"Aku mencintaimu, menikahlah denganku. Sungguh aku tidak nyaman hidup dengan istriku. Kok kamu gak percaya sih?"
"Apa buktinya?"
"Bukankah aku selalu bersamamu, Kalau aku masih dengan istriku tentu aku akan langsung pulang bukan?"
Sang perempuan melunak, untuk kesekian kali dia percaya dengan lelaki kekasih teman kerjanya itu. Sehingga malam penuh bintang dihabiskan perlahan, diantara jalan menuju pelabuhan Perak Surabaya.
Tak ada arah tujuan, berdua mengendarai motor di tengah gulita malam. Ini dilakukan perempuan layouter tabloid Kriminal usai rapat penentuan materi untuk tayang esok hari bersama reporter tabloid yang sama itu.
Malam menjadi sahabat paling akrab di antara mereka. Ritme kerja, kesempatan berdua berlaku demikian adanya. Sesudah liput sana-sini keliling kota sang lelaki terbiasa mendatangi perempuan layouter tabloid itu. Ngobrol hingga mengajak dinner.
Angkringan pinggir pelabuhan kerap menemani mereka, kadang hingga semburat jingga mentari akan menyapa. STMJ biasa menemani cengkerama, juga sebungkus nasi kucing.Â
Ya, hanya sebungkus saja, saling suap dengan tangan telanjang menjadi ritual yang melupakan lapar sesungguhnya. Canda kecil, kerling nakal, Â manja mesra merupa pelengkap lambat untuk tandasnya sebungkus nasi.
Hingga Fajar akan datang, saat bunyi ayam jantan milik penduduk kampung sekitar pelabuhan terdengar, sua terlarang itu berakhir. Menuju ke tempat tinggal masing - masing. Sang lelaki mengantarkan pulang terlebih dahulu perempuannya ke tempat kost, sebelum akhirnya dia sendiri sampai ke rumah tinggalnya sendiri. Yang dia tempati dengan istri.
Kebiasaan pulang pagi mengingat pekerjaan, membuat istri lelaki reporter itu tidak mempermasalahkan. Secangkir kopi hangat, satu panci penuh air panas untuk mandi selalu disiapkan demi menyambut suami pulang.
"Nyulik thithik," itu kata suami pada istrinya.