir, hingga terkini rumah korban kebakaran, Hayumi.

Janda tua yang hidup dengan anaknya yang janda pula dengan satu anak kecil. 2 lelaki penyangga di rumahnya, meninggal dipanggil yang kuasa.

Semua menjadi santapan sehari-hari untuk saya terdorong menulis berita di portal lokal. Hanya cukup menitik air mata untuk mereka. Dengan harapan kelanjutan berita yang telah saya buat dibaca pemangku daerah setempat atau dermawan yang tergerak membantu korban.

Hayumi (merah) mendapat bantuan, doc.Muhammad Zaini
Hayumi (merah) mendapat bantuan, doc.Muhammad Zaini
Beberapa berhasil memang, Hayumi rumahnya kini diperbaiki, setelah Camat didampingi forkopimca TNI dan Polri juga Dewan hingga Istri bupati datang, menyerahkan bantuan langsung. Dana perbaikan turun, berasal dari negara lewat usulan-usulan kepada dinas terkait.

Juga rumah-rumah lain dengan alur memperoleh bantuan mirip yang telah diperoleh Hayumi. Diberitahu reporter ada kejadian, lengkap gambar video dan wawancara, saya tulis redaksional, post share. Lalu ada respon, siapapun yang datang saya tulis pemberitaan. Demi memantik perhatian agar korban segera keluar dari kepedihan.

Tuduhan memanfaatkan musibah untuk mengendorse instansi, lembaga atau pejabat tertentu tak saya gubris. Biar saja disangka mendukung mereka melakukan pencitraan, yang penting  ada perhatian untuk perbaikan kondisi korban.

Menyaksikan mereka dapat musibah saja sudah membuat saya menangis apalagi mengetahui nasib miris kehidupan keseharian mereka yang rerata di bawah garis kemiskinan. 

Ingin membantu finansial terkendala kondisi kantong saya sendiri yang untuk mengisinya harus pula mengais di jalanan. Setali tiga uang dengan kondisi saya dengan mereka untuk urusan berjuang mendapat uang. Bedanya, saya terlihat baik-baik saja karena penampilan bersih, menempati rumah layak peninggalan yang tlah berpulang. Makanya, saya tahu betul kesedihan yang mereka alami.

Menangis itu biasa, tetapi terus gerimis ini yang tak biasa. Untuk musibah yang dialami Abdul Rohim, korban rumah roboh angin kencang asal desa Karanganyar kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan Jawa Timur.

Rumah korban saat kejadian.doc. Munif
Rumah korban saat kejadian.doc. Munif
2 hari ini saya dikirimi reporter gambar dan kondisi Abdul Rohim. Sangat mengenaskan. Rumah bambu berlantai tanah yang dia tempati hancur berantakan. Tak menyisakan ruang untuk dihuni. 

Membuat Rohim dan 2 penghuni lainnya harus numpang di rumah tetangga.Bantuan datang, diberikan. Matras, terpal,  toileters, P3K.

Cukup menghibur duka yang saat kejadian Abdul Rohim hanya mampu tercenung, duduk mematung diantara puing rumahnya. Sedikit ceria nampak di matanya ketika bantuan datang, mungkin dalam benaknya dia berpikir masih bisa hidup di bawah tenda terpal bantuan, sesuatu yang tak saya harapkan sama sekali.

Makanya, hanya satu pertanyaan saya berikan kepada pemangku kekuasaan di lokasi tersebut saat kejadian.

"Dimana dia tinggal kini?"

Jawaban ikut tetangga membuat saya sedikit lega. Bebas dingin, tak khawatir kehujanan, terlebih lagi aman dari robohan lagi jika ada angin kencang kembali menerpa.

Mendapat bantuan terpal dari Camat Kraton Munif T, doc. Munif 
Mendapat bantuan terpal dari Camat Kraton Munif T, doc. Munif 
Terpal bantuan itu, malam sebelum tertidur untuk menulis artikel ini dikabarkan kawan reporter lokasi digunakan Abdul Rohim dan 2 anaknya. 

Mendapat bantuan kasur dan matras, doc.jatimsatunews.online
Mendapat bantuan kasur dan matras, doc.jatimsatunews.online
Bulir bening susah berhenti membasahi pipi, bayangan kehidupan mereka terus hadir dengan kasur bantuan beralas tanah beratap terpal yang dijadikan tenda. Doa pinta saya panjatkan pada Tuhan untuk tak lagi timpakan angin kencang atau semacamnya di tempat Abdul Rohim tinggal.

Nasibnya menjadi perbincangan serius antara saya dan reporter.

