Catatan perjalanan saya ke kafe kerap menjadi artikel tayang online.  Hingga terkini,  buku Eksotis Semare yang saya garap bersama Fatur,  Samy  Doktor Adam, --dosen Unibraw dan Universitas Ibrahimy Situbondo-- dan Profesor Maftuch dari Fakultas Perikanan dan Kelautan,  selaku pihak perguruan tinggi yang concern mendampingi desa Semare selama 3 tahun menjadi saksi, betapa Kafe ini telah menjadi inspirasi tak ada habisnya. Untuk ditulis menjadi karya.
Jingga mulai menunjukkan dominan warna di langit Semare pada pukul 5.00. Temaram, lalu gelap menghampiri. Adzan maghrib mengakhiri lingkar pertemuan. Kami, saya, Â Fatur dan Samy menunaikan sholat, Â bergegas ke rumah duka. Â Ikut berbaur dengan masyarakat desa, Â yang tak henti terisak, masih sulit menerima kabar kepergian pemimpinnya.
" Tadi sore, Â lepas sholat asar, Â masih guyon di rumah. Lalu pamit rebah sebentar, Â keluarga cemas karena dibangunkan tiada gerakan, Â dilarikan ke rumah sakit terdekat, Â sempat pula digunakan alat pacu jantung. Â Tetap tak membuka mata. Â Rupanya dia telah meninggal sejak di rumah. "
Gelap sudah langit di atas Semare. Padat orang berkumpul di kediaman sang pemimpin, Â memberikan penghormatan terakhir, Â melakukan shalat jenazah usai isya'. Penuh sesak orang, Â membentuk shaf berhimpitan. Mengulumkan pinta untuk akhir indah sang pemimpin. Khusnul khatimah.
Terlihat para wanita dalam hening meronce doa-doa di dalam hingga luar bagian belakang rumah, Â lelaki - lelaki duduk ta'zim hingga luber ke halaman luar bagian depan rumah, halaman hingga jalan. Tumpah ruah, Â dengan hujan air mata memenuhi bumi, Â tempat sang pemimpin akan kembali juga semua yang manusia nanti.
Bangil, 29/02/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H