Ya Allah, sebegitu parahkah kondisinya, sampai untuk makan saja dia tak sanggup mengadakan. Pikir saya  oke dia miskin, tapi kan laki-laki jadi bisa kerja untuk sekedar makan dan menghidupi anaknya.
"Emang kerjanya apa sih?"
"Pemulung, kalau sampah yang dia dapat banyak baru bisa dapat uang, kalau sedikit ya kamu tahu sendirilah."
Berair, mata ini tak sanggup lagi menahan gempuran iba. Bergelut dengan sampah memang pekerjaan saya. Mendorong ibu-ibu pilah pilih sampahnya agar bernilai jual. Kresek, plastik, kertas, atau apa saja untuk ditabung di bank Sampah. Jadi saya tahu betul perjuangan Pak Abdul Rohim mendapatkan uang.
Mencari, mengais di antara kumpulan sampah, memilahnya, membersihkan, mengumpulkan agar bernilai jual. Itu tidak mudah. Misal dia dapat botol plastik, harus memisahkan dulu antara label dan tutup untuk mendapat Rp.3.500 per kilo. Butuh banyak botol dan waktu lama untuk 1 kilo itu yang estimasi saya mencapai satu karung beras 25 kilo dipress.
Kesusahannya membayang di pelupuk mata, betul kawan saya. Bantuan pangan juga diperlukan.
"Tuhan, bantu dia mencukupi kebutuhan hidup dan keluarganya ya."
Pada fajar pagi hari ini kumpulan pinta tertangkup untuknya. Hari ini, semoga dia bisa makan  juga tidur nyenyak. Di bekas puing rumahnya yang tak layak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI