"Ke Surabaya aku hanya mengok anakku saja. Istriku menolak bertemu dengan siapapun termasuk aku dan anak-anaknya, dia tidak mengenali aku dan anak-anaknya". Airmata steven aku lihat semakin deras...tangisnya pecah meski ia terus berusaha menahannya. Aku memeluknya, ia menangis tersedu-sedu dalam pelukanku. Ini pertama kali aku melihat steven menangis sepedih ini, hingga air matakupun tak tertahan lagi.........
***
       Sebulan sudah sejak aku tau kondisi istrinya Steven, aku memutuskan minta diundur lamarannya. Entah mengapa rasanya hatiku tak tega....hatiku belum bisa menerima kenyataan ini, entah karena aku iba entah karena apa.... Yang aku rasakan hati ini jadi galau berkepanjangan, yang ada di benakku adalah bayang-bayang istrinya Steven, betapa menderitanya dia. Haruskah dia kehilangan belahan jiwanya disaat dia menderita...tentu akan lebih menderita lagi, tidak tegaaaa,,,,,tentu hati mana yang akan tega mengambil suami orang yang sedang menderita???.Â
Lalu bagaimana aku yang sudah terlanjur mencintainya???? Mas Steven telah menjadi energiku selama ini...haruskah aku kehilangan dia?? Mengapa terasa harus sepahit ini??? Air mata ini pun terjatuh setiap kali aku mengingat semua ini. Ada kalanya aku berniat akan menolak lamaran Mas Steven, tapiiii perasan ini tak bisa dibohongi, terlalu besar rasa sayang ini untuk diabaikan.... Aku mencintainya dengan sepenuh hati... dia kebahagiaanku yang pernah hilang... bagaimana aku harus menghapus semua kenangan yang pernah kami lewati bersama selama ini.... B
agaimana anak-anakku yang telah menganggap Steven seperti ayah mereka sendiri... Entah mengapa hatiku terasa hancur,,, dihadapkan pada pilihan yang teramat rumit,,menyangkut dua perasaan, peluk selamanya atau lepaskan. Terkadang rasa getir dan bahagia menghantuiku,,,, aku membayangkan jika aku menikah dengan mas Steven, lalu istrinya sembuh...apa jadinya hidup kami.... Sekalipun Steven memilih kami, bagaimana dengan istrinya......Â
Goodbye Steven....akhirnya aku harus melepaskanmu, aku merelakanmu, aku memaksamu untuk tidak mengambil pilihan lain selain sabar menanti istrimu,,,,dan entah sampai kapan,,, akupun tak tau. Terkadang terasa pahit berjudi dengan perasaan sendiri... aku memintamu mengambil langkah terpahit, tanpa tau apa hari esok memang milikmu atau milikku..
Ku kenang.... Mimpi dan khayalan kita, dimana kita membangun sebuah rumah di bukit yang rimbun,,,, sebuah kolam ikan dibelakang rumah, dimana airnya beriak kencang karena ikan mulai bertumbuh besar.
Jangan lagi kau katakan....aku lupa jalan menuju tua, aku lupa jalan menuju damai.....
*** Aylaview Steven***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H