Mohon tunggu...
Cahyani Yusep
Cahyani Yusep Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ani

Sederhana dan suka mempelajari hal hal yang baru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Kasih Tak Sampai] Aku, Kamu, dan Balkon Rumah Sakit

5 Desember 2020   17:48 Diperbarui: 5 Desember 2020   18:43 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: canva.com

Karya: Cahyani Yusep dan Irma Tri Handayani

Hai pria tampan! Aku tak tahu sejak kapan kamu menatapku. Lamunanku terlalu dalam hingga tak sadar sepasang mata tajammu fokus terarah padaku.

Pagi ini,seperti pagi-pagi lainnya aku berjemur di balkon rumah sakit mencoba menikmati kehangatan mentari di pagi hari.

Hai, pria tampan! Aku melihatmu tersenyum. Aku celingak-celinguk memastikan untuk siapa senyum yang kau lempar. Ternyata tak ada siapa-siapa selain aku. Maka kusimpulkan senyum itu untukku dan akupun kikuk membalas senyummu.

Kurapikan rambutku yang belum sempat kusisir sehabis mandi. Duh,pasti aku terlihat jelek pagi ini. Rasanya tak layak senyum manismu untukku. 

Hai pria tampan,mengapa  juga kau berjalan mendekatiku? Aku semakin merasa tak karuan.

Kamu langsung mengulurkan tangan padaku  begitu jarak kita dekat
"Hai, boleh kenalan?"
Aku ternganga tak siap  menjawab apa selain menatapmu.

Beberapa detik kemudian kamu menarik paksa tanganku untuk bersalaman tanpa menunggu aku mengangguk

" Aku Brilly,kamu?" Tanyamu dengan mata seperti ingin menyembur mataku. 

"Aku Wanoja!" Jawabku malu-malu. 

"Hm..namamu unik,aku panggil Oja ya?gapapa?"

Aku hanya mengangguk.

"Kamu lagi perawatan?" Tanyamu.
"Iya," jawabku.
"Sakit apa?"
"Leukeumia.." jawabku pelan.

Lalu kamu terdiam. Mungkin kamu sedang memikirkan basa-basi selanjutnya untuk seorang leukemia seperti aku.

"Kamu sendiri ngapain ada di rumah sakit?"tanyaku memecah kebisuan. 

"Oh,aku..aku habis nengok temanku yang dirawat disini!" Jawabmu masih tetap dalam balutan senyum.

"Eh,aku pamit dulu ya,besok aku ke sini lagi!" Tiba-tiba seolah buru-buru kamu pamit pergi.

Tanpa sempat menungguku mengangguk kamu sudah berlalu. Akupun termanggu.

Apakah barusan yang aku alami nyata? Apakah kamu si pria tampan itu manusia?
Jangan-jangan kamu hantu gentayangan yang lagi ga da kerjaan lalu datang untuk menggganggu lamunanku.

Aku mencubit tanganku. Meskipun sedikit,tapi terasa sakit artinya ini bukan mimpi.

Mengapa bisa pria setampan kamu bisa tiba-tiba menghampiriku?

"Wa?" Tiba-tiba ada tepukan di belakangku.
"Ayo masuk kamar !" Sebuah ajakan lembut dari ibu membuatku masuk kembali ke ruang perawatan.

Malam ini mimpiku berisi kamu pria tampan. Dalam mimpiku kamu datang dan membawaku dari rumah sakit. Sepertinya aku mengalami "halu" tingkat tinggi.

Ah,mungkin kamu cuma pria kesasar yang iseng menggoda perempuan pesakitan.

Tapi pagi ini tak disangka kamu hadir lagi. Kali ini kamu duluan yang sudah nongkrong di balkon.

Dibanding kemarin, penampilanmu lebih tampan . Walau hanya menggunakan kaos oblong hitam dan celana jeans saja.

"Hai Oja!"sapamu renyah.
"Kamu?" Tanyaku kaget.
"Hehehe yee aku menang karena bisa datang lebih pagi dibanding kamu!" Ujarmu riang. 


Hm..kamu aneh pria tampan. Akukan enggak mengajakmu bertanding. Jadi kalah menang kamu sendiri yang menentukan.

Dan keanehan kamu semakin bertambah ketika kamu sok kenal sok dekat menceritakan siapa kamu,dimana rumahmu dan hobimu yang suka kentut sembarangan. 

Heranya aku tertawa pada candaan lebaymu. Kamu lucu pria tampan. Aku capek tertawa karenamu.
1 jam kamu bercerita sampai akhirnya diusir keluar oleh petugas rumah sakit karena jam besuk usai.

Esoknya kamu datang lagi. Kali ini kamu bilang kamu membawa sesuatu. Aku kamu suruh untuk memejamkan mata, lalu menebak apa yang kamu bawa

Saat terpegang helaian daun,kupikir kamu membawa bunga. Namun alangkah kagetnya saat kubuka mata,yang kau sodorkan padaku adalah seikat kangkung.

Sambil terkekeh kamu bilang,kamu berharap kelak aku memasak tumis kangkung saat nanti aku keluar rumah sakit.

"Nanti kalo kamu sembuh, masakin aku kangkung ya." Candamu lagi.
Aku hanya bisa tertawa melihat semua tingkah konyol dan anehmu itu. Sampai aku melupakan semua rasa sakit yang sedang aku derita. 

