Mohon tunggu...
Anggun L Rahmawati
Anggun L Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - konten Writer seputar sastra Indonesia, buku dan film

Anggun Laila Rahmawati memiliki minat di bidang sastra dan literasi, menyukai hal-hal yang berbau spiritual entah itu buku ataupun film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Kebudayaan Adat Istiadat Jawa Timur dalam Cerpen "Ziarah Lebaran" Karya Umar Kayam

30 Juni 2022   10:00 Diperbarui: 30 Juni 2022   10:09 2472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Manusia dalam kehidupan ini tidak terlepas dari budaya yang mengiringinya. Adanya budaya merupakan hasil buah pikiran manusia. Tidak hanya sekedar hidup, manusia juga menciptakan peradaban dan kebudayaan di tempat mereka menetap atau tinggal. Budaya sendiri bersifat dinamis dan abstrak. Dinamis karena budaya sering kali berubah-ubah dari zaman ke zaman dan terus mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Abstrak karena berasal dari akal pikiran manusia yang sulit untuk diterawang maupun diraba. Tidak memiliki wujud, hanya sebuah gagasan, ide, nilai-nilai yang dipegang teguh masyarakat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu bentuk jamak dari ‘buddhi’ yang berarti akal. Itu artinya budaya adalah hal-hal yang berkaitan dengan akal (Mustar Mustar, 2020)

Koentjaraningrat, antropolog asal Indonesia ini mendefinisikan kebudayaan sebagai seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar. Sedangakn menurut Edward Burnett Tylor kebudayaan adalah sistem kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian  moral, hukum, adat istiadat, kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (Kristina, 2021)

Adat istiadat merupakan bagian dari kebudayaan yaitu sebuah tingkah laku yang sudah tertanam dalam benak masyarakat atau bisa juga sebagai kebiasaan yang sudah dipupuk oleh masyarakat sejak dahulu. Definisi adat istiadat menurut KBBI adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi satu ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat.

M. Nasroen berpendapat bahwa pengertian adat istiadat adalah suatu sistem pandangan hidup yang kekal, segar, serta aktual karena berdasarkan pada berbagai ketentuan yang terdapat pada alam yang nyata dan nilai  positif, kebersamaan, kemakmuran yang merata, pertimbangan pertentangan, penyesuaian diri, dan berguna sesuai tempat/waktu/keaadan. (Novitasari, 2019)

Karya sastra merupakan hasil dari gagasan, ide, buah pikiran manusia dalam bentuk tulisan ataupun buku, memiliki nilai estetika di dalamnya dan dirangkai dengan bahasa yang indah. Karya sastra terlahir dari kebudayaan yang ada. Tidak sedikit karya sastra yang berisi tentang kondisi sosial dari lingkungan yang terdapat di sekitar pengarangnya. Tidak hanya kondisi sosial, kebudayaan dan adat istiadat sekitar juga terkadang menjadi latar yang ada dalam cerita-cerita di dalam karya sastra. Seperti halnya cerpen Ziarah Lebaran karya Umar Kayam ini. Beliau mengambil adat istiadat Jawa Timur untuk menjadi latar dalam cerpennya. Begitu banyak adat istiadat masyarakat Jawa Timur, salah satunya dalam cerpen Ziarah Lebaran yang akan kita bahas ini. 

Cerpen yang berjudul Ziarah Lebaran ini sebagian besar menceritakan tentang seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinya. Setiap tahun ia akan mudik ke kampung halaman sang istri untuk mengunjungi mertua dan anaknya. Ia juga akan berziarah ke makam istrinya setiap kali menjelang bulan puasa. Sebenarnya, ia sudah memiliki kekasih yang bernama Yati dan hendak mengenalkannya kepada mertuanya serta bermaksud ingin membawa anaknya ke Jakarta akan tetapi ia tak kunjung mengutarakan isi hatinya itu kepada sang mertua hingga akhir cerita.

Dalam cerpen tersebut, tanpa sadar kita dikenalkan adat istiadat Jawa Timur yang dilakukan masyarakatnya menjelang bulan puasa dan masih dijunjung tinggi masyarakat Jawa hingga saat ini. Berikut di antaranya ada:

  1. Mudik 

Mudik berarti fenomena orang-orang yang pulang ke kampung halaman, biasanya dari kota-kota besar tempat para pekerja. Mudik terjadi dalam setiap tahun menjelang hari-hari besar keagamaan. Entah itu Natal, Hari Raya Idul Fitri/Adha dan Bulan Puasa. Di Jawa Timur sendiri juga terdapat fenomena seperti ini. Mudik sendiri berasal dari akronim dalam bahasa Jawa yaitu: mulih dilik yang memiliki arti ‘pulang sebentar’. 

Dalam cerpen Ziarah Lebaran, fenomena ini terdapat di akhir cerita, tepatnya pada narasi terakhir yang menjelaskan bahwa Yusuf, sang tokoh utama sedang pulang kembali ke rumahnya sehabis mudik dari rumah mertuanya. Berikut narasi tersebut:

Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, di kereta api yang penuh sesak orang-orang yang baru pulang dari mudik, Yusuf mendesah. Udara pengap, gerah, keringat di tubuhnya terasa lengket. Bau apak dan penguk lagi. Mungkin tahun depan, pada Lebaran lagi, dia akan lebih punya nyali, punya keberanian yang lebih mantap lagi untuk mengemukakan itu semua kepada ibu mertuanya, kepada Eko. Bahwa dia akan mengawini Yati, bahwa dia akan menggendong Eko ke Jakarta. Ya, tahun depan. Pasti, tekadnya.