"Kasihan dia bu, tidur hanya menggunakan kasur bantuan di atas lantai tanah."

"Tak adakah bantuan untuk memperbaiki rumahnya?"

"Iya ini, belum terlihat sama sekali. Coba se bu njenengan hubungi Pak Dewan yang biasanya membantu mengusahakan perbaikan rumah itu," saran Ojin, reporter lokasi sambil menyebut nama Muhammad Zaini, sekretaris DPRD Kabupaten Pasuruan yang kebetulan beberapa kali berhasil mengupayakan bantuan perbaikan rumah untuk mereka yang kena musibah atau memang luput dari bantuan.

Yang terpikir memang dia, namun untuk kecepatan langkah, saya menghubungi Kades setempat. Nihil, tak ada respon tindakan cepat untuk mendirikan rumah itu lagi, yang dalam pikiran saya tidak terlalu makan biaya. 

Cukup belikan kondek beberapa meter sebagai atap, juga gedek atau triplek sambil memanfaatkan sisa kayu yang ada untuk penyangga. Dirikan, kerja bakti, ajak warga dan tagana atau anggota Koramil setempat, tak sampai sehari saya yakin bisa berdiri lagi rumah itu.

"Mohon maaf bu, saya kordinasi dulu sama perangkat saya, jadi saya gak bisa jawab," kata kades setempat merespon pertanyaan saya tentang apa yang akan dilakukan pemdes untuk segera membantu pak Abdul Rohim atas rumah robohnya.

Makin pilu rasa hati ini. Ingin segera terjun ke lokasi, menghubungi pribadi orang-orang kaya di desa itu, untuk ikut urunan, menyumbang rumah korban agar segera didirikan, paling tidak tempat berteduh sementara yang tak terbuat dari terpal.

Belum bisa hari ini, tanggungan  pekerjaan mengerjakan proposal sebuah desa harus selesai, mungkin besok baru bisa menengok. Bayangannya harus tidur di bawah tenda muncul lagi, menyiksa pikiran. 

Membuat saya mengiyakan ajakan Dewan Zaini yang mengatakan akan segera ke lokasi saat saya kirimi beritanya. Padahal, senin biasanya saya ada jadwal penimbangan bank sampah, tunda. Saya ingin segera melihat langsung kondisi Abdul Rohim.

"Apa yang urgen diberikan pada pak Abdul Rohim itu?" tanya saya pada Ojin.

"Dipan, usahakan bantuan itu dulu untuknya kalau datang, saya sendiri akan ikut nyumbang kalau pak Dewan nanti datang dan tidak membawa uang yang cukup. Kita urunan yuk. Sakno, meski dapat kasur lantainya tanah. Nanti kalau ada tikus bagaimana," usulnya.

"Berapa harganya."

"Tujuh ratus ribuan sudah boleh paling. Yang penting bisa dipakai tidur bertiga."

"Sama beras ya, dia butuh bantuan pangan sekarang."

Ya Allah, sebegitu parahkah kondisinya, sampai untuk makan saja dia tak sanggup mengadakan. Pikir saya  oke dia miskin, tapi kan laki-laki jadi bisa kerja untuk sekedar makan dan menghidupi anaknya.

"Emang kerjanya apa sih?"

"Pemulung, kalau sampah yang dia dapat banyak baru bisa dapat uang, kalau sedikit ya kamu tahu sendirilah."

Berair, mata ini tak sanggup lagi menahan gempuran iba. Bergelut dengan sampah memang pekerjaan saya. Mendorong ibu-ibu pilah pilih sampahnya agar bernilai jual. Kresek, plastik, kertas, atau apa saja untuk ditabung di bank Sampah. Jadi saya tahu betul perjuangan Pak Abdul Rohim mendapatkan uang.

Mencari, mengais di antara kumpulan sampah, memilahnya, membersihkan, mengumpulkan agar bernilai jual. Itu tidak mudah. Misal dia dapat botol plastik, harus memisahkan dulu antara label dan tutup untuk mendapat Rp.3.500 per kilo. Butuh banyak botol dan waktu lama untuk 1 kilo itu yang estimasi saya mencapai satu karung beras 25 kilo dipress.

Kesusahannya membayang di pelupuk mata, betul kawan saya. Bantuan pangan juga diperlukan.

"Tuhan, bantu dia mencukupi kebutuhan hidup dan keluarganya ya."

Pada fajar pagi hari ini kumpulan pinta tertangkup untuknya. Hari ini, semoga dia bisa makan  juga tidur nyenyak. Di bekas puing rumahnya yang tak layak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun