Mohon tunggu...
Anggun DwiLestari
Anggun DwiLestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas swasta di Bengkulu, aktif dalam dunia seni dan menjabat sebagai ketua tim tutor pusat bahasa. Keseharian saya diisi dengan kuliah, mengerjakan tugas, dan berpartisipasi dalam kegiatan seni yang menginspirasi. Saya juga sering terlibat dalam diskusi dan kolaborasi kreatif, yang memperkaya pengalaman saya. Selain itu, saya mengatur waktu untuk membantu teman-teman dalam belajar bahasa, yang menjadi bagian penting dari tugas saya sebagai ketua tim tutor. Keseimbangan antara akademik dan seni adalah fokus utama dalam perjalanan saya sebagai mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Masa Kecil yang Penuh Luka

27 Juli 2024   12:10 Diperbarui: 27 Juli 2024   12:16 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isi pesan itu begitu menjijikkan bagi Anin. Kata-kata bernada cabul dan deskripsi yang menjijikkan tentang hubungan antara Pak Een dan wanita simpanannya membuatnya merasa kesal dan jijik. Rasanya seolah-olah ada sesuatu yang rusak dalam kedamaian keluarga mereka, dan Anin tidak tahu bagaimana cara menangani rahasia gelap yang ia temukan.

"Air mata adalah kata-kata hati yang tak terucapkan, membawa beban yang tak terlihat oleh dunia."

Di sekolah, Anin sering menjadi sasaran bully dari teman-temannya. Mereka mengejeknya karena penampilannya yang lusuh dan barang-barang bekas yang ia gunakan. Setiap kali Anin melangkah masuk ke dalam ruang kelas, pandangan sinis dan komentar-komentar yang menyakitkan selalu menyertainya. Anin mencoba untuk tetap tegar dan menahan diri, tapi terkadang beban yang ia pikul terasa begitu berat. Kepalanya sering kali dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya merasa rendah diri.

Hari-hari di sekolah tidak menjadi lebih mudah bagi Anin. Guru-guru melihat perubahan pada dirinya, bagaimana dia sering termenung dan tidak seceria anak-anak lain. Bu Guru Maya, guru kelas Anin, memanggilnya suatu hari setelah jam pelajaran berakhir.

"Anin, boleh bicara sebentar dengan Ibu?" tanya Bu Maya dengan lembut. Anin mengangguk pelan dan mengikuti gurunya ke meja depan.

"Anin, Ibu melihat kamu sering kelihatan sedih. Ada sesuatu yang ingin kamu ceritakan kepada Ibu?" Bu Maya bertanya dengan penuh perhatian.

Anin menggeleng pelan, tidak berani menceritakan apa yang terjadi di rumah. "Tidak apa-apa, Bu. Saya hanya lelah," jawabnya singkat.

"Kadang-kadang, luka terdalam tidak terlihat dari luar, namun terasa sangat menyakitkan di dalam."

Bu Maya menyadari bahwa Anin tidak siap untuk berbicara. "Kalau kamu butuh seseorang untuk bicara, Ibu selalu ada untukmu, Anin," katanya dengan senyum penuh pengertian. Anin hanya bisa mengangguk, merasa sedikit lebih baik karena tahu ada orang yang peduli padanya di luar rumah.

Pada suatu hari, saat mata pelajaran olahraga berlangsung di lapangan sekolah, Anin mendapat kunjungan tak terduga. Seorang teman sekelasnya, Wilda, mendekatinya dengan ekspresi prihatin di wajahnya. Wilda berbisik dengan lembut kepada Anin, "Anin, aku harus memberitahumu sesuatu."

Anin menoleh dengan tatapan bingung. "Ada apa, Wil?" tanyanya, mencoba menutupi kebingungannya dengan senyuman tipis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun