" Aku dua rius," mata Shadeeq membola, menatap tajam perempuan yang masih tak percaya pada ajakannya menikah.
Tidak ada yang istimewa dalam hubungan keduanya selama satu tahun ini. Perempuan yang biasa dipanggil Mbak Day oleh Shadeeq itu dikenalnya karena Dam Licin, sungai elok dengan banyak air terjun mini yang sempat viral sebelum pandemi. Perempuan yang oleh Kadesnya diminta datang menulis Dam Licin sebagai bahan liputan.
Kemudian, dia menjadi akrab dengan tubuh Mbak Day, selalu terpesona dengan setiap yang keluar dari bibirnya. Membelai telinga, memaku pandangan untuk hanya fokus pada tempat keluarnya kalimat. Ingin melumat, menumbuhkan hasrat.
Hah, tidak ada jalan lain kecuali harus menikahinya. Mbak Day telah memenuhi otak sepanjang hirupan napas Shadeeq. Bangun tidur, mandi, makan, main bola, hingga bermimpipun Mbak Day membayang di mata. Menumbuhkan ingin sangat menjadi lelaki seutuhnya. Sesuatu yang tak pernah muncul selama 29 tahun umur dilalui, menjalani kehidupan.
Ditembak bujang, Mbak Day kelimpungan riang, ini menyenangkan tentu. Bukan suami orang, bukan duda beranak seperti yang biasanya meminang. Minim resiko, paling hanya cibiran orang mempertanyakan ketimpangan usia. Diterima atau tidak, mbak Day belum bisa memutuskan.
Baginya, Shadeeq itu pemuda asik. Rela menjadi pemandu setia  menuntaskan segala keinginan mengetahui seluk beluk Dam Licin. Bukan hanya sungai pun keadaan penduduk yang mendiami sekitar  lokasi. Menjadikan liputannya terasa eksklusif.
Jatuh cinta pada Dam Licin itu betul, tapi pada Shadeeq? Mbak Day masih tak habis pikir. Selama ini dia hanya membalas saja kalau mendapat segombal kata, menganggap bercanda.
" Besok antar aku keliling Dam Licin ya, kamu ada acarakah?"
" Siap, ada acara sebetulnya latihan sepak bola sama anak kampung, tapi akan kubatalkan demi Mbak seorang."
"Aih manisnya, tapi ya jangan dibatalkan. Gak enak sama kawan-kawanmu nanti."
"Tak apa mbak, bersama mereka bisa sewaktu-waktu. Berdua sama mbak selalu kutunggu, biar mereka tak mengganggu kita, malah bagus kan?"
Celoteh Shadeeq membuat mbak Day mengulum senyum. Dia memang berbeda, pandai menyenangkan hati, merasa sangat berharga bila pemuda jangkung itu mendampingi.