2. Nyekar 

Nyekar merupakan kegiatan berziarah/mengunjungi orang yang sudah meninggal dan menaburkan bunga di atas makamnya sembari berdoa untuk sang mayit. Hal ini biasanya dilakukan sebelum sampai sesaat bulan puasa tiba. Tradisi nyekar sendiri merupakan akulturasi dari tradisi lokal dan kaislaman yang dibawakan oleh wali songo di tanah Jawa. Nyekar berasal kata sekar yang berarti ‘bunga’. Sebab dalam praktiknya peziarah menaburkan bunga-bungaan di atas makam.

Dalam cerpen Ziarah Lebaran, nyekar disinggung dua kali. Pertama, narasi di pertengahan cerita dan yang kedua saat Yusuf, sang tokoh utama, berziarah ke makam istrinya bersama dengan anak dan mertuanya.

Ziarah ke makam orang tuanya sendiri nyaris hanya sekali-sekali dilakukan. Kenapa ya, pikirnya. Mungkin karena orang tuanya sudah begitu lama meninggal, mungkin karena adik-adiknya (sembari mengumpatnya) yang selalu menziarahi dan mengurus makam-makam itu. Atau karena makam Siti, istrinya yang cantik berambut panjang sekali itu, lebih mengikatnya untuk diziarahi.

… Kemudian tanpa disangka Eko sambil menekuri makam ibunya berkata kepada makam ibunya.

“Ibu di sorga. Ini Eko, Bu. Eko sudah gede, Bu. Eko sekarang bisa jaga eyang putri di sini, Bu. Bapak jaga eyang putri dan Eko dari Jakarta, Bu. Oh ya, Bapak bawa oleh-oleh mainan Nintendo. Baguus sekali, Bu…”

Yusuf bangkit dari jongkoknya. Rasanya tulang-tulangnya lebih ngilu. Dipandangnya anaknya yang masih jongkok dan masih terus juga dielus-elus kepalanya oleh neneknya yang nampak terisak-isak menangis.

3. Sungkeman 

Sungkeman merupakan sebuah kegiatan berlutut di bawah orang tua/kerabat yang lebih tua. Kegiatan sungkeman ini memiliki nilai moral sebagai tanda bakti dan hormat kepada orang tua. Pada umumnya sungkeman biasa dilakukan sesaat setelah ijab Kabul dalam pernikahan sebagai bentuk tanda terima kasih atas didikan orang tua dari kecil hingga masa perkawinan.

Tidak hanya dilakukan saat pernikahan saja, namun sungkeman juga dilakukan pada saat hari raya idul fitri, sesaat setelah menunaikan salat ied. Berbeda dengan sungkeman yang dilakukan saat pernikahan, sungkeman yang dilakukan setelah salat ied ini bertujuan untuk menggugurkan dosa-dosa yang telah dilakukan di masa silam dengan cara bermaaf-maafan.

Sungkeman berasal dari bahasa Jawa, yaitu sungkem yang memiliki arti ‘memuja’. Dikatakan demikian karena dalam praktiknya orang yang lebih tua duduk di atas sedangkan orang yang lebih muda bersimpuh. Sungkeman juga hasil akulturasi antara budaya lokal dengan keislaman.

Dalam cerpen Ziarah Lebaran, kegiatan sungkeman disinggung dalam narasi di pertengahan cerita, pada paragraf pertama.

Acara Lebaran selalu sama. Sembahyang Ied di lapangan kompleks perumahan, sungkem bermaaf-maafan dengan eyang putri, makan pagi, ziarah ke makam ayah mertuanya dan makam Siti.

4. Istilah ‘kere-kere’

Istilah kere-kere ini sebagai sebutan untuk pengemis/orang yang suka minta-minta di sepanjang jalan. Kere-kere berasal dari bahasa Jawa kere yang memiliki arti miskin/orang yang tidak mampu. Dalam cerpen Ziarah Kubur istilah ini disebut dalam dialog antara mertua dan Eko, anak Yusuf. Berikut ini adalah kutipannya:

“Wah, setiap tahun kok semakin banyak saja kere-kere berderet di kuburan,” gumam ibu mertuanya.

Di dalam hati Yusuf mengiyakan pernyataan itu. Kok di kota sekecil itu kere-kere bertambah, pikirnya. Mau dientaskan bagaimana itu, gumamnya.

“Kok, kere-kere yang di makam semuanya cacat, Yang?”

Yusuf tersenyum bangga. Pikirnya, anaknya untuk usianya sangat tajam pengamatannya.

“Kalau tidak cacat tentu mereka bisa bekerja, tidak mengemis, Ko.” 

5. Kupatan 

Kupatan merupakan adat istiadat terakhir sebagai tradisi Jawa Timur yang ada di dalam cerpen Ziarah Lebaran. Tradisi ini dirayakan sepekan setelah hari raya idul fitri. Kupatan juga merupakan tradisi penutup di hari yang fitrah setelah bulan puasa dan hari raya idul fitri. Kupatan sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Kupatan dirayakan dengan cara memasak ketupat, opor ayam dan masakan-masakan lain yang khas lalu makan-makan bersama untuk mengeratkan tali silaturahmi. Kupatan berasal dari bahasa Jawa kupat atau biasa dikenal dengan ketupat.

Dalam cerpen Ziarah Lebaran, kupatan terdapat di paragraph pertama di awal cerita. Berikut ini adalah kutipan narasinya:

Pada lebaran pagi itu, seperti tahun-tahun sebelumnya, mereka makan hidangan khas yang dimasak eyang putri. Opor ayam, sambal goreng ati, dendeng ragi, dan lontong, beserta bubuk kedelai. Mereka makan dengan lahap karena masakan eyang memang selalu enak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun