"Nanti kalo kamu sembuh, masakin aku kangkung ya." Candamu lagi.
Aku hanya bisa tertawa melihat semua tingkah konyol dan anehmu itu. Sampai aku melupakan semua rasa sakit yang sedang aku derita.Â
Kamu cerewet sekali pria tampan, bahkan sepertinya aku semakin nyaman dan terbiasa dengan kehadiranmu. Tawamu, wajahmu, dan segala gerak gerikmu membuat aku ingin berlama-lama ada di dekatmu.Â
Perasaan apa ini? Bayang-bayanganmu selalu termimpi-mimpi. Bahkan setiap aku memandangi balkon, aku melihatmu sedang menungguku disana. Ada aku, dirimu, dan cerita kita.Â
Esok harinya aku melihatmu lagi. Aku sudah sangat semakin tidak canggung lagi denganmu.
"Oja, kamu denger ga? " Tanya nya sambil cengar cengir.
Aku menggelengkan kepalaku.Â
"Yaampun beruntung kamu gak denger. " Kamu malah semakin cekikikan saja.
"Apaan sih? " Tanyaku penasaran.
"Tadi aku kentut. " Kamu malah tertawa puas.
"Ihh kamu jorok. " Aku kesal padamu sambil tertawa juga.Â
Kamu mengepalkan kedua tanganmu sambil menyodorkannya padaku. Kamu bilang aku harus memilih salah satu dari tanganmu itu.Â
Ketika aku memilih tangan kananmu, isinya ternyata hanya sebuah bingkai mini yang berisi foto kita berdua. Hmmm... Sudah ku duga, kamu tidak pernah serius memberikan sesuatu.Â
Tapi di kepalan tangan kirimu, ada sebuah kalung berisikan foto kita saat di balkon.Â
Sayang sekali, aku memilih kepalan tangan kananmu itu. Walau dalam hati aku ingin kalung itu.
"Dasar Oja, bodoh sekali kamu ini. " Sambil menguyel rambutku seperti anak kecil.
Aku hanya bisa diam saja sambil tersenyum.Â
Tiba-tiba kamu mengalungkan kalung itu pada leherku. Rasanya sangat kaku. Bisa berdekatan dengan mu sedekat ini. Pandangan matamu membuatku menjadi kikuk dan membuatku jadi tidak bisa berkata apa-apa.Â
"Nah Oja, pas nanti Kemo, kamu lepas nih kalung yah. Jangan kamu pake dulu. Ini aku pakein biar kamu lebih bersinar. Aku pengen kamu sembuh. "
Bisikmu di telingaku.Â