Kamu cerewet sekali pria tampan, bahkan sepertinya aku semakin nyaman dan terbiasa dengan kehadiranmu. Tawamu, wajahmu, dan segala gerak gerikmu membuat aku ingin berlama-lama ada di dekatmu. 

Perasaan apa ini? Bayang-bayanganmu selalu termimpi-mimpi. Bahkan setiap aku memandangi balkon, aku melihatmu sedang menungguku disana. Ada aku, dirimu, dan cerita kita. 

Esok harinya aku melihatmu lagi. Aku sudah sangat semakin tidak canggung lagi denganmu.
"Oja, kamu denger ga? " Tanya nya sambil cengar cengir.
Aku menggelengkan kepalaku. 

"Yaampun beruntung kamu gak denger. " Kamu malah semakin cekikikan saja.
"Apaan sih? " Tanyaku penasaran.
"Tadi aku kentut. " Kamu malah tertawa puas.
"Ihh kamu jorok. " Aku kesal padamu sambil tertawa juga. 

Kamu mengepalkan kedua tanganmu sambil menyodorkannya padaku. Kamu bilang aku harus memilih salah satu dari tanganmu itu. 

Ketika aku memilih tangan kananmu, isinya ternyata hanya sebuah bingkai mini yang berisi foto kita berdua. Hmmm... Sudah ku duga, kamu tidak pernah serius memberikan sesuatu. 

Tapi di kepalan tangan kirimu, ada sebuah kalung berisikan foto kita saat di balkon. 

Sayang sekali, aku memilih kepalan tangan kananmu itu. Walau dalam hati aku ingin kalung itu.
"Dasar Oja, bodoh sekali kamu ini. " Sambil menguyel rambutku seperti anak kecil.
Aku hanya bisa diam saja sambil tersenyum. 

Tiba-tiba kamu mengalungkan kalung itu pada leherku. Rasanya sangat kaku. Bisa berdekatan dengan mu sedekat ini. Pandangan matamu membuatku menjadi kikuk dan membuatku jadi tidak bisa berkata apa-apa. 

"Nah Oja, pas nanti Kemo, kamu lepas nih kalung yah. Jangan kamu pake dulu. Ini aku pakein biar kamu lebih bersinar. Aku pengen kamu sembuh. "
Bisikmu di telingaku. 

Aku hanya diam saja, jantungku berdetak begitu kencang. Suhu kamarku rasanya sangat dingin, sampai tanganku terasa sangat beku. 

Waktu memisahkan kita. Akhirnya kamu harus pulang. Aku ingin kamu terus disini bersamaku. Tapi apa daya, kamu harus pulang. 

***

Seperti biasanya aku melirik-lirik balkon rumah sakit. Sepertinya kamu belum datang. Aku bergegas kesana, dan menunggumu disana. Aku yang duluan datang kali ini. Yeee Kamu kalah. Aku bergumam dalam hati. 

Satu jam aku menunggumu disaana, tapi kamu tak kunjung datang. Kamu kemana? Aku lelah menunggumu disini, tapi kamu tak datang. 

Esok harinya aku masih datang ke balkon lebih cepat. Tapi tidak aku temui dirimu yang selalu menungguku disana. 

Ini adalah kemo terakhirku, 3bulan sudah aku menunggumu yang tak kunjung menemuiku. 

Kemana kamu pria tampan? Apakah kamu pergi tanpa ku ketahui? Apakah kamu sudah tidak mau menemuiku lagi? Aku sangat tersiksa tanpamu. Tidak ada tawa, ataupun canda yang dapat membuat bibirku tersenyum. 

"Nona, sudah diperbolehkan pulang. " Suster itu berkata.
"Baik Sus. " Sahutku.
Aku pulang kerumah bersama Ibu. Tapi fikiranku masih berada di balkon rumah sakit bersamamu. 

Aku merindukanmu Pria Tampan.
Aku putuskan kembali ke rumah sakit dengan menanyakan seseorang yang mungkin saja mengenalmu. 

Tapi seperti sia-sia saja. Tidak ada yang mengenalmu disana. Mendadak aku lupa namamu. Semakin sulit saja aku mencarimu. 

Brilly, ya... Aku mengingat namamu dan bingkai foto itu. Kalung itu juga.
Aku mengingat namamu Brilly. 

Lagi-lagi aku kembali ke rumah sakit, bertanya pada petugas rumah sakit, perihal alamat rumahmu itu. Setiap pembesuk akan menuliskan nama dan alamatnya. 

Bukan alamat pembesuk yang kudapatkan, tapi sebuah ruangan perawatan yang ditunjukan. 

Perlahan aku berjalan. Berat sekali rasanya kaki ini aku langkahkan. Semakin dekat ruangan itu, semakin aku merasa ada yang salah. 

Aku bertanya pada perawat disana. Apakah ia mengenalmu. Perawat itu menjawab bahwa kamu sudah tiada 2 bulan yang lalu. Ketika itu, kamu mengidap penyakit langka yang tidak bisa disembuhkan. 

Selama ini, kamu menyembunyikan sesuatu yang sangat besar dariku. Kamu membuatku semangat menghadapi banyak hal, sedangkan kamu sendiri menanggung yang tidak bisa kamu ungkapkan. 

Bagaimana dengan janjiku padamu tentang tumis kangkung itu? Katakan, katakan padaku apa yang harus aku perbuat dengan semua kenangan kita?

Ya Tuhan, hatiku tersiksa dengan semua ini. Aku mencintaimu, dan aku menyesal tidak pernah mengatakan hal itu padamu. 

(Tamat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun