Dalam cerpen Ziarah Lebaran, kegiatan sungkeman disinggung dalam narasi di pertengahan cerita, pada paragraf pertama.
Acara Lebaran selalu sama. Sembahyang Ied di lapangan kompleks perumahan, sungkem bermaaf-maafan dengan eyang putri, makan pagi, ziarah ke makam ayah mertuanya dan makam Siti.
4. Istilah ‘kere-kere’
Istilah kere-kere ini sebagai sebutan untuk pengemis/orang yang suka minta-minta di sepanjang jalan. Kere-kere berasal dari bahasa Jawa kere yang memiliki arti miskin/orang yang tidak mampu. Dalam cerpen Ziarah Kubur istilah ini disebut dalam dialog antara mertua dan Eko, anak Yusuf. Berikut ini adalah kutipannya:
“Wah, setiap tahun kok semakin banyak saja kere-kere berderet di kuburan,” gumam ibu mertuanya.
Di dalam hati Yusuf mengiyakan pernyataan itu. Kok di kota sekecil itu kere-kere bertambah, pikirnya. Mau dientaskan bagaimana itu, gumamnya.
“Kok, kere-kere yang di makam semuanya cacat, Yang?”
Yusuf tersenyum bangga. Pikirnya, anaknya untuk usianya sangat tajam pengamatannya.
“Kalau tidak cacat tentu mereka bisa bekerja, tidak mengemis, Ko.”
5. Kupatan
Kupatan merupakan adat istiadat terakhir sebagai tradisi Jawa Timur yang ada di dalam cerpen Ziarah Lebaran. Tradisi ini dirayakan sepekan setelah hari raya idul fitri. Kupatan juga merupakan tradisi penutup di hari yang fitrah setelah bulan puasa dan hari raya idul fitri. Kupatan sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Kupatan dirayakan dengan cara memasak ketupat, opor ayam dan masakan-masakan lain yang khas lalu makan-makan bersama untuk mengeratkan tali silaturahmi. Kupatan berasal dari bahasa Jawa kupat atau biasa dikenal dengan ketupat.