Pagi itu, Selasa 27 Agustus 2019 di  Osaka  Hospital. Dokter datang dengan perawat. Mengabarkan jadwal pelaksanaan operasi beserta urutan yang akan kujalani nanti. Membawa setumpuk berkas yang harus kutandatangani untuk proses operasi kaki. Ternyata, operasi itu akan menggunakanmetode laser, untuk otot saraf yang terjepit.
Memakai panggilan cinta, chat pada Ann kulayangkan, "Aku dah mau operasi sekarang, cinta."Â
" Owh, siapa yang menemanimu?" Nada khawatir terasa dari kata- kata Ann.
" Ini ada orang konsulat menemani mas operasi, cinta." Kujawab dengan sapaan Mas untuk membahasakan diriku.Â
 Satu hal  yang tak pernah kulakukan pada perempuan manapun. Panggilan Cinta, sapaan Mas untukku, baru kali ini kulakukan. Rasanya senang sekali menggunakan kata itu, apalagi dia tidak menunjukkan keberatan sedikitpun.
" Alhamdulillah take care ya. Semoga berhasil." Ann menjawab penuh perhatian.
" Amin, Â doamu selalu kunanti cintaa."Â
Tidak adanya penolakan saat kupanggil cinta, membuatku yakin perempuan itu, Ann sebetulnya bersedia menerimaku. Semangat sehatku menyala, harus segera pulih, pulang ke Indonesia, meminang Ann.Â
Pukul 10.00 pagi waktu Osaka, itu yang kulihat di dinding jam kamar rawat inap. Saatnya menjalani operasi sebagaimana dijadwalkan. Usai tandatangan macam-macam, kukenakan baju khas, dengan wheel chair, perawat membawaku pergi ke ruang operasi.
 Sejenak mereka membiarkanku setelah injeksi anaestesi,  hanya bayangan ibu dan  Ann yang kuingat, dengan doa yang  dikirimkan lewat suaranya saat menjawab chat ,"Bismillah." Itu yang terngiang di telingaku.
 Hingga operasi selesai, kata itu terus berulang memenuhi memori.