Mohon tunggu...
Anggun Meilandari
Anggun Meilandari Mohon Tunggu... -

Penerima Beasiswa Pertamina Foundation Sobat Bumi Indonesia angkatan 2, Dewan Penasehat Sobat Bumi Regional Sumatera 2014, Alumni Lulusan Terbaik Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya 2014, Team Debat Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2012 dan 2013, Bergabung di Rumah Dongeng Indonesia, Analisator Isu-Isu Konstitusional (Bidang Hukum)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengujian Undang-undang yang Meratifikasi Perjanjian Internasional

13 April 2016   10:37 Diperbarui: 13 April 2016   10:49 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Perjanjian Internasional atau traktat merupakan perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang dituangkan dalam bentuk tertentu yang bertujuan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No.24 Tahun 2000 menyebutkan tentang Perjanjian Internasional, bahwa :

“ Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam Hukum Internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hukum kewajiban dibidang hukum publik.”

Konsekuensinya bagi Indonesia jika mengadakan perjanjian dengan Negara lain maka Indonesia telah mengikatkan diri untuk menerima hak-hak kewajiban yang timbul dari perjanjian yang diadakannya.

            Perjanjian Internasional dapat diadakan dengan beberapa tahap pembentukan, yaitu tiga tahap pembentukan ataupun menurut dua tahap pembentukan. Pada tiga tahap pembentukan yang dilakukan adalah perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi, sedangkan dengan dua tahap pembentukan diadakan dengan perundingan dan penandatanganan tanpa perlu adanya ratifikasi. Dilakukannya tiga tahap pembentukan jika dadakan untuk hal-hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan-badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (contoh : treaty, perjanjian internasional, traktat). Sedangkan tahap dua pembentukan diadakan untuk perjanjian-perjanjian yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat (contoh : persetujuan, agreement).

Di  Indonesia perjanjian yang memerlukan ratifikasi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), disebutkan dalam Pasal 10 Undang-Undang No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Pasal 11 UUD 1945 yang berbunyi :

(1)   Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain

(2)   Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagikehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 10 Undang-Undang No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, menjelaskan bahwa :

“Pengesahan Perjanjian Internasional dilakukan dengan Undang-Undang apabila berkenaan dengan :

(a) Masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan Negara.

(b) Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah Negara Republik Indonesia.

(c) Kedaulatan atau hak berdaulat Negara.

(d) Hak asasi manusia dan lingkungan hidup.

(e) Pembentukan kaedah hukum baru.

(f) Pinjaman atau hibah luar negeri.”

ketentuan Pasal 11 Undang-Undang No.20 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, menjelaskan bahwa :

(a) Pengesahan Perjanjian Internasional yang materinya tidak termasuk materi sebagaiman dimaksud oleh Pasal 10 dilakukan dengan Keputusan Presiden.

(b) Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap Keputusan Presiden yang mengesahkan suatu Perjanjian Internasional kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi.

            Faktanya, ada UU yang meratifikasi perjanjian internasional yang merugikan rakyat. Pemberlakuan Piagam ASEAN yang menyangkut perdagangan bebas itu merugikan industri dan perdagangan nasional karena Indonesia harus tunduk dengan segala keputusan yang diambil di tingkat ASEAN. Oleh karena itu MK harus membatalkan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 2 ayat (2) huruf n UU Pengesahan Piagam ASEAN karena dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.

            Perjanjian internasional merupakan perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.

Secara substansial ketentuan-ketentuan yang diatur dalam sebuah perjanjian internasional bersifat universal, artinya disini ketentuan-ketentuan tersebut bersifat umum yang diterima seluruh masyarakat internasional.

Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, artinya disini setiap tindakan yang dilakukan harus berlandaskan pada hukum.

Perjanjian internasional yang diratifikasi oleh Negara Indonesia, ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian tersebut secara substansial bersifat universal. Pertanyannya kemudian, bagaimana bila ketentuan-ketentuan yang diatur dalam perjanjian internasional tersebut bertentangan dengan konstitusi Negara indonesia?

            Tentu saja UU yang meratifikasi perjanjian internasional tersebut harus diuji ke MK sebab telah bertentang dengan konstitusi Negara Indonesia yaitu UUD 1945.

Prof. Jimlly Ashidiqqie beranggapan bahwa “yang urgen adalah masalah apanya yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Kalau memang ada yang bertentangan bisa saja diuji ke MK. Yg diuji ke MK bisa UUnya, penjelasannya, dan bisa juga lampirannya”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun