Menguntungkan dari sisi pekerjaan. Konsep script dan narasi lebih cepat kuselesaikan. Dengan konten yang membuat Jon terkesima.
"Imajinasimu sungguh luar biasa." Pujinya ketika kusodorkan rancangan kalimat padanya.
Tak hanya hasil kerja yang kuselesaikan lebih cepat, kedekatan kami ternyata secepat kilat pula membuatnya bisa memanggilku sayang, honey, hingga Mama. Entahlah, aku tidak marah seperti biasa kulakukan pada lelaki lain yang berani memanggilku serupa itu.
"Ma, jangan bikin sarapan ya, kujemput. Kita akan sarapan di warung pagi Mbak Rini. Aku ingin kau menyuapiku nasi pecel buatannya."
Ini yang sulit membuatku lepas dari jerat dekat dengannya. To the point, tanpa basa basi. Termasuk urusan melanjutkan hubungan ke jenjang lebih serius.
"Ma, aku nyaman denganmu Kita akad dulu saja ya."
Mestinya, ditembak begitu aku bahagia. Tapi tidak demikian denganku, menjadi kekasih tak mengapa. Tapi menikah? Dengan lelaki yang tak kutahu track recordnya?
Ini menumbuhkan galau berkepanjangan. Bertumpuk resiko merupa file folder di kepala. Apa yang harus kulakukan?
(Bersambung)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI