H+3 Paska Pendaftaran Pilpres. Pertanyaan sederhana : Â Siapakah yang sedang tersenyum saat ini, apakah pendukung Jokowi atau pendukung Prabowo?Â
Kalau cerita 2-3 bulan  yang lalu tentu yang bisa tersenyum adalah para pendukung Jokowi.  Mereka tersenyum  bahkan mungkin tertawa melihat Prabowo seperti maju mundur untuk menjadi Capres 2019.  Semua orang tahu bahwa Prabowo ragu apakah memiliki logistic untuk itu atau bukan.  Prabowo juga 1-2 kali memberi isyarat sepertinya tidak akan maju di Pilpres 2019.
Pendukung Jokowi tertawa melihat fenomena itu. Dan tertawa mereka  menjadi lebih keras ketika mengetahui ternyata Prabowo membuka  Rekening Bersama untuk menampung sumbangan masyarakat untuk biaya kampanye pilpres.  Begitulah yang terjadi saudara-saudara. Hohohoho..
Di sisi sebaliknya 2-3 bulan lalu koalisi Jokowi semakin kuat dengan bertambahnya  2 partai baru. Perindo dan PSI. semua orang juga tahu Perindo kuat logistiknya begitu juga dengan PSI yang didukung 9 naga dan 10 komodo. :D.  Pokoknya koalisi Jokowi terlihat semakin hebat dah.
Jadi memang  pada 2-3 bulan lalu pendukung Jokowi hampir setiap hari tersenyum sana-sini menuju Pilpres 2019.
Lalu kemudian  1 bulan lalu muncullah suatu gebrakan besar di kubu Prabowo. Dukungan besar tepatnya. Para ulama mengeluarkan Itjima  (Rekomendasi) untuk Prabowo dimana disarankan Prabowo mengambil kalangan ulama sebagai Cawapresnya.  Ada 2 pilihan yaitu Ustad Abdul Somad atau Salim Assegaf.
Gubraakkh. Keluarnya Itjima Ulama itu kemudian membuat para pendukung Jokowi langsung bersuara. Wooiii.. Prabowo jangan pake Politik Identitas dong untuk Pilpres! Â Jangan pake Isu Agama dong untuk Pilpres!
Meskipun demikian para pendukung Jokowi tetap tenang. Mereka sangat percaya diri Jokowi pasti bisa mengkandaskan siapapun  lawannya apalagi Prabowo yang nyata-nyata pernah dipecundangi Jokowi di tahun 2014.
Patokan mereka sederhana.  Jokowi Incumbent.  Jokowi sangat Populer. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap Jokowi  diatas 60%. Begitu juga dengan Elektabilitas Jokowi dalam beberapa tahun terakhir hingga bulan lalu tetap stabil diatas 50%.  Don't Worry be Happy , kata mereka.
Akhirnya sampailah kita pada 5 hari yang lalu. Ternyata tertawa para pendukung Jokowi  semakin meledak tak terkendali. Mereka terbahak-bahak mendengar keributan Jendral Kardus.  2 hari sebelumnya mereka juga sudah merasa geli  mendengar berita PKS ngotot minta jatah Cawapres sementara PAN dan Demokrat ogah kalau cawapresnya dari PKS. Di sisi lain Ustad Abdul Somad diiming-imingi apapun juga tidak mempan dan tidak bisa dirayu untuk jadi Cawapres. UAS tidak minat sama sekali jadi Politisi dan tidak ingin dipolitisasi.
Begitulah ceritanya. Hingga akhirnya datanglah H-1 hari pendaftaran Capres-cawapres 2019.
Pada saat kubu Prabowo masih kacau balau karena Demokrat ngambek, Â kubu Jokowi terlihat sudah semakin solid dan siap mengumumkan siapa Cawapres Jokowi. Â Nama Mahfud MD santer didengar para pendukung Jokowi. Mereka semangat sekali menanti pengumuman tentang hal tersebut.
Tetapi ternyata semua informasi tentang Mahfud MD yang 99% akan menjadi Cawapres Jokowi akhirnya bubar berantakan.  Jokowi ternyata mengambil Ketua Majelis Ulama  KH Ma'ruf Amin untuk menjadi Cawapresnya.
Gubraaakkhhh.  90% para pendukung Jokowi langsung terdiam membisu tak bisa berkata-kata.  Kenapa harus Ma'ruf Amin yang dijadikan Cawapres?  Kenapa kakek-kakek umur  75 tahun yang harus jadi Cawapres Jokowi? Mengapa harus musuh besarnya Ahokers yang dijadikan Cawapres?
Dan pertanyaan besar  yang memukul batin mereka adalah : Loh kok malah Jokowi sendiri yang memainkan Politik Identitas?
Diakui atau tidak, disadari atau tidak, dipilihnya Ma'ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi menimbulkan Guncangan Internal. Â Banyak dari mereka yang langsung terpukul batinnya.
Tapi lalu sebagian dari mereka langsung berpura-pura  tidak mempermasalahkan itu.  Sebagian dari mereka langsung memposting cerita-cerita hebat bahwa Jokowi hebat strateginya. Jokowi hebat untuk meredam kubu sebelah bermain politik identitas.  Jokowi hebat menaruh KH Ma'ruf Amin sebagai  tokoh yang paling disegani umat islam se Indonesia.
Bla blab la.. meskipun sebagian dari mereka sudah berusaha menghibur teman-temannya, tetap saja di hati kecil mereka masih tidak terima. Satu hal yang mereka tidak terima adalah ternyata Jokowi malah menggunakan Ulama untuk menggaet pemilih Islam. Â Ini sangat memalukan menggunakan strategi seperti ini.
Galau Total melanda seluruh mayoritas pendukung Jokowi dalam 2 hari terakhir. Uhuk uhuk.. (sampe batuk).
Di Facebook saya tertawa melihat mereka yang maksa banget  mengarang cerita ini itu untuk menghibur teman-temannya yang mengancam golput dan ngambek gara-gara  cawapres  Ma'ruf Amin.  Hihihi.
Saya tertawa bukan karena Ma'ruf Amin nya. Saya tertawa karena cara mereka mengarang cerita. Maksa banget dan nggak nyambung. Hahahaha.
KETAKUTAN AKAN KALAH DAN JEBAKAN BATMAN
Sekali lagi mau pakai logika apapun tidak bisa dipungkiri pemilihan Ma'ruf Amin oleh kubu Jokowi adalah bentuk kekalutan yang luar biasa. Logika para elit partai pendukung Jokowi sama sekali tidak bermain. Hitungan politik tentang Popularitas Jokowi, Elektabilitas Jokowi, Tingkat Kepuasan masyarakat kepada Incumbent dan dukungan  9 mesin partai politik mendadak lenyap dari benak para Elite pendukung Jokowi.Â
Dengan modal sebanyak itu hilang rasa percaya diri Elite pendukung Jokowi. Â Saya pastikan penyebab mereka tiba-tiba tidak yakin dengan kekuatan mereka pada saat para ulama mengeluarkan Itjima untuk Prabowo.
Santer terdengar  Prabowo dan diendorse PAN akan menggandeng Ulama Muda  yang cerdas dan memiliki massa jutaan, Ustad Abdul Somad.  Para elit pendukung Jokowi langsung meriang, terutama dari PDIP.  Trauma kekalahan Ahok di Pilgub DKI 2017 berkelabatan dalam ingatan mereka. Hilang percaya diri mereka. Gawat Darurat nih kalau massa umat islam mampu digerakkan oleh Ustad Abdul Somad.
Akhirnya para elit pendukung Jokowi membuang semua logika yang ada pada mereka. Popularitas Jokowi, Elektabilitas Jokowi, Tingkat Kepuasan Masyarakat dan kemampuan mesin patai  dianggap Nol. Harus disaingin nih UAS di kubu Prabowo. Maka kemudian dipilihlah  Ulama paling senior. Ketua Rais Am PBNU dan juga Ketua  Majelis Ulama Indonesia.  Wow.. ini mah  Mbah Gurunya UAS yang dipasang untuk melawan UAS. Ckckck..
Pilihan itu sesaat memuaskan para elit pendukung Jokowi.  9 Ketua Partai langsung sumringah menanda-tangani dukungan untuk Pencapresan-Pencawapresan. Setelah diresmikanlah pasangan  Jokowi-Ulama ke public.
Gubraakkhhh. Langsung terjadilah Gempa Melanda. Bukannya para pendukung Jokowi semakin bersemangat tapi langsung melempem. Â Hadehh (tepok jidat).. kenapa Kyai Sepuh yang dipasang? Hadeh.. kenapa Partai-partai hebat itu malah memainkan Politik Identitas? Â Ckckck..
Mau dipakai logika apapun juga secara fakta kubu Jokowi  sudah menggunakan ulama untuk menggaet suara pemilih Islam.  Mau pakai logika apapun juga kubu Jokowi sudah memainkan Politik Identitas. Sementara Politik Identitas sendiri sudah dianggap buruk sekali oleh mayoritas pendukung Jokowi. Mereka selama ini sudah men-cap  Gerindra dan PKS selalu memainkan isu ini. buktinya Ahok kalah di Pilgub DKI 2017. Itulah faktanya menurut mereka. Lah kenapa sekarang  Gerindra tidak pakai Ulama eh malah Jokowi yang pake cara primitive itu? Ckckck.
Kenapa begitu? Ya iyalah. Karena kubu Jokowi sangat ketakutan akan kalah di Pilpres 2019.
Jebakan Batman, betulkah itu terjadi?  Ah yang itu  cuman analisa amatiran saja.  Nggak ada itu Jebakan Batman.Â
ini bukan siapa-siapa yang ngomong. Ini Angrybird yang ngomong loh. Yang namanya Jebakan Batman itu nggak ada. Bulshit kalau ada strategi Prabowo untuk membuat Jokowi memungut Ulama jadi Cawapres. Â Yang terjadi itu karena efek ketakutan dari elit pendukung Jokowi saja. Â Nama UAS sudah menjadi momok mereka.
Kekalahan PDIP di 4 Pilgub tertinggi levelnya membuat PDIP dan partai pendukung Jokowi sangat trauma. Pilgub DKI, Pilgub Jatim, Pilgub Jabar dan Pilgub Sumut. Â PDIP kalah total dan memalukan.
Jebakan Batman itu tidak ada. Elit pendukung Jokowi saja yang terjebak dengan ketakutannya sendiri.
3 FAKTOR YANG BISA MERUBAH KEKUATAN POLITIK PRABOWO SEHINGGA BISA MEMENANGKAN PILPRES 2019.
Diatas kertas dengan Popularitas yang tinggi, dengan Tingkat Kepuasan sebagai Incumbent diatas 60%, dengan Elektabilitas diatas 50% dan didukung 9 partai (termasuk 2 partai terbesar) dan ditambah lagi dengan menggaet Ulama sebagai Cawapresnya, sebenarnya secara kalkulasi sederhana kubu Jokowi  sudah memiliki modal diatas 70%.
Tapi apakah itu bisa memastikan kemenangan Jokowi di Pilpres 2019? Ooww belum tentu, bro.
1.PILPRES DAN PILKADA ADALAH PEMILU YANG TIDAK EFEKTIF MELIBATKAN MESIN PARTAI
Sebenarnya banyak sekali contoh-contoh Pilkada-pilkada dimana yang terjadi mereka yang  Elektabilitasnya rendah malah bisa menang.  Sebut saja kemenangan Anies-Sandi di Pilgub DKI 2017, sebut saja kemenangan Jokowi-Ahok di Pilgub DKI 2012, sebut saja  Nyaris Kemenangan pasangan Asik di Pilgub Jabar 2018 kemarin dan lain-lainnya.
Kunci Kemenangan Jokowi-Ahok di Pilgub DKI 2012 adalah Pergerakan Relawan. Jokowi-Ahok yang didukung HANYA 2 partai (Gerindra dan PDIP) bisa mengkandaskan Fauzi Bowo sang incumbent yang didukung Demokrat, Golkar dan seluruh partai yang ada di luar 2 partai tadi.  Mengapa begitu? Karena sangat efektifnya Relawan yang bergerak. Kampanye mereka dari mulut ke mulut.
Kunci Kemenangan Anies-Sandi di Pilgub DKI 2017 juga sama.  Gerindra dan PKS mampu mempecundangi PDIP, Golkar, Nasdem dan lainnya. Bukan mesin partai yang bergerak tetapi  connecting antar pendukung Anies yang menyebabkannya. Begitu juga dengan Pasangan Asik yang hampir mengalahkan pasangan Ridwan Kamil di Pilgub Jabar 2018.
Pilkada itu yang paling menentukan adalah Ketokohan. Begitu juga dengan Pilpres.
Jokowi bisa menang dari Prabowo  di Pilpres 2014 itu karena Relawan Jokowi lebih banyak dari Relawan Prabowo. Catat ini ya kawan.
Pertanyaannya kemudian, apakah pada Pilpres 2019 nanti Jumlah Relawan Jokowi akan bertambah banyak atau akan berkurang?
Kalau prediksi dari Angrybird adalah : Jumlah Relawan pendukung Jokowi akan berkurang dan kalah banyak dari Relawan Pendukung Prabowo di Pilpres 2019 nanti.
Salah satu penyebabnya adalah pemilihan Cawapres Ma'ruf Amin sangat tidak bisa diterima oleh para pendukung Jokowi dan itu berdampak besar ke depan.
