Pengertian Home Schooling
Istilah Home Schooling berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah rumah. Home Schooling berakar dan tumbuh di Amerika Serikat, yang dikenal juga dengan sebutan Home Education, Home Based Learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum Home Schooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya yang berarti orang tua terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (Sumardiono, 2007: 4).
Selain pemilihan materi dan standar pendidikan sekolah rumah, mereka juga harus melaksanakan ujian bagi anak-anaknya untuk mendapatkan sertifikat agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Sertifikat dari Amerika Serikat itu diakui di Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional) sebagai Lulusan Sekolah Luar Negeri. (Kompas, 13/3/2005)
Departemen Pendidikan Nasional menyebut jalur sekolah rumah ini dikategorikan sebagai jalur pendidikan informal, yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional – sisdiknas No. 20/2003).
Kegiatan pendidikan informal dilakukan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, meskipun pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan pendidikan informal, namun hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal (sekolah umum).
2. Sejarah Singkat
Filosofi sekolah rumah menurut John Caldwell Holt dalam bukunya How Children Fail (1964) adalah bahwa manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur atau mengontrolnya.
Pada tahun 1960-an, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada akhir 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8 – 12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi juga berakibat buruk bagi anak-anak.
Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting Home Schooling. Setelah itu, Home Schooling terus berkembang. Selain karena alasan keyakinan (beliefs), pertumbuhan Home Schooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.
Saat ini, perkembangan Home Schooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua memiliki semakin banyak pilihan untuk pendidikan anak-anaknya.
3. Faktor-faktor pemicu dan pendukung Home Schooling :
1. Kegagalan Sekolah Formal
Baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia, kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga di Indonesia maupun di mancanegara untuk menyelenggarakan Home Schooling. Sekolah rumah ini dinilai dapat menghasilkan didikan bermutu.
2. Teori Intelegensi Ganda
Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan Home Schooling adalah Teori Intelegensi Ganda/Multiple Intellegences (Howard Gardner: 1983). Teori Gardner ini memicu para orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi intelegensi yang dimiliki anak, yang kerap kali sekolah formal tidak mampu mengembangkannya.
3. Sosok Home Schooling Terkenal
Banyaknya tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah formal juga memicu munculnya Home Schooling seperti Benyamin Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh lainnya.
Benyamin Franklin misalnya, ia berhasil menjadi seorang negarawan, ilmuwan, penemu, pemimpin sipil dan pelayan public bukan karena belajar di sekolah formal. Franklin hanya menjalani dua tahun mengikuti sekolah karena orang tua tak mampu membayar biaya pendidikan. Selebihnya, ia belajar tentang hidup dan berbagai hal dari waktu ke waktu di rumah dan tempat lainnya yang bisa ia jadikan sebagai tempat belajar.
4. Tersedianya Aneka Sarana
Dewasa ini, perkembangan Home Schooling ikut dipicu oleh fasilitas yang berkembang di dunia nyata. Fasilitas itu antara lain faislitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan audiovisual).
4. Home Schooling Jenis & Subyek Pengajarannya
Banyak orang tua yang ingin memberikan homeschooling kepada anaknya tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan karena berbagai sumber yang simpang siur.
Tetapi paling tidak dari artikel ini akan mendapat sedikit gambaran tentang beberapa macam homeschooling dan bagaimana menentukan subyek pembelajaran untuk anak. Homeschooling dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a) Homeschooling tunggal
Adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh orang tua dalam suatu keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya. Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan komunitas homeschooling lainnya. Tetapi tanpa alasan dan tujuan khusus homeschooling tunggal juga bisa diterapkan di rumah.
b) Homeschooling majemuk
Adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh dua keluarga atau lebih untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilakukan oleh orang tua masing-masing. Alasannya terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olah raga (misalnya keluarga atlit tenis), keahlian musik/ seni, kegiatan sosial dan kegiatan keagamaan.
c) Komunitas homeschooling
Adalah gabungan dari beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/ seni, dan bahasa), sarana/ prasarana, dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.
Subyek Pengajaran
Dalam menjalankan homeschooling yang paling memusingkan orang tua adalah menentukan subyek apa yang perlu diajarkan ke anak 15 menit-1 jam per-hari itu? Matt James, seorang dokter, homeschool 4 anak dan penulis buku “homeschooling odyssey” memberi tips untuk memberikan subyek yang kira-kira tidak bisa dikuasai anak secara alami. Misalnya, grammar, spelling, dan aritmatika.
Garis bawahnya adalah ‘yang kira-kira tidak bisa dikuasai anak’. Jika hal tersebut menjadi prioritas maka setiap anak akan mendapat subyek yang berbeda-beda.. Misalnya, Ada anak yang bisa belajar matematika dengan sendirinya, ada anak yang perlu bantuan.
5. Dampak Positif Homeschooling
Telah kita ketahui sebelumnya bahwa homeschooling adalah sekolah rumah yang cukup berbeda dengan sekolah-sekolah formal pada umumnya. Homeschooling adalah sekolah yang dilakukan di rumah atau langsung pada lingkungan yang ada. Homeschooling biasanya dilakukan dengan jumlah siswa yang tidak banyak. Homeschooling mendidik langsung pada obyek dan kenyataan yang ada dalam hidup. Lebih jelasnya adalah dengan obyek kehidupan yang nyata yang bisa langsung dirasakan atau dilihat oleh peserta didik.
Pendidikan homeschooling ini adalah sarana pendidikan yang mandiri. Pendidikan yang mengupayakan peserta didik belajar secara aktif dan memiliki pengendalian diri. Peserta didik mampu memiliki kepribadian yang tangguh, akhlak yang mulia, dan keterampilan-keterampilan yang diinginkan dan dibutuhkan oleh peserta didik serta masyarakat. Homeschooling ini merupakan pendidikan yang dapat menyesuaikan kondisi dan kebutuhan anak dan keluarga. Karena dengan sistem pengajaran yang terpusat pada seorang siswa, pembimbing mampu dengan mudah memahami karakter anak dan mampu membuat strategi-strategi yang sesuai untuk anak. Hal ini dilakukan agar anak mampu menerima dan memahami sebuah pelajaran dengan seksama. Jika seorang anak tidak memahami dengan apa yang diajarkan pendidik, anak bisa langsung menanyakan atau bahkan mencari tahu apa yang dimaksud oleh pendidik. Dengan demikian seorang anak mampu memahami secara mendalam tentang pelajaran tersebut dan pengetahuan tersebut dapat melekat dalam pribadinya.
Peserta didik homeschooling bisa lebih mandiri karena anak didik cenderung belajar sendiri dan menemukan sesuatu sendiri dengan bantuan pendidik. Peserta didik mencari tahu segala sesuatu yang ingin diketahuinya. Peserta didik memilih apa yang disukainya dan apa yang tidak disukainya.
Peserta didik bisa memiliki potensi yang lebih besar, karena dia tidak terikat dengan standar-standar sekolah yang diatur oleh pemerintah. Di homeschooling peserta didik lebih bebas berkreasi, karena peserta didik dapat melakukan apa yang dia inginkan yang tentunya itu adalah mendidik peserta didik tersebut dan mampu menambah wawasan peserta didik.
Dengan cara kerja homeschooling yang mendidik siswa untuk mandiri, berkreatifitas tinggi, dan mempelajari kehidupan yang secara langsung, maka siswa bisa lebih siap terjun kedalam dunia nyata. Hal ini karena peserta didik memperoleh sebuah pelajaran yang secara langsung menyangkut kehidupan sehari-hari.
Homeschooling ini cenderung membuat peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan orang yang lebih tua dan cenderung terlindungi dari pergaulan bebas atau pergaulan yang tidak sesuai dengan norma, karena peserta didik belajar tidak dengan banyak orang. Peserta didik lebih tertutup dengan pergaulan diluar sana. Peserta didik belajar secara individu dan tidak terkontaminasi dengan kehidupan bebas di luar sana. Peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan orang yang lebih tua dari diri mereka, karena di dalam pembelajarannya peserta didik lebih banyak berkomunikasi dengan orang-orang yang lebih tua dari mereka untuk menambah pengetahuannya sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Selain itu homeschooling ini bersifat ekonomis. Dapat disesuaikan dengan kemampuan keluarga. Karena segala biaya dan kebutuhan diatur oleh keluarga itu sendiri, sehingga keluarga dapat menentukan apa saja yang mereka perlukan.
Homeschooling tidak menuntut orang tua untuk serba tahu. Karena pembelajaran homeschooling dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Anak dapat belajar tentang sesuatu yang ingin diketahuinya dengan mencari tahu hal tersebut sendiri maupun dengan bantuan orang lain.
6. Dampak Negatif Homeschooling
Di dunia ini tidak ada yang sempurna. Demikian juga dengan pendidikan anak. Tidak ada yang mampu memeberikan pendidikan yang selalu berdampak positif. Setiap jalur pendidikan tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena, itu kita tidak bisa menilai bahwa jalur-jalur tertentu adalah jalur yang selalu baik dan tidak memiliki dampak yang negatif. Sehingga orang tua hanya bisa memilih jalur yang mereka anggap terbaik untuk mereka dan anak mereka.
Selain memiliki kelebihan, homeschooling juga memiliki kekurangan. Misalnya peserta didik dari homeschooling ini harus memiliki komitmen yang kuat antara siswa dengan pendidik tentang apa yang akan dipelajarinya, waktu-waktu dalam pembelajaran kapan saja, sarana-sarana apa yang ingin disediakan, situasi apa yang diinginkan, metode seperti apa yang disenangi peserta didik, dan lain sebagainya. Salah satu kekurangan yang paling menonjol dari homeschooling adalah anak tidak bisa bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
Selain itu dalam homeschooling sangat menuntut peran orang tua dalam mendidik anak. Tanpa ada dukungan orang tua, pendidikan anak akan terasa percuma. Orang tua perlu memperhatikan karakter anak, perkembangan dari anak, dan keinginan anak. Hal ini bertujuan agar orang tua mampu berperan dengan baik dalam perkembangan anak.
