SURAKARTA lebih dikenal dengan nama "SOLO" adalah dusun yang dipilih oleh Sultan Pakubuwana II Ketika akan mendirikan istana baru, setelah perang suksesi Mataram terjadi di Kartasura. Surakarta memiliki semboyan "Berseri" yaitu akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java ( Jiwanya Jawa) sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Kota Solo juga memiliki beberapa julukan, antara lain Kota Batik, Kota Budaya, dan Kota Liwet.
         Dengan datangnya bangsa-bangsa sejak dahulu ini turut memperkaya citarasa kuliner Surakarta. Sehingga kita bisa memanfaatkan daya tarik wisata kuliner untuk menarik para wisatawan. Wisata kuliner bisa menjadi salah satu aset Promosi dan Inventarisasi data pariwisata Surakarta. Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi saat ini membuat wisata kuliner menjadi tren, secara tidak langsung hal ini mendorong untuk menggali lebih dalam dan menginventarisasikan makanan khas sebagai salah satu kekayaan budaya yang harus diperhatikan dan dilestarikan.
        Solo juga memiliki banyak pasar tradisional, di antaranya Pasar Gedhe, Pasar Legi, Pasar Klewer dan Pasar Kembang. Solo terkenal dengan banyaknya jajanan kuliner tradisional. Berbagai makanan khas Surakarta antara lain : nasi liwet, nasi timlo, nasi gudeg, nasi gudeg cakar, pecel ndesa, cabuk rambak, bistik Solo, selat Solo, bakso Solo, serabi, intip, tengkleng, sate kere.
        Kota Surakarta memiliki keanekaragaman jenis kuliner yang merupakan hasil dari aktivitas kebudayaan masyarakat setempat. Keanekaragaman jenis kuliner tersebut mencerminkan bagaimana karakter dan ciri khas masyarakat Surakarta. Ciri khas atau karakteristik yang tercermin dari masakan kota Surakarta adalah makanan yang bercitarasa gurih dan agak manis. Hal ini disebabkan karena penggunaan bumbu seperti santan kelapa, gula pasir atau gula kelapa dan garam.
        Selain hal itu, kuliner khas Surakarta diracik dengan bumbu yang sederhana dan minimalis karena masyarakat Surakarta merupakan masyarakat yang sederhana tidak neko-neko. Kekhasan  karakter masyarakat Surakarta tersebut dapat dilihat pada salah satu makanan khasnya yang bernama Nasi Liwet. Nasi Liwet merupakan salah satu masakan khas Surakarta yang dibuat dengan cara yang  sederhana dan mudah. Bahan-bahannya pun mudah untuk dicari dan ditemukan, nasi liwet dimasak dengan santan, kaldu ayam, dan rempah-rempah. Nasi biasanya dimasak dengan air, tetapi nasi liwet adalah nasi yang dimasak dengan santan, kaldu ayam, daun salam, dan serai, sehingga memberikan rasa nasi yang kaya, aromatik, dan gurih.
        Adapun kuliner lain khas Surakarta adalah Serabi. Kue ini terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan santan dan digoreng diatas arang mirip panekuk. Serabi adalah jajanan dengan citarasa gurih, biasanya juga diberikan taburan berupa potongan pisang, nangka, atau bahkan meisis dan keju. Serabi yang terkenal berasal dari daerah Notosuman.
        Kuliner di Surakarta tidak hanya dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat setempat saja. Namun, masakan Surakarta juga ada yang dipengaruhi oleh bangsa lain sebagai hasil akulturasi kebudayaan yang terjadi. Akulturasi di Surakarta disebabkan karena Surakarta dihuni oleh masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang etis dan budaya yang berbeda. Oleh sebab itu, banyak makanan Surakarta yang merupakan produk akulturasi dari bangsa lain. Adapun kuliner Surakarta yang merupakan akulturasi dari bangsa lain adalah selat Solo ( akulturasi dari Eropa), sate buntel (akulturasi dari Arab dan India), timlo ( akulturasi dari Tionghoa), dan bestik Solo ( akulturasi dari Eropa).
       Berikut daftar inventarisasi yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber :
1.Makanan
Nasi Liwet, Sambel Goreng Labu Siam, Tengkleng, Krengsengan, Gudeg Ceker, Bakmi Ketropak, Selat Solo, Soto Daging, Tongseng, Timlo, Tahu Acar, Sate Kere, Sate Buntal, Cabuk Rambak, Sambel Tumpang, Brambang Asem, Ayam Bacem, Oblok-Oblok, Jangan Lombok, Bubur Lemu, Gado-Gado, Pecel Ndeso, Betik Lidah, Risoles Kuah, Tahu Kupat.
2.Minuman
Es Dawet Telasih, Es Kapal, Es Gempol Pleret, Wedang Uwuh, Wedang Asle, Es Teh Kampul, Wedang Cemol
3.Jajanan
Pukis Badran, Bakpia Balong, Serabi Notosuman, Brem Solo, Kue Mandarijn Solo, Solo Pluffy, Solo Floss Roll, Solo Prabu, Ampyang, Emping Melinjo, Serundeng, Rengginang, Balung Kethek, Krupuk Karak, Mata Maling, Rambak Petis, Roti Kecik Ganep, Intip Solo, Klengkam Solo, Abon Mesran, Kremes Ayam Malioboro, Serbat Jahe, Sosis Solo.
4.Toko dan Resto
Toko Oleh-Oleh "Serabi Notosuman", Omah Oleh-Oleh Kartasura, Intip "Mbok Tjipto", Dika Bakery&Snack, Warung Selat Mbak Lies, Nasi Liwet Bu Wongso Lemu, Sate Buntel Tambak Segaran, Gudeg Ceker Margoyudan Bu Kasno, Omah Sinten Heritage Hotel & Resto, Rumah Makan Adem Ayem, Solo Pluffy, Solo Bistro, Markobar(Martabak Kota Barat).
      Kuliner Surakarta merupakan produk budaya yang harus dijaga kelestariannya karena merupakan warisan leluhur yang mengandung nilai historis yang tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu, terdapat beberapa produk makanan khas yang sulit ditemukan dan didapatkan di pasaran. Hal ini terjadi dikarenakan terdapat perubahan selera masyarakat yang lebih condong  dengan makanan yang modern atau fast food. Hal ini menyebabkan makanan-makanan tradisional semakin terpuruk di kalangan masyarakat. Bahkan beberapa masyarakat asli Surakarta tidak mengetahui jenis makanan khas kotanya sendiri.
       Kelangkaan kuliner khas Surakarta dapat dijumpai pada salah satu jenis makanan khas yaitu cabuk rambak. Cabuk Rambak adalah makanan dengan bahan utama wijen putih dan kerupuk yang di buat dari kulit sapi. Cabuk Rambak memiliki citarasa yang gurih dan sedap. Namun, sekarang makanan ini sudah sulit ditemui karena tidak banyak pebisnis kuliner dari generasi muda yang menjualnya dan harga karak kulit sapi yang mahal sehingga berpengaruh pada harga jual cabuk rambak perporsinya.
       Kelangkaan makanan khas Surakarta terjadi karena kurangnya antusiasme masyarakat terhadap makanan tradisional dan berubahnya mindset masyarakat yang menganggap makanan tradisional yang sudah jadul dan ketinggalan zaman khususnya pada sebagian generasi muda. Oleh karena itu, untuk menghindari kelangkaan makanan khas yang memiliki hitoris yang tinggi, kesadran dalam diri masyarakat harus ditingkatkan khususnya pada generasi muda. Karena walaupun permasalahan mengenai kuliner terlihat sepele, kita harus tetap memikirkan warisan kekayaan budaya yang telah diturunkan oleh leluhur pendahulu kita yang dapat dijadikan sebagai wisata kuliner di Jawa Tengah.
        Sebagai seorang warga tentunya kita harus turut serta untuk melestarikan kuliner khas Surakarta ini. Beberapa cara yang dapat dilalukan adalah sebagai berikut :
1. Mengkonsumsi makanan khas daerah masing-masing.
2. Mencoba dan mengenal makanan tradisional dari daerah-daerah lain.
3. Belajar membuat makanan tradisional , sehingga dapat diturunkan ke generasi selanjutnya.
4. Tidak mencela makanan tradisional daerah lain.
5. Penyelenggaraan event dan mengikuti festival kuliner makanan tradisional.
6. Mengenalkan makanan tradisional daerah sendiri kepada orang lain yang berbeda daerah.
7. Mengeskpor makanan tradisional ke luar negeri.
8. Mengembangkan makanan tradisional, disesuaikan dengan perkembangan zaman agar semakin banyak yang tertarik.
9. Melakukan penelitian lebih mendalam mengenai kuliner Surakarta untuk menunjang potensi wisata daerah.
10. Melakukan publikasi diberbagai media dan berbagai bentuk seperti artikel, leaflet,brosur maupun video promosi, bisa juga dengan membuat karya ilmiah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H