Dengan demikian salah satu factor utama Prabowo bisa menjungkalkan Jokowi di Pilpres 2019 sudah kita ketahui. Â Nggak usah dibandingkan sama Donald Trump yang menang mengejutkan. Itu beda. Tapi kalau dibandingkan dengan kemengan Mahatir Muhammad mungkin aka nada mrip-miripnya.
2.ELIT PENDUKUNG JOKOWI Â TIDAK PUNYA Â TOKOH Â UNTUK MEMENANGKAN JOKOWI
Dari kebiasaan belasan tahun, Karakteristik PDIP dalam setiap Pemilu adalah memblow-up berulang-ulang kharismatik Soekarno sebagai Proklamator. Ini sudah basi. Â Jokowi itu dalam banyak hal jauh sekali berbeda dengan Soekarno. Â Nggak Matching pastinya.
Golkar juga demikian. Seumur-seumur Golkar ikut Pilpres paska Reformasi (Pilpres 1999, Pilpres 2004, Pilpres 2009, Pilpres 2014), Golkar baru menang 1 kali di Pilpres 2004 dengan menebeng Partai Demokrat (nebeng popularitas SBY).  Golkar memang hebat kalau urusan Pileg tapi kalau urusan Pilpres  mereka hanya bisa nebeng partai lain yang punya tokoh.
Begitu juga dengan Nasdem, PKB dan lainnya. Tokoh-tokoh mereka tidak ada yang mengakar di masyarakat.
Sekarang bandingkan saja dengan Gerindra dan Demokrat.  Nggak usah bicara PKS. PKS itu partai khusus dengan mesin parpol yang luar biasa.  Nggak usah ngomongin  PAN karena kita tahu seorang Amien Rai situ punya umat tersendiri. Hahahaha.
Gerindra punya Prabowo yang kharismatik. Demokrat punya SBY yang masih punya massa berakar ditambah lagi sang pangeran AHY yang mulai banyak penggemarnya.
Dengan tokoh-tokoh seperti itu maka Kampanye Prabowo sudah pasti akan lebih efektif.
Dengan factor kedua ini bisa diperhitungkan Prabowo unggul dalam sisi ini.
3.ELIT PENDUKUNG JOKOWI TIDAK PUNYA STRATEGI JITU MELAWAN PRABOWO SELAIN MEMBLOW-UP SOSOK JOKOWI SAJA.
Kalau anda pencinta bola pasti anda akan gregetan melihat Lionel Messi yang tidak berdaya di Piala Dunia 2018 kemarin. Messi tidak bisa berbuat apa-apa. Semua orang dalam Tim Argentina hanya dan terlalu bergantung padanya. Â Begitu juga dengan Christiano Ronaldo, Neymar dan lainnya.
Main bola itu 11 Pemain harus efektif dan masing-masing posisi harus mampu bergerak sendiri. Â Kalau hanya bergantung pada 1-2 pemain maka sehebat apapun bintangnya tidak akan bisa menang.
Begitu juga Kontestasi Pilkada dan Pilpres. Â Kalau tim Kampanye hanya mengandalkan personifikasi dari jagoannya untuk menang ya pastilah jauh tidak efektif. Â Harus ada strategi khusus kampanye untuk Pemilu kasta tertinggi ini.
Tapi lihatlah. Belum apa-apa Kubu Jokowi gampang panic. Begitu mendengar Prabowo akan menggandeng UAS, kubu Jokowi langsung mengcancel Mahfud MD dan menggantikanya dengan biangnya Ulama. Â Nyata dan jelas Elit Pendukung Jokowi tidak punya strategi khusus untuk menghadapi kubu Prabowo.
Sementara di kubu Prabowo ada SBY yang ahli strategi, ada Amien Rais yang  pakar strategi dan ada Prabowo yang juga jago strategi (terbukti di Pilgub DKI 2012 dan 2017).
Saya bisa memastikan Tim Kampanye Jokowi hanya bermain-main dengan memblow-up Sosok Jokowi. Tidak ada isu yang bisa dijual. Â Sementara fakta tak terbantahkan adalah Perekonomian Indonesia dalam 5 tahun terakhir memang memburuk. Â Bidang usaha kacau balau. Daya Beli masyarakat melemah. Â Lapangan kerja susah. TKA asal China meraja-lela. Kurs Dolar selangit. Â Dan lain-lainnya.
Tanpa memiliki strategi jitu untuk memenangkan Jokowi maka Prabowo dalam factor ketiga ini lebih berpeluang mengkandaskan Jokowi yang sangat popular itu.
@2019GANTISTATUSFACEBOOK Â :D :D :D
Done.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H