Dalam homeschooling, orang tua tentu cenderung melindungi buah hatinya. Namun perlindungan orang tua yang cenderung berlebihan ini justru membuat anak menjadi sulit dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Anak akan memiliki kemampuan yang terbatas dalam menyelesaikan masalah-masalah sosialnya yang tidak dipikirkan sebelumnya, karena anak kurang memiliki pergaulan dengan anak-anak yang seusianya, dan dia telah terbiasa memiliki perlindungan lebih dari orang tuanya.
Dengan adanya interaksi dengan orang yang lebih tua saja, membuat anak menjadi sulit dalam bersosialisasi dengan orang yang seusianya. Anak hanya mampu berinteraksi baik dengan orang yang lebih tua darinya namun tidak mampu berinteraksi dengan baik dengan teman-teman sebayanya.
Anak menjadi tidak mampu bekerja dalam tim karena kecenderungannya yang bekerja secara individu. Anak telah dididik secara mandiri dan secara individu membuat anak menjadi susah dalam bekerja sama. Anak hanya memiliki pergaulan dengan orang tua atau pembimbingnya saja. Homeschooling membuat anak tidak memiliki wawasan yang luas dalam artian si anak menjadi kurang pergaulan. Karena anak tertutup dengan pergaulan yang bebas diluar sana.
C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN HOME SCHOOLING
Kita dapat menyebutkan kelebihan Home Schooling, antara lain ; adaptable, artinya sesuai dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga; mandiri artinya lebih memberikan peluang kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan di sekolah umum; potensi yang maksimal, dapat memaksimalkan potensi anak, tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan sekolah; siap terjun pada dunia nyata, output sekolah rumah lebih siap terjun pada dunia nyata karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya; terlindung dari pergaulan menyimpang. Ada kesesuaian pertumbuhan anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari hamparan nilai dan pergaulan dan menyimpang (tawuran, narkoba, konsumerisme, pornografi, mencontek dan sebagainya); ekonomis, biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga.
Di sisi lain, Home Schooling mempunyai kelemahan-kelemahan yang dapt disebutkan berikut ini; membutuhkan komitmen dan tanggung jawab tinggi dari orang tua; memiliki kompleksitas yang lebih tinggi karena orang tua harus bertanggung jawab atas keseluruhyan proses pendidikan anak; keterampilan dan dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relatif rendah; ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi dan kepemimpinan; proteksi berlebihan dari orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi dan masalah sosial yang kompleks yang tidak terprediksi.
B. pembaharuan yang bisa dilakukan dalam mengatasi permasalahan pendidikan sekarang ini.
Solusi yang bisa diambil diantaranya guru mengikuti Program Guru Berbagi, Seri Bimtek Daring, dan Seri Webinar, penyediaan kuota gratis, relaksasi BOS dan BOP, “Belajar dari Rumah” di TVRI, belajar di radio RRI, Rumah Belajar, dan kerjasama dengan platform pembelajaran daring. Langkah yang dapat ditempuh adalah menyusun kurikulum darurat. Penyusunan kurikulum darurat menggunakan dasar hukum utama tentang Panduan Kurikulum Darurat pada Madrasah yaitu SK Dirjen Pendis Nomor 2791 Tahun 2020. Selain itu didukung juga dengan beberapa dasar hukum yang lain.
Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan jumlah KD yang mengacu pada K-2013. Kurikulum darurat diharapkan akan memudahkan proses pembelajaran di masa pandemi dengan adanya pemilihan KD esensial. Dampak yang diharapkan setelah penerapan kurikulum darurat bagi guru, orangtua, dan peserta didik antara lain tersedianya acuan kurikulum yang sederhana, berkurangnya beban mengajar bagi guru, Peserta didik tidak lagi merasa terbebani tuntutan untuk menuntaskan seluruh capaian kurikulum, guru dan Peserta didik dapat lebih fokus pada pendidikan serta pembelajaran yang esensial dan kontekstual, orangtua di rumah lebih mudah mendampingi anaknya belajar, sehingga kesejahteraan psikososial guru, Peserta didik, dan orangtua menjadi lebih baik. Pelaksanaan PJJ selama masa darurat Covid-19 untuk masing-masing madrasah sangat bervariasi, sesuai dengan asumsi dan kesiapan madrasah tersebut.
Implementasi pelaksanaan kurikulum darurat menuntut guru untuk merubah paradigma pada perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta pada penilaian hasil belajar karena kegiatan pembelajaran tidak lagi dilaksanakan di madrasah, tetapi dilaksanakan peserta didik dari rumah. Kegiatan belajar dari rumah (BDR) menuntut adanya kerjasama antara guru, orangtua dan peserta didik.
Belajar dari rumah pada hakikatnya tidak hanya untuk memenuhi tuntutan kompetensi (KI-KD) pada kurikulum, tetapi lebih ditekankan pada pengembangan karakter, akhlak mulia, ubudiyah dan kemandirian Peserta didik. Guru harus bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan materi pelajaran dan memberi tugas kepada peserta didik, agar terwujud kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna, menginspirasi, dan lebih menyenangkan agar peserta didik tidak mengalami kejenuhan belajar dari rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H